Forum Telaah UU Ciptaker yang Diadakan UGM Tak Lebih dari Sekadar Sosialisasi

M. Sulthan Farras, Ketua BEM KM UGM, menyatakan bahwa ia dan jajaran pengurus BEM KM menarik diri dari forum yang diselenggarakan oleh UGM yang bekerja sama dengan Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) Selasa (17/11) lalu. Forum seminar daring yang bertajuk “Telaah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja” menghadirkan tiga orang menko, satu menteri, dan enam akademisi yang turut terlibat dalam perumusan UU Cipta Kerja sebagai narasumbernya. Setelah ditelaah lebih lanjut, forum tersebut memang tidak lebih dari sekadar sosialisasi semata.

Safira Aulia Tamam
UGMtoday
4 min readNov 21, 2020

--

Forum “diskusi” berjudul “Telaah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja” ini dihadiri berbagai politisi nasional dan akademisi UGM yang bergerak di bidang yang terkait dengan UU ini. (Sumber foto: Twitter @sulthanfarras_)

“Arah forum sudah dapat ditebak dari komposisi pembicara, yakni ada lima politisi sekaligus dalam forum dengan tajuk ‘telaah’. Apa yang ditelaah jika tiga menko, satu menteri, dan beberapa akademisi pemateri sudah terlibat proses pembahasan UU Cipta Kerja?” tulis Sulthan dalam twitnya, Selasa (17/11).

Melalui utas di akun Twitternya, @sulthanfarras_, Sulthan menyatakan bahwa awalnya pihak BEM KM lah yang mendorong rektorat UGM untuk menyelenggarakan sebuah forum terbuka akademis untuk menelaah undang-undang yang menuai kontroversi tersebut.

Dalam audiensi yang diadakan oleh pihak BEM KM UGM kepada rektorat 23 Oktober lalu, pihak UGM telah sepakat untuk mengadakan suatu forum terbuka akademisi untuk mengulas dan mengambil sikap atas UU No. 11 Tahun 2020 tersebut. Akan tetapi, setelah BEM mengajukan konsep forum dan usulan narasumber kepada Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Djagal Wiseso Marseno selaku pihak yang berwenang dalam akomodasi aspirasi, wewenang pengadaan forum pun diserahkan ke Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Paripurna.

Sulthan pun kemudian mengaku bahwa pihaknya telah berusaha menghubungi Paripurna, tetapi tidak mendapat respon sampai tanggal 4 November.

“Tiba-tiba pada tanggl 15 November pukul 20.48 saya dihubungi oleh Pak WR 3 (Paripurna), dengan menerima ToR (Term of Reference) dan poster yang telah mencantumkan foto dan identitas saya. Karena saya membuka pesan beliau sudah larut malam, saya merespon keesokan harinya dnegan menyatakan (bahwa saya) keberatan atas bentuk forum serta menarik diri dari forum,” terang Sulthan dalam salah satu cuitan di utasnya.

Pihak UGMtoday sendiri telah berusaha menghubungi Sulthan untuk mendapat keterangan lebih lanjut. Akan tetapi, hingga kabar ini ditulis pun kami belum mendapat respon darinya.

Forum Telaah yang Berbau Sosialisasi

Webinar yang diselenggarakan oleh pihak rektorat UGM bersama Kagama tersebut pun berjalan sesuai perkiraan Sulthan dalam cuitannya sebelumnya. Webinar yang diikuti oleh ribuan orang ini menelaah UU Cipta Kerja melalui berbagai perspektif, di antaranya soal persyaratan investasi dan kemudahan berusaha, ketenagakerjaan, administrasi pemerintahan, ketetuan sanksi, dan penyederhanaan perizinan tanah dan pengendalian lahan.

Dalam topik ketenagakerjaan, Prof. Tajuddin Noer Effendi dan Ganjar Pranowo menyatakan bahwa hadirnya UU Cipta Kerja ini akan membuat Indonesia menjadi negara yang dapat memimpin laju ekonomi ASEAN. Hal ini dikarenakan UU Cipta Kerja dinilai akan mempercepat transformasi ekonomi Indonesia.

