Lima Pertolongan Pertama Pada Kegagalan (Terutama untuk Designer)

Rudityas Wahyu
uxmarker
Published in
5 min readJun 16, 2020

Malam pengumuman hasil ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri selalu memberikan ruang ekspresi bagi dua kubu terpisah: 1) Mereka yang pasang status “Alhamdulillah” di media sosial; dan 2) Mereka yang memasang kutipan-kutipan menyemangati diri sendiri dari akun Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI). Golongan yang terakhir tentu merujuk pada orang-orang yang gagal lolos, alias orang-orang yang — mungkin saja — selama beberapa saat langsung mempertanyakan nilai diri sendiri.

Kita semua pernah ditolak, baik ditolak universitas, ditolak gebetan, bahkan ditolak lembaga resmi yang kita harapkan jadi tempat untuk mendapat gaji bulanan. Dan, jujur aja, ditolak itu gak enak. Makanya, kuis yang populer di dunia pun bernama Who Wants to Be a Millionaire?, bukannya Who Wants to Be Rejected?.

Rejection, alias penolakan, jelas bukan cita-cita semua orang. Sialnya, semua orang mungkin bakal ditolak dulu sebelum mendapatkan apa yang selayaknya mereka dapatkan. Tapi, yah, namanya juga penolakan. Mau seberapa bagusnya narasi penyemangat yang dibuat NKCTHI, Mario Teguh, atau motivator manapun, tentu gak semua orang bisa bersikap kayak tokoh Bawang Putih yang pasrah-pasrah saja dikerjain Bawang Merah, ya karena itu hanya ada di film. Sebagian dari kita pasti kesal,emosi, marah, bahkan menolak penolakan itu sendiri.

Lagi pula, bukankah gak pernah ada pelajaran khusus di sekolah yang mengajarkan kita secara spesifik soal bagaimana menghadapi penolakan?

Tapi, tunggu dulu. Perlu direnungkan dan dipahami kalimat ini setiap kali kamu mendapatkan rejection yang mengiris hati:

If you face rejection, it means you are being seen by someone.

Hasil kerja kerasmu baik itu berupa karya, perasaan cinta, atau bahkan selembar kertas ujian — baru saja dilihat seseorang. Ada upayamu di sana, ada usahamu yang paling maksimal. Coba baca ulang dan pahami kalimat itu dan mengertilah bahwa kamu semestinya cukup bangga pada dirimu yang telah berani mencoba.

Sebagai manusia normal, tentu kamu boleh mengeluh pada satu, dua, tiga, atau empat, atau berapa pun — kawanmu. Seperti kata orang bijak, “ bukan cuma bahagia yang boleh dibagi. Dalam hidup ini, kamu juga bisa berbagi *uang jajan “ eh!. Maksudnya masalah, kesedihan, dan kegalauan yang bikin mbrebes mili, tentu ke telinga yang tepat. Sebagai seorang individu yang pernah gagal, berikut ini kami sajikan P3K alias Pertolongan Pertama Pada Kegagalan.

Pertama, terimalah kenyataan kalau kamu baru saja gagal.

Photo by Greg Raines on Unsplash

Ya, ya, ya, kamu bisa membaca banyak petuah soal “Ini bukan rezekimu” atau “Belum waktunya”. Tapi, fakta yang harus kamu pahami adalah betapa pada saat ini, detik ini, moment ini, kamu baru saja gagal. Kamu baru saja ditolak. Kamu baru saja tidak berhasil mencapai apa yang ingin kamu dapatkan.

Kamu baru saja “kalah” dan kamu berhak merasa sedih.

Jalani perasaanmu dengan normal. Kalau mau nangis, ya nangis aja. Tapi gak usah direkam di Tik Tok. Kalau mau pasang Instagram Story yang isinya foto gelap gulita juga boleh, tapi gak usah di-post ulang selama 30 hari.

Mengutip kata-kata Spongebob dalam meme-nya yang terkenal,

“I’m a loser and I’m proud!”

Kedua, jangan benci sama diri sendiri.

