Pembangunan ‘Jurassic Park’ di Pulau Rinca: Ini Kata Mereka!

Whafir Pramesty
UGMtoday
Published in
5 min readNov 5, 2020
Sumber: tirto.id

Beberapa hari terakhir, media sosial digemparkan oleh sebuah foto yang memperlihatkan seekor komodo tengah berhadapan dengan truk pengangkut material yang digunakan pekerja untuk membangun geopark yang digagas pemerintah pusat sebagai “Jurassic Park” di Pulau Rinca, NTT. Merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo, Pulau Rinca menjadi salah satu habitat satwa komodo, yang termasuk hewan langka dan harus dilindungi.

Diunggah pertama kali oleh pemilik akun Instagram @gregoriusafioma, Jumat (24/10/2020), foto tersebut ditafsirkan sebagai bentuk penolakan komodo yang merasa keberatan jika habitat aslinya yang selama ini dilindungi, diganggu oleh proyek bangunan yang tengah berjalan.

Sebelumnya, pemerintah dikabarkan akan menyulap kawasan Taman Nasional Komodo, termasuk Pulau Rinca, menjadi destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark. Geopark merupakan konsep pariwisata yang mempertimbangkan keseimbangan antara konservasi, edukasi, dan peningkatan kesejahteraan.

Berdasarkan laporan CNN Indonesia, Jokowi menunjuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam proyek itu untuk membangun sejumlah sarana pariwisata yang meliputi kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, dan penginapan bagi peneliti.

Pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo merupakan bagian dari proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang disahkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melalui Perpres Nomor 32 Tahun 2018 tentang Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores. Namun, proyek pembangunan ini justru menimbulkan polemik dan perdebatan dari berbagai pihak.

Beberapa hari lalu, warga Twitter beramai-ramai menaikkan #SaveKomodo pasca beredarnya foto komodo berhadapan dengan truk proyek “Jurassic Park” tersebut. Tentu saja, banyak warganet menyayangkan proyek pembangunan yang bisa merusak lahan konservasi kadal terbesar di dunia itu. Terlebih, Taman Nasional Komodo merupakan salah satu destinasi eksotis dengan keindahan alam luar biasa yang perlu dilestarikan keasriannya. Lalu bagaimana tanggapan mereka?

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)

Dilansir dari IDN Times, Walhi mengecam segala bentuk pembangunan yang menghilangkan keaslian habitat komodo. Direktur Walhi NTT, Umbu Wulang, mengatakan pembangunan pariwisata premium ini akan berdampak buruk bagi keberlanjutan komodo.

Ia menjelaskan bahwa komodo merupakan jenis binatang yang soliter atau memiliki sifat penyendiri, kecuali saat musim kawin. Karena itu, sentuhan-sentuhan pembangunan yang berdampak pada perubahan habitat alamiahnya, tentu akan mengganggu keberadaan komodo.

Menurut Umbu, pemerintah melalui KLHK harus turun tangan menghentikan pembangunan skala besar di kawasan Taman Nasional Komodo. Walhi NTT meminta agar pemerintah provinsi dan nasional lebih fokus pada urusan sains dan konservasi kawasan ekosistem komodo, dibandingkan urusan pariwisata yang berbasis pada pembangunan infrastruktur skala besar yang merusak ekosistem komodo.

Dikutip dari CNN Indonesia, Koordinator Kampanye Walhi, Edo Rakhman, menilai langkah Jokowi melakukan komersialisasi pariwisata saat ini merupakan sebuah kesalahan besar. Apalagi, menurutnya, pembangunan itu berpotensi menghilangkan sifat alamiah dari ekosistem Pulau Rinca.

Edo menilai, pembangunan ‘Jurassic Park’ di Pulau Rinca ini juga akan menyingkirkan kehidupan masyarakat adat hingga menggerus tatanan perekonomian masyarakat di sekitar lokasi.

“Masyarakat adat dan atau masyarakat lokal, perlahan-lahan pasti akan tersingkir, termasuk tatanan ekonomi lokal komunitas akan hancur karena akan tergerus dengan ekonomi-ekonomi kapitalis yang akan masuk,” ucapnya.

Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF)

Dilansir dari CNN Indonesia, BOPLBF menyatakan pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo, termasuk di Pulau Rinca, bukan untuk merusak melainkan meningkatkan fasilitas pariwisata di habitat kadal raksasa tersebut. Pihaknya memastikan pembangunan dilakukan dengan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan keamanan dari satwa Komodo.

