Breakthrough #2

Hak Kita yang Tersamarkan Polusi

Urban Reason
Urban Reason
Published in
5 min readSep 24, 2018

--

Udara pagi terus menangis
Rupa hitam kota yang sadis
Lalu lalang tak henti melintas
Membuat hatinya semakin teriris

- Dikutip dari Puisi Almaida Putri Ardhelia

Apa yang ada di benak kita ketika membayangkan sebuah kota?

Mungkin sebagian dari kita ada yang memiliki jawaban serupa dan sama, mungkin juga memiliki jawaban serupa namun berbeda.

Kota sebagai daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian tentunya memerlukan sarana mobilisasi yang memadai untuk penduduknya. Berbicara tentang mobilisasi tentu tidak lepas dari transportasi yang mana salah satu faktor utama penggerak perekonomian di suatu wilayah. Hal ini tentunya perlu diatur dengan regulasi yang memadai agar tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Di Jakarta contohnya, ada lebih dari 18 juta kendaraan bermotor yang dengan bebas berlalu-lalang membuang emisinya ke udara.

Faktanya menurut IQAIR, sebuah perusahaan yang berbasis di Swiss yang berspesialisasi dalam solusi teknologi yang membantu melindungi orang dari polutan udara, mengungkapkan bahwa beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Denpasar, Batam tak jarang menduduki urutan peringkat atas sebagai kota-kota paling berpolusi di dunia. Sejalan dengan data dari World Health Organization menunjukkan bahwa wilayah Jabodetabek berada jauh di atas ambang batas kesehatan udara dan Baku Mutu Udara Ambien Nasional.

Sumber Polusi perkotaan bukan hanya asap kendaraan!

Berbicara mengenai polusi perkotaan, apa yang penyebab utama?
Apa kalian berpikir tentang asap kendaraan bermotor? Cat? Asap industri? Pestisida?

Ternyata bukan 1 diantara banyak hal diatas. Sumber polusi terbesar udara perkotaan adalah parfum yang biasa kita pakai setiap hari. Untuk satu jenis polusi — partikel kecil yang dapat merusak paru-paru orang — emisi pembentuk partikel dari produk kimia dua kali lebih tinggi dari pada produk dalam sektor transportasi. Para periset juga menemukan bahwa orang-orang terpapar senyawa-senyawa (produk kimia seperti parfum) dalam konsentrasi yang sangat tinggi di dalam ruangan. Saking tingginya, sampai bisa 10 kali lebih besar konsentrasinya daripada yang di luar ruangan. Science Daily melansir, penelitian ini dilakukan oleh CIRES, Cooperative Institute for Research in Environmental Sciences. CIRES adalah program kemitraan antara National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan the University of Colorado Boulder. Seiring dengan perkembangan teknologi transportasi yang membuatnya jadi lebih bersih dan ramah lingkungan, sumber-sumber polusi lain jadi lebih penting. “Benda-benda yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari dapat memengaruhi polusi udara,” kata Brian McDonald, ilmuwan CIRES yang bekerja di Divisi Chemical Science NOAA. Untuk penilaian baru, para peneliti memfokuskan perhatian pada senyawa organik yang mudah menguap, atau VOC. Sebab VOC dapat masuk ke atmosfer dan bereaksi untuk menghasilkan bahan ozon atau partikulat. Keduanya diatur di Amerika Serikat dan banyak negara lain karena dampaknya pada kesehatan, termasuk kerusakan paru-paru.

Coba bayangkan saja apabila setiap manusia menyemprotkan parfum setiap akan keluar kerumah, sudah berapa liter parfum yang disemprotkan? Dan berapa banyak yang menguar ke udara. Belum lagi jika sabtu malam minggu mungkin saat bertemu dengan orang spesial.