Isu terkait tenaga kerja yang dirugikan dengan adanya UU ini pun dibantah oleh kedua narasumber. Misalnya saja terkait pesangon setelah tenaga kerja di-PHK. Ganjar berdalih bahwa upah pesangon akan tetap ada, hanya saja tidak lagi ditentukan melalui diskusi antara pengupah dan pekerja, tetapi ditentukan langsung oleh pengupah.

Selanjutnya, Prof. Nindyo Pramono selaku perwakilan klaster persyaratan investasi dan kemudahan berusaha menjelaskan bahwa UU ini akan memudahkan UMKM dalam membentuk Perseroan Terbatas (PT). UU ini juga diharapkan dapat meningkatkan peringkat easy doing business Indonesia yang kini berada di angka 72.

Sedangkan dalam hal pertanahan, Prof. Nurhasan Ismail menyatakan bahwa UU ini akan memudahkan dan memotong birokrasi perizinan lahan usaha yang sebelumnya rumit. Meski begitu, perkara perizinan ini tetaplah menuntut proses kerja yang serius.

“UU ini nantinya akan memberi kemudahan perizinan. Sederhana dan singkat, tanpa mengabaikan kepastian hukum, keadilan, dan kebermanfaatan bersama, termasuk kepastian (kelestarian) lingkungan,” jelasnya dalam webinar tersebut.

Dalam klaster pemerintahan, Andi Sandi berpendapat bahwa UU ini mempertegas kembali unitary executive (pemegang kekuasaan ada di pusat, bukan di daerah, pemerintah pusat membuat kesatuan regualsi di daerah otonom). Menurutnya, inti dari omnibus law pada UU terkait cipta kerja ini adalah untuk memperpendek birokrasi sehingga mempermudah terciptanya lapangan pekerjaan.

“Daerah yang ngeyel dengan sinkronisasi ini akan disanksi, dan rencana pembangunan daerah harus didasarkan pada komunikasi dan riset,” cetus Andi dalam penjelasannya di webinar tersebut.

Meski para narasumber menunjukkan keberpihakan mereka dalam isu ini, mereka pun tetap mengakui bahwa terdapat “sedikit” kekeliruan dan kelemahan dalam perumusan dan komunikasi pemerintah pada masyarakat.

“Para pembuat UU Cipta Kerja ini hanya mengejar substansi tapi tidak ada sinkornisasi sanksi, sehingga terjadi gap antar UU dan gap soal pelanggaran administrasi dan pidana,” kata Prof. Edward Hiariej dalam sesinya terkait ketentuan sanksi dalam UU kontroversial ini.

Mundurnya Sulthan dan BEM KM dari diskusi ini pun menimbulkan pertanyaan dari banyak pihak. Salah satu alasan yang mungkin adalah akibat kekecewaannya dan BEM KM pada pihak rektorat.

“Dengan adanya kegiatan tersebut, jujur saya salut dengan berbagai usaha pimpinan UGM untuk tetap satu frame dengan penguasa negara. Begitu rela mengorbankan integritas dan akar kerakyatan Gadjah Mada. Jika nalar kritis dikooptasi, lalu berpegang pada apa lagi para akademisi?” tulisnya di akhir utasnya tersebut.

Menanggapi hal tersebut, pihak UGMtoday pun telah mencoba menghubungi Dr. Iva Ariani selaku bagian Humas UGM dan Prof. Paripurna selaku penyelenggara acara tersebut. Akan tetapi hasilnya pun nihil. Saat menghubungi Iva, kami diminta untuk menghubungi Paripurna selaku penanggung jawab acara tersebut. Setelah kami hubungi, Paripurna mengatakan sedang meeting dan meminta kami menghubungi sore hari. Namun sampai tulisan ini dibuat, Paripurna tidak memberikan tanggapan lebih lanjut setelah berulang kali kami hubungi.

--

--

Safira Aulia Tamam
UGMtoday

Not a really journaling type of person but oh well 🤷🏻‍♀️