Film Tengkorak: Pendobrak Genre yang Patut Diapresiasi

UGMtoday
UGMtoday
Published in
3 min readOct 22, 2018
Sumber: KR Jogja

Harus diakui, eksplorasi dan produksi karya bergenre fiksi ilmiah atau yang lebih populer disebut science fiction (sci-fi) masih teramat jarang ditemui di Indonesia. Jangankan pada industri film. Pada industri lain seperti novel contohnya, publik akan dibuat kebingungan mencari siapa tokoh penulis fiksi ilmiah asal Indonesia yang serius menggarap genre ini kecuali barang satu-dua orang.

Padahal, jika kita membandingkan dengan karya-karya besar luar negeri, para penonton Indonesia acapkali dibuat kagum dengan film-film yang bermain di genre ini. Sebutlah film-film lawas seperti The Terminator dan Jurassic Park, hingga Interstellar yang menjadi salah satu yang terbaik pada medio 2010an.

Sedangkan di dalam negeri, produksi film masih berkutat pada genre yang itu-itu saja. Produksi film drama masih mendominasi pada tahun 2017 lalu. Diikuti film bergenre horor, dan juga komedi.

Jika menggunakan kacamata ekonomi, sebenarnya sah-sah saja. Toh jumlah penonton film lokal pun berkutat di ketiga genre tadi. Jadi terbilang masih cukup wajar. Ada konsumen, ada produsen ~

Namun di tengah kejumudan film yang itu-itu melulu, ada sebuah keberanian yang ditunjukkan kawan-kawan kita dari Sekolah Vokasi (SV) UGM. Di bawah asuhan Bapak Wikan Sakarinto selaku Dekan SV UGM sekaligus sebagai Eksekutif Produser film, ditelurkanlah sebuah karya fiksi ilmiah karya anak bangsa berjudul Tengkorak.

Film berdurasi 130 menit ini merupakan buah karya dari kerja keras seluruh sivitas akademika UGM, wabilkhusus program studi D3 Komputer dan Sistem Informasi (Komsi) dengan sumbangan sarana dan juga prasarana yang diberikan.

Tengkorak bercerita tentang temuan mengagetkan fosil manusia sepanjang 1.850 meter usai gempa mengguncang Yogyakarta pada tahun 2006. Temuan ini menggemparkan dunia dan memicu perdebatan yang tiada habis. Termasuk di dalamanya para pemuka agama, ilmuwan, hingga masyarakat biasa yang dibuat kebingungan dengan temuan mahadahsyat ini.

Lebih dari satu dekade berlalu. Belum ada satu pihak pun yang mampu menjelaskan mengenai fenomena ini. Pemerintah Indonesia yang memilih tertutup mengenai situs temuan ini mendapat tekanan dari komunitas internasional yang menaruh minat pada penemuan tengkorak yang mengejutkan.

Semua serba tertutup dan hati-hati. Sampai-sampai, ilmuwan dan para pekerja yang bekerja di area situs di bawah naungan Badan Penelitian Bukit Tengkorak (BPBT) harus selalu dikawal tentara berlaras panjang setiap waktu.

Pemerintah Indonesia menjaga betul situs tengkorak yang berharga ini. Hingga dibentuklah Tim Kamboja, sebuah tim yang bertugas untuk membunuh para calon korban yang lis namanya sudah diberikan pemerintah.

Yos, salah satu tokoh yang diperankan oleh Yusron Fuadi selaku penulis naskah dan juga sutradara, tergabung sebagai salah satu algojo pemerintah di Tim Kamboja yang kontroversial dan banyak diperbincangkan media.

Sampai pada suatu saat, Yos mendapatkan kabar korban terbaru Tim Kamboja melalui grup WhatsApp yang ia tergabung dalamnya. Ia adalah Ani, yang diperankan Eka Nusa Pertiwi, aktris lulusan ISI Yogyakarta yang sudah membintangi beberapa film nasional.

Melihat kabar tersebut, Yos segera berlari menuju kamar indekos Ani dan membunuh rekannya dari Tim Kamboja yang saat itu hendak membunuh Ani. Ani pun akhirnya diselamatkan dan diajak bersembunyi oleh Yos ke sebuah menara pengawasan milik BPBT.

Pengkhianatan Yos dari Tim Kamboja ini menjadi sebuah konflik yang membuat cerita semakin menarik dan dinanti akan seperti apa film ini berakhir.

Namun, jujur saja. Dalam menikmati Film Tengkorak ini dibutuhkan niat dan konsentrasi ekstra. Sebab, premis dari cerita dirasa disampaikan terlalu panjang dan bertele-tele. Alur cerita yang dibawakan pun dalam beberapa bagian terasa membingungkan dan membuat saya bertanya-tanya dan harus berpikir lebih lanjut mengenai apa cerita yang sebenarnya dibawa.

Tetapi satu hal lain yang harus diapresiasi ialah penggunaan Bahasa Jawa yang cukup dominan membuat Tengkorak menawarkan suatu hal yang menarik. Ditambah selipan guyon di beberapa dialog setidaknya memberikan kesan Tengkorak serius menggarap film dengan nilai-nilai lokal Yogyakarta yang menjadi latar film.

Terlepas dari beberapa kekurangan perihal teknis pengambilan gambar seperti kamera yang overshake tidak pada tempatnya, pergerakan kamera yang kurang halus, serta penggunaan beberapa shot yang sama dengan durasi terlalu lama, keberanian Yusron Fuadi dalam menggarap ide ini sangat patut diapresiasi.

Dengan modal seadanya untuk memproduksi sebuah film fiksi ilmiah, saya rasa Tengkorak menjadi teramat sayang untuk dilewatkan. Terlebih untuk sebuah dobrakan melawan genre yang mainstream di tanah air, Tengkorak menjadi sebuah permulaan yang menarik untuk memicu karya-karya fiksi ilmiah tanah air berikutnya.

--

--

UGMtoday
UGMtoday

Portal informasi gamatizen yang dikemas secara baru, berbeda, dan kekinian. Sama aku aja~ #ugmtoday #gamatizen