Ngopi Pagi Bareng Kawan dari Singapura

UXID Bandung diskusi bersama Michael Ong dengan metode Lean Coffee.

Bayu Ferdian
UXID (UX Indonesia)
5 min readMay 29, 2017

--

Minggu, 17 April 2017

Hari minggu yang cerah di Kota Bandung semakin lengkap dengan kehangatan suasana Car Free Day di area Dago dan kami, komunitas UXID Bandung hari itu kedatangan tamu spesial.

Michael Ong

Beliau adalah Michael Ong, salah seorang penggiat di UXSG (UX Singapore Community), UX Expert dengan pengalaman bertahun-tahun. Michael kebetulan sedang berada di kota Bandung untuk urusan bisnis dan personal. Berbaik hati sekali beliau menyempatkan waktunya untuk ngobrol santai dengan kami.

Setelah kami semua berkumpul, kami memilih salah satu cafe dan memesan minuman. Sambil menunggu, Michael langsung menawarkan metode Lean Coffee untuk melakukan diskusi. Cool, Ini merupakan sesuatu yang baru bagi kami, walaupun beberapa dari kami sudah ada yang pernah mendengarnya.

Sebentar, apa itu Lean Coffee?

Singkatnya, ini adalah cara simpel dan demokratis untuk menjalankan diskusi atau meeting. Dengan metode ini, agenda diskusi dibuat sendiri oleh peserta yang hadir (no hidden agenda), kemudian diurutkan berdasarkan voting terbanyak sehingga semua peserta tahu & sepakat (dan ikhlas :p) dengan topik-topik yang akan dikupas. Dengan begitu metode ini menjadi cukup efektif dan menyenangkan. Penasaran bagaimana caranya Lean Coffee? Tunggu postingan selanjutnya.

L-R: Michael Ong, Ibad Baharudin, Adam Azkiya, Dwi Priyatmoko & Bayu Bagja

Kembali ke diskusi. Dari hasil voting terpilihlah tiga topik favorit untuk dibahas, yaitu:

Bagaimana perkembangan UXID di Bandung?

Kami bercerita tentang perjalanan komunitas kami dari meetup ke meetup. Dimulai dari tahun 2014 selepas UXID Conference tahun itu, UXID Bandung pertama kali diinisiasi. Dari sana, kami mulai mengadakan meetup beberapa kali dalam setahun.

Kami kemudian meneruskan bahwa Komunitas UXID Bandung lebih menyukai meetup yang bentuknya workshop atau hands-on activity. Kami juga menjelaskan tentang tantangan komunitas di Bandung dan bagaimana kami menghadapinya.

Fast forward ke tahun 2017, kami mulai mengadakan meetup secara rutin setiap satu bulan sekali dan aktif mendokumentasikannya di berbagai media digital.

Bagaimana perkembangan komunitas UX di Singapura?

Giliran Michael bercerita bagaimana kegiatan meetup rutin di Singapura. Metode meetup yang populer di sana adalah Open Space Discussion.

Penggunaan metode ini berawal dari concern dari para panitia yang merasa persiapan mencari materi dan memilah pembicara terlalu menyita waktu & tenaga. Kemudian panitia memutuskan untuk mencoba metode Open Space Discussion dimana para peserta yang datang akan berkumpul membentuk grup-grup kecil untuk menentukan sendiri topik yang ingin mereka bahas. Jadi bisa saja ada grup yang membahas metode riset, UI Design ataupun prototyping di dalam satu meetup. Uniknya metode ini adalah, apabila salah seorang peserta merasa jenuh atau ingin berganti topik di tengah, dia bisa langsung pindah ke grup yang lain.

Kemudian dia bercerita juga tentang konferensi UXSG yang hanya dilakukan setiap dua tahun sekali supaya persiapannya lebih matang & panitianya bisa menghela nafas telebih dahulu. Denger-denger persiapan konferensi 2014 kemarin saja sangat intense, hingga banyak sekali rapat yang diperlukan untuk membahas hal-hal detil.