Direktur Utama BOPLBF, Shana Fatina, mengklaim pemerintah sudah pasti mengutamakan kelestarian dan keseimbangan ekosistem dalam proses pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo. Ia menjelaskan bahwa seluruh pembangunan di Loh Buaya hanya dilakukan di zona pemanfaatan dan proses pembangunan betul-betul memperhatikan semua aspek ekologi sesuai dalam kajian dampak lingkungan.

Lebih lanjut, dikutip dari Liputan6.com, pihaknya juga selalu terbuka untuk berkomunikasi dengan semua stakeholders baik masyarakat lokal, nasional, maupun internasional khususnya untuk menjelaskan rencana pengembangan pariwisata berkelanjutan di Taman Nasional Komodo. Terkait foto viral adanya truk yang ‘dihadang’ oleh seekor komodo, pihaknya mengatakan bahwa sebaiknya tidak ditafsirkan berlebihan.

“Sebaiknya kita tidak mengambil asumsi dari foto yang ada, karena persepsi bisa dibangun menjadi opini, bukan fakta,” tegasnya, seperti dikutip dari Liputan6.com, Senin (26/10/2020).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Dilansir dari CNN Indonesia, KLHK menyatakan bakal mengawasi jalannya proyek pembangunan ‘Jurassic Park’ di Pulau Rinca dan memastikan tidak ada satu pun komodo yang menjadi korban.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno, menegaskan setiap harinya ada setidaknya 10 ranger yang berjaga untuk memastikan pembangunan tidak membahayakan komodo. Pun dengan masyarakat sekitar yang diklaim turut mengawasi pembangunan.

Pihaknya menjelaskan terdapat 15 ekor komodo yang sering berkeliaran dari 60 ekor komodo yang berada di 500 hektar wilayah pulau yang sedang dibangun. Sedangkan di luar kawasan tersebut, katanya, masih ada 1.300 komodo yang berhabitat di Pulau Rinca. Ia menegaskan sisa komodo tersebut tidak berada di wilayah yang sedang dibangun.

Ia mengatakan pembangunan di Pulau Rinca dilakukan agar wisatawan tidak lagi bersinggungan langsung dengan komodo seperti sekarang. Serta fasilitas akan dibuat menggantung, sehingga wisatawan bisa melihat komodo dari atas.

Menurutnya, pembangunan di Pulau Rinca baru sebesar 30 persen, ia menargetkan selesai pada bulan Juni 2021. Adapun izin lingkungan, ia menyebut keluar pada 4 September 2020 dan telah memperhatikan dampak pembangunan terhadap habitat dan perilaku komodo. “Izin tersebut disusun sesuai dengan Permen LHK Nomor 16 Tahun 2020 tentang pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup,” ujarnya.

Masyarakat setempat

Dilansir dari Tirto.id, organisasi sipil setempat tetap menolak rencana pembangunan ekowisata ala ‘Jurassic Park’ karena dianggap telah memprivatisasi ekowisata komodo dan merusak habitat dengan betonisasi pulau. Penolakan tersebut berlangsung sejak 2018. Gerakan penyelamatan komodo melalui demonstrasi telah berlangsung empat kali, namun tahun ini terhenti karena pandemi Corona.

Meskipun pembangunan tetap dikebut, masyarakat sipil setempat tak tinggal diam. Sepucuk surat dikirim oleh tiga lembaga Forum Masyarakat Peduli Pariwisata (Formapp) Manggar Barat, Sunspirit for Justice and Peace, dan Garda Pemuda Komodo. Ketiga lembaga menyurati Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Persatuan Bangsa Bangsa (UNESCO) dan Program Lingkungan PBB (UNEP).

Dalam surat tertanggal 9 September 2020, mereka meminta utusan dua lembaga internasional mengunjungi taman nasional dan mengingatkan pemerintah bahwa konsep ‘Jurassic Park’ berbahaya bagi kelestarian komodo. Mereka juga mendesak UNESCO untuk mencabut status Taman Nasional Komodo sebagai situs warisan dunia yang disandang sejak 1991.

Dikutip dari BBC News, Gregorius Afioma, peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace yang berbasis di Labuan Bajo mengatakan izin yang diberikan KLHK untuk pembangunan sarana pariwisata di Pulau Rinca dan Padar bertolak belakang dengan apa yang sudah diajarkan mereka dalam merawat kawasan konservasi. Afi keberatan dengan proses dan tujuan pembangunan ‘Jurassic Park’ di sana.

--

--