Point of View: Si Manis dari Critical Thinking

Adam Mukharil Bachtiar
Universitas Komputer Indonesia
3 min readAug 4, 2020

Disclaimer: Ini opini pribadi yang didasarkan pada studi literatur dan self-thinking. Boleh setuju atau tidak. Tulisan ini dibuat untuk berbagi pandangan dan bukan untuk menyudutkan seseorang

Akhir-akhir ini, banyak sekali permasalahan besar yang sebetulnya hanya dimulai dari masalah kecil. Seperti contohnya ada beberapa kasus di media sosial yang berhubungan dengan COVID-19. Ada dua pihak (mungkin lebih) yang bertentangan. Satu pihak mengatakan bahwa kita tidak boleh meremehkan COVID-19 dan yang satu pihak mengatakan hadapi COVID-19 dengan santai (tidak perlu terlalu takut). Saya yakin para pembaca juga tahu kasus ini dan sekarang di kepalanya sedang berusaha memilih mana yang benar dan mana yang salah.

Selain kasus COVID-19, kita pun pernah disajikan permasalahan sebuah kementerian dengan seorang presenter berinisial NS. Pak Menteri bermaksud mengeluarkan orang yang dipenjara karena COVID-19 (pasti tahu lah ya menterinya siapa…) dan maksud ini bersambut opini dari NS bahwa ada maksud tersembunyi dari pak Menteri untuk “menyelamatkan” koruptor yang sedang dipenjara. Tentunya hal ini dipermanis dengan dukungan maupun cacian dari para Netizen ke kedua belah pihak.

Mari kita lihat dua kasus tersebut dengan POINT OF VIEW yang digunakan oleh masing-masing pihak. Dalam kasus pertama, ada dua point of view, yaitu pihak yang ingin agar kita waspada dalam menghadapi COVID-19 dan pihak kedua yang ingin agar kita jangan terlalu takut dengan COVID-19 (saya kurangi dulu bumbu konspirasi di tulisan ini). Mana yang benar? Opini saya pribadi bahwa dua-duanya benar. Saya setuju dengan pihak pertama karena memang COVID-19 adalah penyakit menular yang berbahaya dan kita harus menjaga diri sendiri (dengan segala aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah) untuk melindungi kita dan orang lain di sekitar kita. Dan saya setuju dengan pihak kedua untuk tidak takut tapi tetap waspada selama menghadapi COVID-19 agar aktivitas kita bisa tetap dijalankan dan tidak stress (karena dengan stress, imun tubuh terganggu).

Untuk kasus kedua, pak Menteri membuat sebuah keputusan untuk mengurangi jumlah tahanan di penjara agar penularan COVID-19 bisa dihindari. Pak Menteri pun mengatakan bahwa keputusannya pun masih terikat dengan beberapa syarat sehingga tidak sembarangan tahanan dikeluarkan dari penjara (video lengkap bisa dilihat di https://youtu.be/fIqy5fScltE). Saya setuju hal tersebut karena di dalam video tersebut juga disebutkan alasan lain perihal kondisi penjara. Di sisi NS, saya setuju juga karena ada kekhawatiran besar dari NS maupun saya sendiri tentang peningkatan jumlah kejahatan yang bisa ditimbulkan dari kebijakan pak Menteri dan saya juga tidak mau kalau koruptor atau pun penjahat (yang sangat jahat) bisa keluar dengan mudah dan tidak kapok untuk berbuat jahat kembali. Dua-duanya punya sisi pembelaan yang benar.

Kedua kasus tersebut mengingatkan saya bahwa dengan point of view yang berbeda, sebuah kasus bisa terlihat berbeda juga. Masing-masing pihak mempunyai pembelaan yang benar menurut point of view-nya masing-masing. Tapi bukan hal mustahil bahwa dua atau lebih point of view memiliki irisan atau bahkan ada point of view lain yang bisa menyatukan dua pendapat yang berbeda tersebut. Dan untuk mendapatkan kesamaan tadi, kita semua memang perlu BERPIKIR KRITIS (cek https://www.criticalthinking.org/files/Concepts_Tools.pdf) sehingga timbul EMPATI (sifat seorang intelektual) untuk semua pihak dan pendapat. Saya yakin sekali ketika kedua pihak yang berseberangan, duduk bersama untuk diskusi, maka kemungkinan besar kasus-kasus tersebut tidak akan menjadi masalah yang besar.

Point of View (salah satu dari elemen berpikir Critical Thinking) bisa membuka ruang perbedaan yang besar tapi juga bisa menyatukan perbedaan. Terkadang, kita selalu berpikir bahwa menyatukan perbedaan itu hal yang baik akan tetapi membuka ruang perbedaan adalah hal yang buruk. Saya melihat bahwa dua hal ini sama-sama baik tergantung dari apa yang sedang dihadapi. Mari kita lihat gambar di bawah ini:

Virus dan Bakteri dipandang dalam berbagai Point of View

Terbayang oleh kita kalau semua orang hanya menggunakan satu perspektif ketika memandang Virus dan Bakteri. Mungkin saja kita hanya memandang virus dan bakteri sebagai sebuah organisme tanpa memikirkan cara mengobati penyakit yang ditimbulkannya. Bahkan kalau kita tambah satu Point of View lagi, semisal point of view entrepreneurship, maka akan timbul usaha-usaha untuk mengurangi penyebaran virus dan bakteri tersebut (usaha APD dan masker rumahan). Indah bukan?

Jadi apa kesimpulannya? Marilah kita berpikir kritis untuk setiap hal yang kita pikirkan agar “si manis” yang kita gunakan tidak hanya satu dan oleh karenanya kita bisa berempati (bukan membenarkan tanpa alasan) pandangan dari sudut yang berbeda. Di kesempatan berikutnya, mari kita lihat pentingnya berpikir kritis untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Tetap semangat untuk berpikir kritis, Bangsa Indonesia!!!

--

--

Adam Mukharil Bachtiar
Universitas Komputer Indonesia

Director of Technology and Information System, CEO of CodeLabs and Lecturer at Informatics Engineering UNIKOM