Recycle

Ageing Population, Dimana Harus Tinggal?

“Tua tua keladi, semakin tua semakin menjadi atau malah Tua tua berangan, semakin tua semakin tak nyaman~”

Nurul Selen Azizah ASP
Urban Reason

--

Pada tahun 2050, diperkirakan jumlah penduduk lansia (elderly) di dunia mencapai 2 Milyar jiwa (WHO, 2022). Salah satu isu dunia mengenai penduduk lansia adalah tingkat kekerasan terhadap lansia (abused older adults) yang mulai muncul ke permukaan. WHO memberikan rasio setiap 1 dari 6 lansia menerima berbagai bentuk kekerasan dan kondisi ini telah meningkat selama Pandemi COVID-19. Lebih sedih lagi, hanya 4% kasus yang terdaftar dan dapat didokumentasikan. A tip of an iceberg.

Penulis harus berpindah rumah sekitar 5 tahun yang lalu, meninggalkan hingar bingar kota menuju ke daerah suburban. Alasannya tak lain dan tak bukan karena keinginan orang tua. Maklum, penulis hanya kecebong misqin tak berduit yang masih bergantung kepada orang tua. Keinginan orang tua yang sudah memasuki usia 40-an untuk pindah ke rumah yang lebih tenang, dengan halaman yang luas, suasana nyaman memang sudah direncanakan sejak lama. “Saat nanti sudah pensiun, Ayah dan Ibu akan duduk duduk di depan rumah, dibawah pohon mangga, dan menikmati sepoi sepoi angin”

“Iya ya, jika tua nanti ingin hidup di Kota yang seperti apa?”

Dilansir dari Kementerian Kesehatan RI jumlah lansia pada tahun 2017 mencapai angka 22,4 juta jiwa atau kurang lebih 9,03 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Berdasarkan data proyeksi penduduk diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Ada 19 provinsi (55,88%) provinsi Indonesia yang memiliki struktur penduduk tua. Tiga provinsi dengan persentase lansia terbesar adalah DI Yogyakarta (13,81%), Jawa Tengah (12,59) dan Jawa Timur (12,25%). Dengan data seperti ini menunjukkan bahwa perhatian kita terhadap Ageing Population perlu ditingkatkan, ditambah 3 provinsi diatas merupakan provinsi besar di Indonesia. Lalu pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah: harus apa lagi? harus gimana lagi?

Kota Ramah Lansia

Dokumen Kota Ramah Lansia Global merupakan suatu gerakan berbagai kota di setiap negara di dunia yang mendukung lingkungan ramah usia atau lansia. Program ini berfokus pada infrastruktur yang ramah lansia, baik di dalam rumah lansia maupun lingkungan sekitar kehidupan lansia sehari-hari. Adapun kota yang ramah lansia terdiri dari: (1) kawasan hunian dan rumah ramah lansia; (2) fasilitas publik dekat dengan hunian lansia agar mendorong kelanjutusiaan aktif; (3) transportasi dan infrastruktur yang ramah lansia; (4) fasilitas publik taman dan hiburan yang ramah usia, termasuk lansia; (5) diskon khusus untuk transportasi, makanan, sandang dan papan yang ramah lansia (Nugroho, 2013:26).

Pada tahun 2002, WHO menerbitkan pedoman kota ramah lanjut usia (Age Fieldly Cities giudeline) guna merespon dua fenomena demografi, yaitu fenomena penuaan penduduk (ageing) yang mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat dan fenomena urbanisasi yang tinggi, yang terjadi secara mengglobal. Check list pedoman WHO terkait kota ramah lansia ini mencakup 8 dimensi yaitu: (1) Gedung dan Ruang Terbuka (building and outdoor space), (2)Transportasi (transportation) (3) Perumahan (housing), (4) Partisipasi Sosial (social participation), (5) Penghormatan dan Keterlibatan Sosial (respect and social inclusion), (6) Partisipasi Sipil dan Pekerjaan (civil participation and employment), (7) Komunikasi dan Informasi (communication and information), dan (8) Dukungan Masyarakat dan Kesehatan (community support and health services).

Ramah Lansia di Indonesia

Isu ageing telah menjadi isu sosial, ekonomi, dan politik yang penting di negara berkembang seperti di Indonesia, mengingat dampak penuaan penduduk tidak terbatas pada sektor kesehatan dan ekonomi saja melainkan penuaan penduduk juga harus diperhitungkan dalam melakukan analisa kemiskinan, perencanaan kota, lapangan kerja, dan kesejahteraan. Dengan kondisi jumlah lansia yang terus meningkat maka perhatian terhadap kenyamanan lansia untuk bertempat tinggal di kota kota harus sangat dan perlu untuk diperhatikan.