Photo by Tiago Felipe Ferreira on Unsplash

Kalah bukanlah hal yang menjadikanmu pasrah dan patah. Padahal, ada banyak hal yang bisa kamu lakukan, misalnya memutar lagu Hindia dan memahami liriknya: Bersedihlah secukupnya.

Kesedihan penolakan ini memang sedikit memuakkan, tapi jangan sampai ia menguasaimu. Lututmu mungkin berdarah karena jatuh, tapi bukan berarti kamu gak bisa beli tencoplast di warung, menutup lukamu, dan berjalan lagi seperti biasa, kan?

Rejection pun begitu — jangan sampai ia “memakanmu” habis-habisan, seperti Dementor yang menyedot jiwa narapidana Azkaban.

Ketiga, sadari kamu bukan satu-satunya orang di dunia yang mengalami penolakan.

Photo by Daniel Mingook Kim on Unsplash

Sudahlah, jangan terlalu lama mengasihani diri sendiri dan merasa seperti tokoh utama dalam drama menyedihkan. Gagal masuk kantor baru atau gagal dapat projekan bukanlah akhir dari dunia — walaupun memang terasa seperti itu. Tapi, bongkahan batu besar kesedihan yang tajamnya gak ketulungan ini bakal menipis perlahan-lahan.

Mengertilah, di luar sana banyak orang yang mungkin sama sedihnya denganmu. Menjadikan diri sendiri sebagai pusat kesedihan semesta gak bakal membuat keadaan jadi lebih baik. Tarik napas dalam-dalam — dan jangan lupa hembuskan lagi — lalu pahami ini dengan baik:

…kesedihanmu hari ini belum tentu mendefinisikan dirimu di masa depan.

Keempat, ekspresikan dirimu sebebas-bebasnya.

Photo by Christian Gertenbach on Unsplash

Rancangan desain ditolak? Gagal dapat projek dari klien? Naskahmu enggak lolos penerbit? Chill. Do yourself a favor: tuang rasa kecewamu dalam bentuk apa saja.

Kalau di drama ada adegan orang berteriak sambil menengadahkan kepala ke atas dan tampak kecewa, kamu mungkin tertarik untuk menuliskan kisah patah hati penolakanmu dalam sebuah puisi atau caption Instagram. Sebuah gitar juga mungkin bakal membantumu untuk sekadar memainkan lagu penenang atau bahkan menciptakan melodi baru.

Konon, rasa sedih adalah bahan bakar yang paling ampuh dari karya. Mumpung kata “ambyar” dan “galau” masih populer, percayalah, penolakan yang kamu dapat malah bisa jadi karya yang menginspirasi.

Kelima, berjuang lagi (walaupun kamu mungkin akan ditolak kembali).

Photo by James Pond on Unsplash

Dilansir dari Art Work Archive, sebuah penolakan semestinya bisa jadi refleksi kenapa usaha kita ditolak. Apakah karena naskah kita terlalu enggak masuk akal? Apakah desain kita enggak relevan? Apakah CV yang kita punya terkesan mengada-ada?

Pelajari semua kemungkinan penyebab gagal di atas tanpa malu-malu. Ingat, kamu sedang gagal hari ini dan punya lebih banyak waktu untuk belajar.
Perlu diingat kembali kata-kata dari fakta berikut ini;

“if plan A doesn’t work, the alphabet has more 25 more letters”

Jadi, yah, santai aja, Lur!
Salam, dari Rudi yang masih berjuang dan yang pernah gagal.

=====

uxmarker was founded with one mission mind: creating the best and most reliable user-centered design for our clients. Here in our HQ, we deal with a wide range of design avenues on every product platform. To ensure a satisfying product experience, our dedicated team generate data from curated user research methods and analyze them to find and fix various design obstacles. With our ingenious ideas and tested skill, we believe we can help make your products a pleasure to work with.

Keep in touch with us :

LinkedIn | Facebook | Instagram | Youtube | Dribbble | Contact Us

To help spread the word about uxmarker, please give it applause, share this story, and don’t forget to follow us! See you next week everyone.

--

--

Rudityas Wahyu
uxmarker

Student of life, Product Designer at Late checkout, Designer who is still learning about design for humans. Currently living in Yogyakarta, Indonesia.