Unnes Cabut Skorsing Mahasiswa Pelapor Rektor, Namun Enggan Beberkan Alasan

Unnes mencabut hukuman skorsing terhadap Frans, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unnes yang melaporkan Rektor Unnes Fathur Rohman ke KPK. Frans menduga pencabutan itu atas desakan Kemendikbud sementara pihak kampus memilih bungkam.

Whafir Pramesty
UGMtoday
3 min readJan 9, 2021

--

Para mahasiswa melakukan aksi demo di Kantor Dekanat Fakultas Hukum Unnes. (Sumber foto: Tribun Jateng/M Zainal Arifin)

Frans Josua Napitu, mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) akhirnya terbebas dari sanksi skorsing enam bulan yang diberikan kampusnya sendiri beberapa waktu lalu. Pencabutan skorsing disampaikan secara resmi melalui Surat Fakultas Hukum Unnes nomor B/9075/UN37.I.8/KM/2020 tertanggal 28 Desember 2020 yang ditandatangani Rodiyah, Dekan FH Unnes. Disebutkan bahwa keputusan itu diberikan setelah pihak dekan melakukan komunikasi dengan orang tua Frans, seperti yang diarahkan oleh Rektor Unnes Fathur Rohman melalui surat resmi kepada Dekan Fakultas Hukum. Dengan dicabutnya skorsing, Frans dapat kembali aktif dalam kegiatan akademik.

Sebagai kilas balik, Frans merupakan mahasiswa hukum tingkat akhir yang sempat dipulangkan oleh pihak kampus pada pertengahan November lalu usai melaporkan rektor ke KPK terkait dugaan korupsi dana mahasiswa. Dalam surat yang dikeluarkan Dekan FH Unnes itu, Frans dinilai mencoreng nama baik kampus atas beberapa perbuatan.

Keputusan tersebut menurut Rodiyah beberapa waktu lalu, bukan serta-merta karena Frans melakukan pelaporan ke KPK, namun karena pembinaan-pembinaan yang sudah dilakukan pihak kampus ternyata tidak berdampak.

Baca juga: Mahasiswa Hukum Unnes Diskors Enam Bulan karena Laporkan Rektor ke KPK

Sebelumnya, teguran diberikan kepada Frans atas beberapa perbuatan, seperti menyampaikan tuduhan adanya plagiasi yang dilakukan rektor, memimpin aksi yang menuduh rektor melakukan penindasan, hingga unggahan di media sosial tentang dukungan terhadap kelompok separatis di Papua.

Saat ini, Frans dinyatakan bisa kembali berkuliah sesuai hak dan kewajibannya. Saat merilis keputusan, Dekan FH Unnes Rodiyah mengungkapkan pencabutan sanksi skorsing direkomendasikan sendiri oleh rektor. Namun, tidak dijelaskan terkait alasan yang mendorong Fathur Rokhman berubah pikiran. Sedangkan menurut Rodiyah, orang tua Frans sudah proaktif menjalin komunikasi yang baik dengan pihak kampus untuk bersama-sama membina Frans agar dapat menyelesaikan studi.

“Dengan respons positif dan baik dari Pak Pordinan Napitu (orang tua Frans) tersebut, maka Dekan FH telah memutuskan mahasiswa atas nama Frans Josua Napitu dapat melaksanakan kembali kegiatan akademiknya,” ungkapnya, sebagaimana dilansir Kompas pada Jumat (1/1).

“Yang diharapkan Fakultas Hukum adalah komunikasi dan kerja sama yang baik antara orang tua mahasiswa dan Fakultas Hukum,” tambahnya.

Humas Unnes Muhamad Burhanudin juga tak menjelaskan dasar keputusan tersebut. Beliau hanya meminta publik percaya bahwa segala keputusan ada alasannya saat ditanyai alasan pencabutan skorsing tersebut.

“Kita di pihak kampus selalu memakai prosedur dalam mengambil keputusan. Ada prosesnya, ada dasarnya, sanksi untuk Frans punya dasar, demikian pula dengan pencabutan sanksinya,” ujar Burhanudin kepada CNN Indonesia.

Sementara itu, Frans menolak percaya keputusan itu semata-mata hasil rekomendasi rektor. Frans meyakini pencabutan skorsing atas dirinya tak terlepas dari adanya campur tangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan murni dari pihak fakultas ataupun universitas.

“Saya berkeyakinan pencabutan skorsing atas dasar rekomendasi Kemendikbud, bukan semata-mata murni dari Unnes. Jadi Kemendikbud pastinya menegur keras Unnes,” jelas Frans kepada CNN Indonesia.

Oleh karena itu, Frans menuntut pihak kampus untuk menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf secara terbuka dengan menyertakan hasil temuan dan rekomendasi dari Kemendikbud sebagai pihak yang telah melakukan investigasi dalam kasusnya.

“Rektor serta Dekan FH Universitas Negeri Semarang harus menyampaikan klarifikasi serta permintaan maaf secara terbuka atas kekeliruan, kesewenangan dan beberapa tuduhan tidak berdasar itu,” tegas Frans.

Frans berasumsi Unnes mendapat teguran keras dari Kemendikbud sebab skorsing terhadapnya dianggap mencederai demokrasi dan semangat anti-korupsi.

Kebijakan diskors enam bulan pada 16 November 2020 lalu mengundang resistensi publik, mengecam tindakan kampus yang membungkam mahasiswa kritis. Pada 23 November, ratusan mahasiswa Unnes memadati kantor rektorat dan dekanat FH untuk melakukan aksi demo menuntut pencabutan skorsing yang dijatuhkan kepada Frans. Surat Keputusan pengembalian Frans kepada orang tua dinilai cacat hukum karena semua yang dituduhkan kepada Frans itu tidak benar.

“Ia [Frans] dituduh menjadi simpatisan OPM hanya dari jejak digital medsos. Padahal ia hanya melakukan aksi solidaritas atas nama kemanusiaan,” kata Ketua BEM FIK Unnes, Wahyu Suryono Pratama kepada Tribun Jateng.

Kemudian, pada 1 Desember, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim turun tangan mengatasi kasus Frans yang diskors karena melaporkan dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aliansi BEM SI menuntut Mendikbud Nadiem Anwar Makarim untuk segera mengambil langkah taktis maupun strategis dalam merespons dan menyelesaikan secara tegas berbagai masalah demokratisasi kampus.


Terjadi perubahan pada judul setelah dipublikasikan, dari yang semula “Unnes Cabut Skorsing Mahasiswa Pelapor Rektor, Unnes Enggan Beberkan Alasan” menjadi “Unnes Cabut Skorsing Mahasiswa Pelapor Rektor, Namun Enggan Beberkan Alasan” dikarenakan alasan teknis. — Redaksi UGMtoday.

--

--