Membangun Habit Berbagi, Belajar dari Komunitas Sebung Surabaya
Komunitas yang menyelamatkan saya dari keterpurukan
Pada 12 Desember yang lalu sebuah pencapaian mengharukan terjadi saat Sego Bungkus Surabaya atau Sebung Surabaya mencapai usia yang ke-6 tahun. Sebuah komunitas sosial yang menurut saya memiliki jasa besar membangun pribadi saya saat ini.
Saya telah beberapa kali menulis tentang komunitas menakjubkan ini. Namun kali ini saya ingin menuliskan tentang sebuah elemen penting yang membangun Sebung Surabaya.
Di usianya yang ke-6 Sebung Surabaya tentu telah melewati masa-masa kritikal yang menurut saya terjadi pada tahun ke-3 dan ke-5. Tahun ketiga adalah tahun dimana generasi penerus mulai tidak berinteraksi dengan para pendiri komunitas. Kemudian tahun ke-5 merupakan tahun yang menurut saya harus dicapai sebuah organisasi untuk menemukan identitasnya secara baku.
Hasil kekuatan itu tampak ketika Sebung diundang ke acara Kick Andy Metro Tv pada tahun 2017. Kemudian di tahun 2018 berhasil menyelenggarakan sebuah festival komunitas sosial di Surabaya adalah bukti perkembangan Sebung saat ini.
Semua prestasi itu tidak bisa dicapai tanpa adanya sebuah pondasi. Pondasi saya menurut saya adalah habit of giving atau kebiasaan untuk memberi yang sudah mengakar diantara penggerak-penggeraknya.
Membangun sebuah habit bukanlah hal yang mudah. James Clear dalam bukunya Atomic Habits menjelaskan bahwa untuk membangun sebuah habit diperlukan sebuah proses yang begitu panjang, namun begitu mudah untuk menghancurkan proses itu dalam sekejap.
Lalu pertanyaannya tentu saja bagaimana caranya membangun sebuah habit untuk bisa mencapai titik yang dicapai oleh Sebung?
Fokus Pada Sistem
Hemat saya yang menggunakan kerangka teori James Clear, Sebung sampai saat ini telah memiliki sebuah sistem untuk membangun habit. Ketimbang menentukan sebuah goals untuk mencapai 600 pekan terus berbagi nasi bungkus, Sebung lebih memilih untuk memiliki prinsip “berapapun nasinya, berapapun penggeraknya, setiap minggu sekali harus berbagi nasi.”
Menurut James Clear untuk membangun sebuah kebiasaan baik, yang perlu menjadi fokus adalah sistem dan bukan goals. Serta sistem itu dibangun atas dasar identitas diri.
Misalnya, jika kita percaya kita berusaha berubah dari orang yang selalu berantakan menjadi terorganisir, kita perlu percaya bahwa kita adalah orang yang terorganisir. Dengan memasang identitas diri yang baru sebagai orang yang terorganisir, secara perlahan kita akan membangun sebuah sistem untuk menuju identitas tersebut. Sehingga menjadi rapi bukanlah sebuah goals tetapi sebuah proses menjadi orang yang terorganisir.
Bagaimana dengan Sebung? Menurut saya Sebung telah melewati jebakan untuk fokus pada pencapaian angka pekan, tetapi telah fokus pada membangun identitas pada para penggeraknya menjadi seorang giver atau orang dermawan. Mengajak orang yang gemar untuk berbagi dengan slogan Semangat Berbaginya.
Saya begitu yakin, bahwa penggerak-penggerak Sebung secara alam bawah sadar menyematkan identitas diri sebagai orang yang memiliki semangat berbagi.
Ini adalah sebuah sistem yang begitu kuat membangun orang-orang yang berada di lingkaran Sebung. Tidak heran bila kemudian, “lulusan-lulusan” Sebung meski tidak lagi berada di Sebung ataupun di Surabaya, mereka beraktifitas dengan semangat yang sama. Semangat berbagi dengan organisasi, bentuk dan caranya masing-masing.
Angka 600 pekan bagi Sebung bukanlah sebuah pencapaian, tapi konsekuensi dari proses yang amat panjang. Saya sendiri tidak pernah membayangkan Sebung akan mencapai angka ini. Akankah suatu ketika Sebung mencapai 1.000 pekan? Saya percaya itu bisa terjadi bila pola kebiasaan yang sama tetap dijalankan.
Bayangkan bila Sebung telah mencapai 1.000 pekan dengan telah menginspirasi ratusan pemuda dengan identitas orang yang gemar berbagi. Mungkin akan ada berbagai macam kebaikan yang akan terjadi.
Sekali lagi, saya ingin mengapresiasi Sebung karena telah memberikan inspirasi kehidupan yang tidak akan pernah saya lupakan. Inspirasi yang sempat menyelamatkan jiwa dan nyawa saya dari kematian dan membuat saya kembali bangkit dan beridir sebagai seorang penyintas.
Akhirnya, tulisan ini menjadi bentuk kado sederhana saya untuk ulang tahun Sebung yang ke-6.
Lewat tulisan ini, saya berusaha untuk memaparkan sedikit analisis mengapa Sebung bisa berhasil sejauh ini. Sehingga harapannya, tidak hanya bermanfaat untuk Sebung saja, tetapi juga untuk komunitas-komunitas yang lain yang membawa inspirasi kebaikan.
Analisis ini memang masih begitu dangkal dan mentah. Saya mengakui itu, tapi memang tujuan saya adalah agar kawan-kawan yang membaca bisa mulai untuk mengeksplorasi lebih jauh. Lebih-lebih melakukan penelitian dibidang komunitas dengan studi kasus Sebung Surabaya atau jaringannya.
Salam inspirasi, selalu semangat berbagi Sebung Surabaya.
Tulisan ini diikutkan dalam kegiatan #Sabtulis (Sabtu Menulis) yang mengajak menuliskan gagasan, catatan, cerita dan ekspresi melalui tulisan secara rutin di hari Sabtu. Mengenal diri, mengapresiasi diri, menjadi percaya diri.