Photo by Florian Klauer on Unsplash

Semesta, hari ini aku terlahir.

Entah, terkadang aku bertanya pada semesta. Mengapa aku terlahir? Namun semesta tak pernah menjawab, ia hanya memberikan jawaban-jawaban singkat yang terkadang sulit untuk dipahami — Menyakitkan.

Setiap jawaban, memberi pelajaran. Beberapa pertanyaan, tak butuh jawaban. Lantas apa yang semesta inginkan? Bukankah aku terlahir tanpa mengucap sumpah serapah? Terlahir sebagai insan yang lemah bahkan tak berdaya, menerima takdir.

Tak semua manusia sekuat yang dikira. Air mata mereka tumpah di depan semesta. Samudera menjadi asin karenanya. Mereka tak siap menerima semua pertanyaan itu. Lalu mengapa manusia terlahir, jika hanya menerima kenyataan bahwa mereka tak bisa menjawab.

Suatu saat, ketika tubuh ini terlelap dan dipenuhi keputusasaan, Semesta berbaik hati kepadaku. Ia berbisik lirih~

Hati itu jawabannya.

Terima kasih semesta, telah mengajarkan banyak hal. Karena mu hati ini terlanjur kuat, tak seperti dulu yang lemah dan rapuh. Terima kasih, telah berjuang hingga titik ini. 7,305 hari berlalu.

--

--

Shulthan Labib
Tulis Aja — Lubuk Ekspresi Kata

Seorang pemuda yang sedang mencari jati dirinya, anak kesayangan semesta.