Perkenalan

Urutan ini agak unik, pada saat voting kami lebih memilih untuk mencari tahu bagaimana kegiatan komunitas antar negara ketimbang saling mengenalkan diri terlebih dahulu. Tapi, karena sistem voting, ya kami lakukan saja biar seru :).

Kami saling mengenalkan diri dengan urutan searah jarum jam. Masing-masing mengenalkan nama, profesi sehari-hari dan apa yang menjadi motivasi tiap orang untuk memperdalam UX.

Voting!

Pelajaran yang Kami Dapat

Setelah berdiskusi kurang lebih dua jam, ada beberapa poin menarik yang kami ambil:

Untuk Self Development

Michael bercerita tentang bagaimana perjalanan karirnya. Di usia 39 tahun ini, dia tetap aktif untuk belajar hal-hal yang baru. Dia menambahkan, ada temannya yang berusia 40 tahunan menguasai sekitar 17 bahasa pemrograman dan tahun ini pun dia sedang mempelajari bahasa baru. Woot!

Setahu saya, ada beberapa jalur dalam berkarir di bidang UX; Ada yang memilih untuk berkembang dalam satu perusahaan dan fokus mengembangkan satu (paket) produk, namun ada pula yang memilih untuk mengerjakan banyak produk sebagai projek (agency model) dan membangun usahanya sendiri. Michael memilih jalur yang kedua. Dengan agency style, dia bisa mencoba tantangan-tantangan baru dibidang UX, Product Development dan lain-lain.

Expand your Skills

Michael berpesan jika ingin bertahan dan berhasil di bidang Digital Product Design, sebaiknya memiliki banyak spectrum skills yang dimiliki. Selain memiliki skill utama, misalnya UI Design, sebaiknya mulai mempelajari spektrum lain seperti riset, Interaction Design hingga Prototyping. Prototyping disini termasuk juga HTML+CSS yang dasar. Catatan: skill-skill ini tidak perlu sampai mahir tapi pada level cukup dan bisa berkomunikasi dengan profesi lain yang beririsan dalam pekerjaan. Baik itu developer, researcher maupun dari sisi bisnis.

http://designation.io/blog/what-is-full-stack-design/

Alasan berikutnya adalah karena kemunculan A.I.

ya, Artificial Intelligence.

Menurutnya beberapa tahun ke depan, kalau tidak sekarang, industri akan menggunakan A.I. untuk membantu mempercepat mendapatkan hasil desain. Sebagai tambahan, saat ini saja sudah ada yang buat Logo Generator berbasis A.I. namanya LogoJoy.

Anda sering ikut kontes logo di berbagai situs kenamaan? Nah, saingan Anda berikutnya adalah mesin yang mampu menghasilkan belasan atau bahkan puluhan alternatif logo dalam hitungan detik untuk kliennya.

that innocent looks, tho! Source: https://goo.gl/s8mqIC

Untuk Komunitas

Pelajaran yang kami ambil untuk keorganisasian ada dua point sebagai berikut:

  1. Buat cross-meetup dengan komunitas lain yang beririsan dengan UX. Misalkan kolaborasi dengan Komunitas Developer, Komunitas Scrum dan lain-lain. Hal ini untuk memperluas perspektif kita tentang bidang UX itu sendiri. Dengan mendengarkan dan berdiskusi dengan bidang lain, diharapkan kita mampu mengembangkan diri lebih jauh lagi.
  2. Buat bonding lebih kuat. Supaya komunitas bertahan lama & solid, sebaiknya sekali-sekali mengadakan acara bermain bersama yang tidak perlu mengangkat topik UX sama sekali. Kenalilah teman setim dan komunitas kita secara personal sehingga suasana akan lebih cair dan kerjasama tim akan lebih solid :)
See you again, Michael!

Epilog

Mudah-mudahan, teman-teman pembaca bisa mendapatkan sesuatu dari catatan obrolan ini.

Kalau punya pendapat atau tambahan tulisan, silakan tulis response di bawah ya :). Silakan Like & Recommend supaya lebih banyak yang tahu.

Terima kasih!

--

--