Mengulik Fenomena Kaum Rebahan yang Kontra-Produktif

Ulfa Setyaningtyas
Ulfa’s Journal
Published in
3 min readJun 22, 2021
Photo by Tatiana Syrikova from Pexels

Banyak pertanyaan, juga pertentangan mengenai stereotip negatif mengenai kenyataan yang banyak terjadi sekarang ini karena selalu dikait-kaitkan dengan identitas generasi milenial. Generasi yang paling banyak menuai pro dan kontra dari generasi sebelumnya bahkan kalangan sendiri, sekarang kembali mendapat satu julukan baru yang disebut-sebut sebagai kaum rebahan. Banyak pula cuitan beredar yang semakin memopularkan istilah ini, ada yang menyebutnya battery-saving mode hingga money-saving mode agar rebahan terdengar lebih berkelas. Saya akui, generasi kita memang semakin kreatif.

Entah bagaimana julukan ini bisa menjadi begitu popular untuk menjustifikasi kurang produktifnya generasi milenial (Gen Y) dan Gen Z, namun sekali lagi, generasi milenial telah sukses menjadi pemeran utama didalamnya. Menurut hemat saya, istilah generasi rebahan ini menjadi popular karena nampaknya aktivitas rebahan telah menjadi aktivitas harian yang mengambil porsi cukup besar dalam kehidupan generasi milenial. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan hal itu. Hari ini, segala sesuatunya menjadi lebih mudah dengan masifnya perkembangan teknologi digital dan AI (Artificial Intellegence).

Saya kira, pernyataan ini terkesan bias, antara rebahan karena lebih efisien, akibat adanya kemudahan yang mendukung kemalasan atau memang hanya bagian dari kemalasan semata. Istilah generasi rebahan erat hubungannya dengan makna sebuah produktivitas. Kita bisa dikatakan produktif apabila menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Output ini tidak melulu soal menghasilkan sesuatu yang bersifat konkret seperti hasil kerja, namun juga yang dapat menambah pengetahuan atau mengembangkan pola pikir, misalnya seperti membaca buku atau berita. Tantangan utama berikutnya dari generasi milenial adalah kemudahan. Kemudahan adalah cara baru untuk lebih efisien sekaligus bisa menjadi media legitimasi kemalasan.

Di zaman milenial seperti sekarang ini, hanya dengan rebahan pun kita bisa menghasilkan dan menyelesaikan sangat banyak hal. Rebahan memungkinkan kita untuk menghasilkan uang tanpa perlu bepergian, makanan datang tanpa perlu ke restoran, belanja tanpa perlu ke pusat perbelanjaan, atau lebih mudahnya lagi bisa multi-tasking seperti makan sambil berbelanja, pekerjaan rumah pun bisa selesai tanpa perlu menyentuh alat rumah tangga, apalagi kita juga bisa olahraga virtual-hahaa. Apakah ini disebut kontra-produktif? Tidak.

Kalau yang kamu sering merasa kesal karena sering diomelin “Main hp teross!” oleh ibu kamu, sementara yang kamu lakukan hanya rebahan sambil guling-guling di kasur sembari menonton drakor satu judul satu malam, menonton random tayangan Youtube yang katanya lebih dari TV, khatamin story dan timeline media sosial, atau nostalgia chattingan gebetan atau mantan, benar saja kalau kamu bisa menjadi bibit-bibit unggul generasi rebahan. Ibu kamu hanya berusaha mengupayakan pencegahan lebih dini saja. Lain halnya jika yang kamu lakukan adalah hal yang produktif, meski terlihat tidak produktif.

Namun, jangan pula hal ini kamu jadikan alasan ketika persentase produktivitas yang kamu lakukan hanya sekian persen, sedangkan sisanya adalah kemalasan yang dikemas dalam bungkus ‘rebahan produktif’. Seharusnya berbagai kemudahan yang ditawarkan teknologi digital dan AI (Artificial Intellegence) menjadikan kita generasi yang lebih efisien dan semakin produktif karena banyak aktivitas yang pada akhirnya dapat kita lakukan secara bersamaan.

Sebagai bagian dari generasi yang disebut-sebut sebagai generasi rebahan ini, saya merasa untuk beberapa alasan, banyak orang dewasa yang masih beranggapan bahwa rebahan tidak dapat disebut sebagai aktivitas produktif terlepas dari apa yang output apa yang kita hasilkan dari rebahan itu. Sayangnya, meskipun demikian, masih banyak dari generasi kita yang memang lebih senang rebahan hanya untuk bersenang-senang dan bermalas-malasan. Wajar saja jika stereotip generasi rebahan masih sangat sulit ditepis.

Guna menepis stereotip tersebut seharusnya kita membuktikan bahwa ‘rebahan produktif’ bukan hanya alasan, namun usaha untuk menjadi lebih efisien dalam segala situasi. Akan lebih baik jika kita disebut sebagai generasi serba efisien daripada generasi rebahan yang didengar saja rasa-rasanya seperti nama lain untuk menyebut orang malas. Tujuan dari sebuah efisiensi adalah membuang usaha yang tidak perlu. Namun, efisien dan malas memiliki konotasi yang jelas berbeda bagaimanapun kita memandangnya meskipun keduanya sebenarnya adalah bagian dari hubungan sebab-akibat.

--

--