Hak Kita Yang (Masih) Tersamarkan Polusi

POV: Sedang merindukan birunya langit Jakarta

Lala
Urban Reason
7 min readJun 26, 2022

--

BUMN Track (2022)

UU kesehatan no 36 tahun 2009 Pasal 6 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Dimana lingkungan yang sehat salah satunya ialah lingkungan yang terbebas dari polusi berlebih. Maka dari itu, kita sebagai warga negara memiliki hak untuk mendapatkan lingkungan yang tidak tercemar salah satunya adalah udara dengan kapasitas polusi yang rendah. Faktanya, 90% orang di seluruh dunia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara yang tidak sehat menurut WHO.

Bagaimana dengan Indonesia?

PM2.5 concentration in Jakarta is currently 15 times the WHO annual air quality guideline value.

Menurut IQAir, perusahaan penyedia informasi yang mengukur konsentrasi polusi udara berbasis teknologi di Swiss sejak 1963 dan telah menjadi global leader serta beroperasi di lebih dari 100 negara di dunia. IQAir melakukan pengukuran berdasarkan enam polutan dalam index PM2,5, PM10, Carbon Monoksida, Sulfur Dioksida, Nitrogen Dioksida, dan Level Lapisan Ozon. Udara di Jakarta dinilai memiliki kadar polusi yang tinggi, mencapai 171 US AQI yang masuk ke level unhealthy pada tanggal 23 Juni 2022, Pukul 07.00 WIB.

IQAir Apps

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga memiliki Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) untuk mengukur kualitas udara di berbagai wilayah di Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP 45/MENLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara dengan parameter Partikulat (PM10), Karbon Monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Ozon (O3).

Source: AQI (23/06/2022)

Berdasarkan hasil pengamatan IQAir selama 30 hari terakhir, udara di Jakarta memiliki rentang index yang fluktuatif yaitu berada dalam level polusi udara sedang, tidak sehat bagi kelompok sensitif, dan tidak sehat.

Polusi udara tercipta dari udara ambien yang terkonsentrasi dengan zat-zat pencemar yang terdistribusi secara tidak merata.

Polusi udara, berhembus darimana?

BMKG menyatakan bahwa selain faktor meteorologi, terakumulasinya konsentrasi PM2.5 di Jakarta dipengaruhi oleh faktor pencemar udara Antropogenik (polusi yang berasal dari aktivitas manusia) yang dibagi menjadi faktor pencemar bergerak dan tidak bergerak. Faktor pencemar udara bergerak contohnya adalah emisi kendaraan bermotor. Sedangkan faktor pencemar udara tidak bergerak contohnya berasal dari kegiatan industri besar, seperti emisi dari kawasan industri dekat Jakarta, PLTU, Landfill, dan pembakaran sampah tidak sempurna oleh insinerator.

It’s Getting Harder and Harder to Breathe in Jakarta

Penilaian dampak kesehatan dengan memperkirakan paparan populasi terhadap polutan udara yaitu NO2 dan PM2.5 oleh CREA (CREA — Health Impact of WHO Guidelines (shinyapps.io)

Aktivitas yang terjadi di darat, namun berdampak dan menyebar di udara.

Tingginya kandungan polusi udara di Jakarta bukan hanya berasal dari kegiatan masyarakat Jakarta saja. Liputan dari Narasi.com menyebutkan bahwa polusi berasal dari aktivitas PLTU di Banten dan Jawa Barat. Terdapat kurang lebih 136 fasilitas industri yang berada dalam radius 100km dari Jakarta. Tingginya gas polutan yang dihasilkan dari berbagai titik terbawa oleh angin dan menyebabkan pencemaran udara di wilayah Banten, Jawa Barat, dan pastinya Jakarta. Tingginya kontribusi sumber pencemar udara yang bersumber dari luar Jakarta menjadikan permasalahan ini harus diselesaikan dengan koordinasi vertikal, sebab negosiasi politik mungkin akan mempersulit proses koordinasi antar-pemerintah daerah. Pemerintah pusat sebagai regulator perlu mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, wilayah, dan pemangku kepentingan guna menyelesaikan permasalahan kualitas udara bagi warganya agar tidak berlarut-larut.

Disisi lain, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya yang dilakukan demi memperbaiki lingkungan hidup yang layak dan sehat bagi semua. Tercermin pada salah-satu visi-misi Presiden yaitu Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan, yang kemudian dituangkan pada salah satu agenda pembangunan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu Lingkungan Hidup, Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim.

Adapun beberapa langkah yang telah dan sedang dijalankan oleh pemerintah melalui berbagai program dan kerjasama dengan berbagai pihak, yaitu:

  1. Sustainable Development Goals (SDG’s)
    SDG’s merupakan agenda pembangunan dunia melalui program pembangunan berkelanjutan yang didalamnya terdapat 17 tujuan dengan target-target yang terukur. Salah satu tujuan dari SDG adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Salah satu target yang perlu dicapai adalah menyelesaikan permasalahan terkait Kontaminasi dan polusi air, udara dan tanah.
    Lalu, bagaimana capaian kualitas udara di Indonesia berdasarkan target SDG’s?
Peta interaktif dapat diakses pada link: Visualisasi kualitas udara

Pemahaman kolektif akan substansi urgensitas pembangunan kesehatan di era sekarang menjadi tantangan tersendiri untuk pemerintah. Diperlukan peran aktif seluruh elemen pemangku kepentingan baik pemerintah pusat maupun daerah, masyarakat, dan mitra pembangunan.