Saat ini coba saja kita berbicara mengenai poin pertama tentang kawasan hunian dan rumah lansia. Pemerintah melalui Kementerian PUPR “mencoba” untuk memberikan fasilitas bagi para lansia agar dapat beristirahat dengan layak serta bersosialisasi dengan lansia lain di masa tua dalam wujud membangun rusunawa. Saat penulis menelusuri terkait rusunawa lansia ini ternyata terdapat rusunawa yang sudah diresmikan pada 24 April 2018 yang berada di Cibubur, Jakarta Timur. Penulis mencoba menelusuri rusunawa tersebut, ternyata rusunawa ini ditawarkan dengan tarif sewa sebesar 3,5 juta rupiah tanpa nego sepertinya.

Fasilitas yang dijual dengan harga 3,5 juta ini berupa fasilitas rusunawa pada umumnya seperti furnitur, yang juga dilengkapi dengan fasilitas sosial lain di setiap lantai, seperti kursi santai di ruang terbuka dll. Rusunawa lansia ini juga telah dilengkapi jalur landai untuk kursi roda (ramp) dan pegangan tangan di sepanjang jalan (hand rail). Adanya lift serta fasilitas penunjang seperti prasarana, sarana dan utilitas dasar (seperti air, listrik, gas).

Rusunawa yang berada di Jalan Karya Bhakti ini memiliki 1 tower yang terdiri 3 lantai dengan tipe 24. Jumlah unit rusunawa tersebut sebanyak 90 hunian dengan dilengkapi ruang pengelola, ruang usaha, mushola, dan ruang serba guna. Dari total 90 unit, lantai 1 terdiri dari 22 unit, sementara lantai 2 dan 3 masing-masing terdiri 34 unit. Setiap unitnya akan dihuni oleh seorang lansia. Masing-masing unitnya dilengkapi tempat tidur, lemari, sofa, meja tamu, kursi makan, dan meja makan. Selain itu dalam medcom.com Ibnu Abas, Kepala Sasana Tresna Werdha (STW) Ria Pembangunan, mengatakan bahwa jumlah fasilitas yang ditawarkan tidak hanya tempat tinggal. Tapi sudah termasuk makan, laundry, dokter serta perawat 24 jam, rekreasi dan kegiatan spiritual.

3,5 Juta untuk Lansia Indonesia

3,5 juta untuk biaya sewa memang bukan biaya yang kecil. Misal Anda diposisikan sebagai ASN, sebagai lansia yang menerima dana pensiun PNS, setiap bulannya Anda mendapat dana pensiun kira-kira sebesar 4,5 juta. Dengan dana pensiun tersebut apabila dipotong dengan biaya sewa 3,5 juta, maka sisa saldo Anda hanya tersisa 1 juta. Hidup di kawasan Cibubur dengan uang 1 juta untuk hidup sendiri atau berdua selama satu bulan mungkin akan cukup. Namun dengan catatan Anda tidak makan di luar rumah, tidak dapat menyisihkan uang untuk liburan, mungkin tanpa mengalokasikan dana untuk berkunjung ke rumah anak anda.

Lalu jika Anda diposisikan sebagai lansia yang tidak menerima gaji pensiunan sama sekali dan katakan masih memiliki usaha dengan untung 1 bulannya 2,5 juta, tentu tidak akan cukup bahkan untuk membayar uang sewa. Di Indonesia, ketika sakit setidaknya 27,84% lansia tidak memilih berobat jalan. Separuhnya bahkan tidak bisa memiliki kemampuan bayar untuk biaya berobat jalan itu sendiri. See… Pada kenyataannya, masih banyak lansia yang terpuruk secara finansial sehingga tidak mampu mengakses fasilitas dari pemerintah ini.

Apakah mungkin 3,5 juta sebagai biaya sewa ini tidak memberatkan lansia di Indonesia?

Biaya sebanyak 3,5 juta ini menurut hemat penulis, hanya memungkinkan untuk lansia yang masih memiliki persiapan dana pensiun atau memiliki pekerjaan sampingan dengan penghasilan paling minim 4,5 juta (Tentunya dengan catatan di atas : tanpa rekreasi dan tanpa kebutuhan tersier lainnya). No Work, just Home and Folk.

So, jika tua nanti dimana seharusnya saya akan tinggal?

Editor : Sege

Referensi :

[1] Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
[2] Jumlah Lansia di Indonesia Mencapai 22,4 Juta Jiwa.
Jawa Post.
[3] Rp 3,5 juta/bulan, Apa Fasilitas Rusun Lansia?
Medcom.id

--

--

Nurul Selen Azizah ASP
Urban Reason

Bukan Penikmat Kopi tapi penikmat Sherlock | Hello I am ENTJ