Mahal tapi tak Maksimal

Ironisnya, kita sebagai masyarakat tidak cukup memiliki pemahaman mengenai kualitas udara dan dampak serius terkait udara yang kita hirup sehari-hari. Salah satu penyebab utama terjadinya hal tersebut adalah ketiadaan informasi yang memadai dari segi keakuratan, jumlah, dan sebaran lokasi alat pemantauan yang cukup oleh pihak pemerintah yang disampaikan kepada masyarakat luas. Berbeda dengan IQAIR yang menggunakan parameter PM 2.5, alat pemantauan kualitas udara yang disediakan pemerintah hanya berbasis pada parameter PM10 dimana parameter tersebut hanya mencatat volume konsentrasi partikel berukuran lebih besar dari 10 mikrometer, antara lain debu halus atau serbuk sari. Sedangkan partikel halus berukuran PM2.5 yang sangat berbahaya justru tidak diperhatikan. Stasiun pemantau kualitas udara saat ini masih menjadi ujung tombak pengendalian polusi dan dampak-dampaknya. Tapi celakanya, Jakarta cuma punya 5 stasiun. Itu pun dengan teknologi yang berstandar PM 10. Alat ini juga membutuhan biaya yang sangat besar bahkan bisa mencapa angka Triliyun

Udara Kita Akankah jadi solusi?

Greenpeace Indonesia belum lama ini meluncurkan aplikasi UdaraKita yang berfungsi untuk mengukur kualitas udara. Aplikasi tersebut akan menampilkan Air Quality Index (AQI), kandungan PM 2.5, dan PM 10 dalam udara secara real time. Sebagai informasi, baik PM 2.5 dan PM 10 merupakan partikel yang ada dalam udara. Ukurannya sangat kecil hingga sebesar 1/30 rambut manusia, serta berasal dari berbagai macam sumber polusi, misalnya asap kendaraan bermotor, pembakaran kayu, batu bara, dan lainnya. Keberadaan partikel tersebut bisa membahayakan kesehatan bila kadar kandungannya dalam udara telah melebihi batas tertentu. Penggunaan aplikasi UdaraKita membutuhkan alat pengukur kualitas udara bernama Laser Egg. Cara kerja alat ini persis seperti kipas pembuangan udara yang terdapat pada mesin penyejuk ruangan. Kipas pada Laser Egg mengisap udara, kemudian menghitung angka AQI serta kandungan PM 2.5 dan PM 10 yang dikandung di dalamnya dengan menggunakan teknologi laser. Data yang diperoleh Laser Egg kemudian diteruskan ke aplikasi UdaraKita secara real time. Data tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam tingkat polusi udara yang dihitung dengan menggunakan standar AQI Amerika Serikat.

Masuk kedalam revolusi industri 4.0 memang sudah saatnya memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin dengan usaha yang bisa diminimalisir

Kecerdasan Kesehatan Udara Sebagai Hak Masyarakat

Sebagaimana tertuang dalam UU №36 tahun 2009 tentang kesehatan dalam Bab III tentang hak warga negara di Pasal 6 menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Dan di Pasal 7 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Serta pada Bab IV tentang tanggung jawab pemerintah di Pasal 17 yang menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Kedua pasal tersebut sangat jelas menunjukkan adanya hak masyarakat untuk mengetahui informasi-informasi kesehatan yang salah satunya terkait kualitas udara dan kewajiban pemerintah sebagai pemenuh hak yang belum terpenuhi tersebut. Padahal, dengan adanya informasi yang memadai inilah seharusnya menjadi langkah awal pencegahan pemerintah terkait kualitas udara dalam bentuk pengawasan maupun pengendalian. Selain itu juga meningkatkan pemahaman masyarakat yang akan menghasilkan tindakan preventif dan respon terhadap informasi tersebut.

1.7 Mue
Penulis adalah Mahasiswa Semester Baru/Ganjil
Yang Terjebak untuk Tertarik Akan Kota Asalnya Jakarta

(sp/mue)

Referensi:

1. https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/parfum-salah-satu-sumber-polusi-udara-perkotaan
2. https://www.bbc.com/indonesia/majalah-39137710
3. https://id.techinasia.com/udarakita-bantu-kamu-pantau-kualitas-udara-di-sekitar
4. https://sireka.pom.go.id/requirement/UU-36-2009-Kesehatan.pdf
5. https://www.dw.com/id/walhi-ketiadaan-data-akurat-perburuk-polusi-di-indonesia/a-43620871
6. https://coconuts.co/jakarta/news/jakarta-ranks-1-week-index-cities-highest-air-pollution-levels/
7. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/129/jhptunimus-gdl-sultonular-6444-3-bab2.pdf
8. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3878286/ada-18-juta-kendaraan-bermotor-masuk-jakarta-setiap-hari
9. http://m.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/759055/Briefing%20Paper%20-%20Kualitas%20Udara%20yang%20Buruk%20di%20Jabodetabek.pdf

--

--