2. Future milestone Net Zero Emission (NZE)

NZE mengacu pada pencapaian keseimbangan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan dari atmosfer. Milestone ini menjadi cita-cita semua negara termasuk Indonesia dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat setiap tahunnya. NZE telah dinegosiasikan seperempat abad yang lalu dibawah naungan Konvensi Perubahan Iklim PBB (United Nations Convention on Climate Change -UNFCCC).

Karbon dioksida menjadi kontributor utama dari climate change dan tetap berada di atmosfer, memanaskan bumi selama bertahun-tahun.

NZE mengemuka sejak Committee on Parties (COP) menyepakati Paris Agreement, yang menyatakan bahwa “dosa” negara maju saat revolusi industri menjadi “dosa semua pihak” sehingga mewajibkan setiap anggota negara memiliki target penurunan emisi. Disepakatinya perjanjian tersebut mendorong Indonesia mentargetkan Net Zero Emission (NZE) pada kurun 2050–2070. Menurut skenario Bappenas, jika jumlah emisi CO2 pada tahun 2027 mencapai jumlah maksimal (peak) dan mengalami penurunan di tahun setelahnya, maka Indonesia dapat mencapai NZE tahun 2045–2050. Keterlambatan satu tahun dalam menurunkan emisi, menyebabkan NZE Indonesia mundur 5–10 tahun.

Satu Bumi untuk Masa Depan

Satu Bumi untuk Masa Depan, tema yang diadopsi oleh KLHK di Hari Lingkungan Hidup Dunia pada tanggal 5 Juni lalu mengartikan bahwa menjaga bumi tetap sehat merupakan sebuah investasi jangka Panjang. Tema besar tersebut diwujudkan dengan memperbaiki perilaku adil terhadap lingkungan bagi siapa saja yang hidup di dalamnya.

Dimulai dari diri kita sendiri ternyata dapat meminimalisir polusi yang ada di Bumi, loh!

Meskipun salah satu cara pemerintah meredam angka polusi udara Jakarta adalah memperbanyak dan memperbaiki RTH (ruang terbuka hijau) serta menanam pohon-pohon besar sebagai paru-paru kota yang berperan untuk menyerap gas polutan. Namun kita sebagai warga negara sebetulnya dapat berkontribusi secara nyata dalam mengurangi polusi udara di Jakarta dan daerah-daerah lain di Indonesia.

Dikutip dari Katadata.co.id, Transportasi menyumbang sekitar seperlima dari emisi karbon dioksida (CO2). Berkendara sendirian menggunakan mobil pribadi berbahan bakar fosil menghasilkan jejak polusi terbesar di wilayah perkotaan dibandingkan menggunakan transportasi umum.

Kita dapat mulai menggunakan tranportasi publik seperti Angkutan Kota (Angkot), Transjakarta, Kereta, maupun bersepeda dan berjalan kaki!

Pemerintah DKI Jakarta telah berinisiasi untuk beranjak menggunakan moda transportasi publik berbahan bakar non fosil alias kendaraan listrik. Salah satunya pada bus listrik yang sudah bisa kita lihat menelusuri ruas jalan Jakarta. Bus listrik dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bus berbahan bakar fosil, dan lebih jauh lagi jika dibandingkan dengan menggunakan moda transportasi pribadi.

Source: Jakarta Smart City

Energi terbarukan digadang-gadang menjadi salah satu backbone bagi kebaikan lingkungan hidup mendatang. Terlebih pada sektor transportasi yang menjadi pengguna bahan bakar fosil terbesar dan meninggalkan dampak negatif yang besar pada kualitas udara. Kendaraan listrik menjadi salah satu cara untuk maju menuju kerberlanjutan di sektor tersebut karena bebas dari emisi karbon.

Dr. Elizabeth Sawin, pendiri dari Multisolving Institute pernah berkata “The climate change adaptation task ahead of us is mammoth, and time is short. No one knows exactly how to adapt; after all, we are entering unknown climatological territory. But two simple rules can help us make the best possible decisions.”

Dr. Elizabeth Sawin

The first principle is: Make every dollar count by addressing multiple problems.
The second one is: Make every decision as wise as possible by listening to the voices of those who have the most at stake.

If we can stick to those two principles, the needed investments in adaptation could also contribute to a healthier and more equitable society.

Memiliki lingkungan yang sehat adalah hak kita sebagai warga negara. Namun, menjaga lingkungan agar tetap dan lebih sehat tentu juga kewajiban kita bersama. — Anonymous

Editor: Padre

Referensi

Kementerian Bappenas. Kehidupan Sehat dan Sejahtera. tujuan-3 | (bappenas.go.id). (Diakses pada 24 Juni 2022)

Myllyvirta Lauri, et al. 2020. Pencemaran Udara Lintas Batas di provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Transboundary Air Pollution in the Jakarta, Banten, and West Java provinces — Centre for Research on Energy and Clean Air. (Diakses pada 22 Juni 2022)

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. (Diakses pada 22 Juni 2022)

Sukadri S, Doddy. 2021. Net Zero Emission, Harapan Masa Depan Perubahan Iklim — Mongabay.co.id : Mongabay.co.id. (Diakses pada 21 Juni 2022)

Thorbecke, Catherine. 2016. Over 90% of People in the World Live With Air Pollution Above WHO Limit. Over 90% of People in the World Live With Air Pollution Above WHO Limit — ABC News (go.com). (Diakses pada 20 Juni 2022)

--

--