Menciptakan Abu Harapan

Saat habis terbakar namun kembali dengan polar kekuatan

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata
4 min readApr 12, 2022

--

Ioannis Ritos / pexels.com

Era teknologi dibangun dari sebuah api semangat kemajuan yang hebat. Berbagai impian dan konsep utopia perlahan dan pasti diraih satu per satu oleh manusia. Tidak sampai lima ratus tahun kemudian, peradaban manusia begitu maju dan berkembang. Jelas tiada yang menyangka seperti apa jadinya peradaban ini lima abad yang lalu. Tapi Siapa yang sangka, kemajuan itu juga ada harganya: abu.

Kita mungkin pernah dengar di sekolah tentang kekalan energi. Tidak ada satupun energi yang musnah tanpa berubah bentuk dari wujud yang satu ke wujud lainnya. Sama seperti api yang panas lalu menghilang meninggalkan abu.

Bagaimana dengan api semangat? Jika percaya dengan hukum, api semangat juga akan mengalami hal serupa. Hilang lalu tinggal menjadi abu. Hanya saja, abu itu tidak serta merta terlihat kasat mata, hanya mengendap dalam kalbu dan pikiran menjadi jejak hitam yang menjadi awan menghalangi sinar dan menciptakan kegelapan.

Generasi penuh kemajuan saat ini bagai api yang membakar tanaman tanpa henti. Penuh obsesi meraih sana sini, mencari cara untuk mengekspresikan diri. Siapa yang tidak kenal media sosial saat ini? Media yang penuh dengan referensi untuk kita saling membandingkan pencapaian setiap hari. Siapa yang tidak ingin menjadi bagian dari peradaban ini? Kemajuan yang pasti, digaungkan menjanjikan perubahan nasib dan capaian mimpi.

Sayang, realita dan mimpi bukan hal yang bisa begitu saja dicapai dengan api. Semangat yang menggebu tidak pasti menjadi kenyataan dan keberhasilan. Kadang berhasil, kebanyakan malah kegagalan tanpa hasil. Frustasi dan bukannya membara menjadi api, tapi menjadi bara dan perlahan lenyap menjadi abu.

Ini bukan cerita tentang sains bukan pula tentang fiksi sains. Tapi tentang fenomena pandemi, bukan patogen virus yang entah siapa yang menciptakan. Ini tentang pandemi yang lahir secara kolektif dari sesuatu yang tidak kita sadari dari sesuatu yang sebenarnya diniatkan untuk kebaikan umat manusia. Sebuah pandemi hilangnya semangat hidup dalam benak banyak manusia yang entah kemana perginya.

Kita saksikan bagaimana negara-negara maju dengan segala impiannya, tidak memberikan jawaban tentang kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. Warganya dicekoki dengan impian-impian besar yang entah kapan usainya. Seakan tidak ada ujung dari sebuah pertumbuhan dan pencapaian.

Secara kolektif peradaban memang kita harus terus untuk tumbuh. Menyelesaikan masalah-masalah dan berinovasi untuk peradaban yang lebih baik. Namun bagi individu, beban pertumbuhan itu ada dan menimpa tanpa kita tahu dari mana asalnya.

Tiba-tiba saja rasa itu menjadi hambar. Kebosanan yang tiada hentinya dan harapan yang dulu pernah ada, berubah menjadi kebencian dan rasa muak yang mengerikan. Dingin dan mengigit setiap sendi.

Nasehat kemudian berdatangan, perintah untuk mencari pertolongan. Sakit tanpa luka ini perlu diobat kata mereka. Entah bagaimana cara kerjanya, dengan konseling dan terapi abu yang tergeletak itu bisa bermanifestasi menjadi makhluk yang baru. Tidak ada jawaban yang pasti.

Di tengah skeptis diri, kita terus bertanya apa yang bisa menjadi jalan keluar. Ada yang cerah terang benderang dan menenangkan, ada pula yang gelap mengerikan dan mematikan.

Inilah pertarungan yang terjadi setiap saat kita menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Bertanya-tanya apakkah ada makna yang bisa disadari. Manfaat apa yang bisa didapat dari rutin yang menjemukan kecuali slip gaji yang ditunggu di akhir bulan. Tentu dengan bumbu omelan atasan, cacian dan protes klien yang menjadi pemandangan setiap hari.

Apakah ini cara hidup yang benar? Kita bertanya pada diri. Saya sendiri tidak tahu bagaimana menjawabnya. Satu hal yang pasti, mereka yang mencintai kita adalah alasan yang pasti untuk kita bisa terus melangkah dan berpendar. Selama mungkin, semaksimal mungkin. Meski mulut kita juga dengan pedih menafikkan mereka yang berusaha peduli.

Bayangan cermin menampakkan sosok yang ngeri. Ini bukan sosok yang kita kenali. Bukan sosok yang punya visi dan misi untuk generasi. Tapi hanya seonggok manusia tanpa jati diri yang kini masih diselimuti gelap yang sunyi.

Kita perlu menyadari, ada titik dalam diri yang ingin kembali. Tertawa, tersenyum manis, dan berbahagia lagi. Hanya saja dia bersembunyi seperti anak yang lari dari amukan dunianya sendiri.

Janganlah terlalu galak pada diri, kata mereka yang bijak. Tapi kita mendengarnya hanya sebagai sajak. Anggap saja angin lalu yang menipu kita untuk bermalas dan menunda kerja kontrak yang menghidupi dan mengebul dapur masak.

Lika-liku realita memang tidak seindah mimpi dan angan lamunan. Kenyataan sebagaimana sifatnya adalah menua dan menjadi renta. Kepuasan memudah, keinginan menghilang, ambisi tenggelam sementara keabadian menjanjikan sebaliknya. Entah mana yang benar, tapi yang jelas kita sudah menyaksikan realita yang benar adanya. Bagaimanapun segalanya adalah dinamika.

Naik turunnya momen dalam hidup kita adalah sesuatu yang niscaya. Begitu pula dengan para api yang membara, akan menjadi abu suatu ketika. Tapi dengan keajaiban, abu akan menjadi senyuman. Tidak peduli dalam bentuk apa dia.

Tidak ada yang tidak penting dalam hidup kita. Syukuri apa yang pernah terjadi dalam berealita. Sebab apa yang tidak terjadi belum tentu menjadi hal yang terbaik untuk panca indra. Orang lain boleh aja menganggapmu gila, orang lain boleh saja melenyapkan memorinya tentang kita, tapi kita harus tetap berterima kasih apa adanya.

Kita saat ini, adalah hasil dari masa lalu kita. Begitu pula capaian dan pijakan kaki saat ini yang tidak akan terjadi kecuali kita melangkah di hari pertama. Masa lalu bukanlah ruang yang nyata. Setidaknya untuk kita di saat sekarang apalagi masa depan.

Jangan khianati harapan kita. Temui dia dengan tawa di depan mata. Bersama air mata yang bercucuran mengasini lidah yang tersenyum dalam suka cita.

Selamat berkarya, semoga harapanmu bisa terus hidup melampaui abu.

--

--

Bagus Ramadhan
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata

Produsen konten berpengalaman 8+ tahun. Telah memimpin projek konten untuk 5+ Brand teknologi & menghasilkan 1 juta lebih traffic. Hubungi bagusdr@teknoia.com.