Strategi Marketing Burger King: Merendah untuk Meroket?

Whafir Pramesty
UGMtoday
Published in
3 min readNov 8, 2020
Sumber: Instagram @burgerking.id

Burger King sukses menghebohkan warganet baru-baru ini. Melalui akun Instagram resminya, perusahaan tersebut memposting sebuah pengumuman berjudul “Pesanlah dari McDonald’s” pada Selasa lalu (3/10).

Dalam pesannya, Burger King mengajak pelanggan untuk membeli produk pesaingnya seperti McDonald’s, KFC, Wendy’s, Pizza Hut, J.co, hingga Warteg (Warung Tegal) dan gerai makan independen lainnya. Mengingat pandemi yang menjadi tekanan bagi sektor makanan dan minuman alias food and beverages (FnB), disebutkan bahwa semua restoran yang memiliki ribuan karyawan membutuhkan pertolongan saat ini. Kampanye ini pun menarik simpati warganet dan viral dalam waktu singkat di media sosial.

Dilansir dari detikFinance, pemerhati marketing Yuswohady mengatakan aksi yang dilakukan Burger King disebut dengan istilah empathic marketing. Di saat-saat pandemi seperti ini, kata Yuswohady, memang sedang meningkat yang namanya empathic society dimana orang-orang cenderung memiliki rasa empati yang tinggi untuk menolong satu sama lain agar dapat bertahan hidup. Dengan mengadopsi pendekatan tersebut sebagai bagian dari strategi marketing, Burger King dinilai mampu membaca peluang di masa pandemi seperti sekarang ini.

“Burger king meng-adopt yang namanya pendekatan society empathic, dengan melakukan empathic marketing, jadi dia bungkusnya bukan jualan tapi bungkusnya adalah empati,” ujar Yuswohady kepada detikcom, Kamis (5/11/2020).

Tujuannya tentu saja untuk menarik orang-orang agar membeli makanan cepat saji, lantaran keinginan masyarakat membeli makanan di luar turun drastis selama pandemi. Namun, karena tak mau terkesan egois dengan memasang iklan yang hanya mempromosikan dagangannya sendiri, Burger King juga mencantumkan nama-nama produk pesaingnya. Sebab, perhatian yang ingin ditarik Burger King dari pelanggan adalah soal nasib para karyawan yang bekerja di gerai makan independen, terutama restoran cepat saji. Tanpa adanya gerakan masif dari para pelanggan, mereka kian terancam.

Namun, mengapa yang mereka tekankan dan dipasang sebagai judul adalah McDonald’s? Dilansir dari Voi.id, Yuswohady mensinyalir ada intrik di dalamnya, dimana Burger King hanya ingin “mencari muka” dengan postingannya tersebut.

“Mengapa mencari muka? Karena secara pangsa pasar, Burger King jauh di bawah McDonald’s yang punya pasar jauh lebih besar,” ujar Yuswohady kepada VOI, Kamis (5/11/2020).

Menurutnya, Burger King berupaya melakukan strategi merendah untuk menaikkan reputasi brand dari unggahan yang viral di jagat media sosial tersebut. Istilahnya pemain kecil menembak pemain besar. Hal ini membuat McDonald’s kecolongan dalam hal kreativitas di tengah pandemi. Sebagai sesama pemain di sektor food and beverages (FnB), apa yang dilakukan Burger King Indonesia dinilai cerdas.

Kendati demikian, aksi Burger King tersebut belum tentu ampuh menarik masyarakat membeli makanan cepat saji di restonya maupun pesaingnya. Pun belum tentu meningkatkan penjualan secara drastis dalam waktu dekat. Menurut Yuswohady, yang dilakukan Burger King lebih kepada promosi brand, pengaruhnya akan terasa dalam jangka panjang. Hal ini efektif dalam membentuk brand reputation, brand image, dan awareness.

Melansir dari CNBC Indonesia, Yuswohady menilai trik marketing semacam ini tepat dilakukan oleh perusahaan atau merek untuk menarik simpati daripada strategi hard selling. Pada masa pandemi, menurutnya, strategi hard selling kurang tepat dilakukan seperti berjualan di pinggir jalan yang malah menurunkan reputasi dan belum tentu efektif.

Hal serupa disampaikan oleh pakar marketing Hermawan Kartajaya. Namun, sedikit berbeda dari Yuswohady, menurut Hermawan, bukan empati yang sedang ditonjolkan oleh Burger King, melainkan ada hal lain.

Dilansir dari detikFinance, Hermawan menyampaikan Burger King melakukan smart advertising di mana perusahaan menonjolkan produknya dengan menyebut produknya yang terbaik, namun kemudian menutup kalimat itu dengan menganjurkan pelanggan membeli juga produk dari kompetitor.

Dilansir dari Medcom.id, Hermawan menjelaskan strategi iklan seperti ini lebih cocok diterapkan di negara-negara yang tingkat edukasinya tinggi, karena mereka sudah memahami itu. Bahkan, menurutnya, strategi tersebut malah bersifat merendahkan. Ia menambahkan strategi ini pada prinsipnya bagus untuk menciptakan perhatian dan lumrah dipakai di negara-negara Barat. Namun, jika diterapkan di Indonesia belum tentu efektif karena terkesan menyindir para pesaingnya dan menganggap merek mereka tidak laku di pasaran. Padahal, Hermawan melihat para pesaingnya ini sudah mempunyai pasarnya sendiri.

“Memang pertama kali (strategi marketing model Burger King) di Indonesia. Ini kan dari Amerika, dibawa ke Indonesia. Kalau di Amerika biasa kok begini karena itu memang smart, bagus. Cuma cari musuh kalau di Indonesia, yang lain mangkel nanti,” ujar Hermawan kepada Medcom.id, Kamis (5/11/2020).

--

--