Well done, your design like the phantom of the opera show

Rudityas Wahyu
uxmarker
Published in
4 min readApr 5, 2019

Adakah kalian yang senang dengan musik opera/drama musikal gitu? Boleh share dong pengalamannya atau kenapa bisa suka dengan karya seni ini.

Awalnya, saya tak tertarik dengan pertunjukan musik opera. Membosankan dan tidak menarik, setidaknya itulah persepsi saya terhadap karya seni ini.

The Phantom of the Opera merupakan sebuah karya musikal yang diciptakan oleh Andrew Lloyd Webber dan liriknya ditulis oleh Charles Hart. Karakteristik utamanya terdapat pada keindahan soprano (yang nyanyi pake nada tinggi-tinggi gitu) yang dipadukan dengan acting menawan hingga mampu menghipnotis penikmatnya. Termasuk saya sendiri.

Sebagai seorang UI/UX designer, saya sangat beruntung sempat mengenal karyaseni ini. Kenapa? Karena ternyata banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari The Phantom of the Opera untuk diimplementasika ke dalam proses desain UI/UX, misalnya:

Proses penciptaan ide baru yang berani

Pada tahun 1984, Lloyd Webber bekerja sama dengan Cameron Mackintosh (co-producer Cats and Song and Dance) untuk menciptakan seni musikal baru. Buku Gaston Leroux berjudul The Phantom of the Opera menjadi dasar gagasan tersebut dengan tujuan awal yakni menciptakan karya musikal bernuansa romantika. Berkat pemikiran dan penggarapan mendalam, terciptalah lompatan dari buku dan film ke atas panggung pertunjukan musikal, The Phantom of the Opera.

Photo by Victor Rodriguez on Unsplash

Begitu juga dengan seorang UI/UX Designer, Designer dituntut untuk mampu memberikan ide baru yang fresh. Lompatan-lompatan gagasan seperti ini perlu dilakukan supaya hasil rancangan UI/UX tak melulu “itu-itu saja” dan akhirnya membosankan. Coba lah untuk memperluas wawasan serta lebih berani menuangkan ide dalam rancangan UI/UX. Ingat, user menyukai kejutan, desain yang membosankan adalah bencana.

Totalitas tanpa batas

Tahukah Anda jika dalam sekali pentas, The Phantom of the Opera membutuhkan “pengorbanan” yang tak sedikit. Misal, proses tata rias Phantom membutuhkan waktu 2 jam, serta minimal 30 menit untuk menghapusnya. Tirai pentas menggunakan kain sepanjang 2.230 meter. Setidaknya ada 140 pemain, crew, dan anggota orkestra yang terlibat langsung dalam setiap pertunjukan. Lebih dari itu, butuh 230 kostum, 14 meja rias, 281 lilin, 250 kg dry ice, serta 10 mesin kabut dan asap.

Photo by Rob Lambert on Unsplash

Semua itu dilakukan demi menampilkan pertunjukkan yang sempurna. Meskipun kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa. Sebagai designer UI/UX, dibutuhkan totalitas dalam berkarya. Ingat, desain UI/UX nantinya akan disajikan kepada user dari seluruh dunia. Jika proses pengerjaannya dilakukan setengah-setengah, hampir dapat dipastikan user tak akan puas. Jika demikian, artinya pekerjaan Anda sia-sia. So, kerjakan dengan totalitas, atau tidak sama sekali.

Pembangunan karakter yang kuat

Saya yakin, meski baru pertama kali menyaksikan pertunjukan The Phantom of the Opera (via Youtube :D), soundtrack seni musikal ini akan terngiang di kepala Anda selama berhari-hari. (kalau g percaya klik link ini deh coba dengerin versi covernya aja dulu). Link yang ini versi shownya ya. Selama pertunjukkan berlangsung, Anda akan dihadapkan pada gejolak emosional mulai dari peristiwa tragis hingga kisah romantika cinta di akhir ceritanya. Meski demikian, Anda tak akan mengalami tekanan batin karena seni musikal ini memiliki keseimbangan komposisi luar biasa dari sisi humor dan perasaan.

Photo by Llanydd Lloyd on Unsplash

Setiap karakter dibangun dengan sangat menarik dan kuat. Ini lah salah satu kuncinya. Dan, konsep ini pun sangat cocok diimplementasikan dalam desain UI/UX. Setiap rancangan UI harus memiliki karakter khas sehingga user dapat mengingatnya sejak pandangan pertama. Desain UI yang menarik secara tidak langsung mampu mendorong UX yang lebih baik, ini alasannya.

View yang menakjubkan

Jujur, saya tak menyukai seni musikal karena tak terlalu paham mengenai musik. Lalu, kenapa saya bisa menikmati pertunjukan The Phantom of the Opera? Alasannya ialah selain menyajikan pertunjukan musikalitas yang sangat menarik, The Phantom of the Opera juga menyuguhkan set pentas dengan pemandangan luar biasa. Sebagai seorang UI/UX designer, saya merasa lebih nyaman dengan konsep tersebut.

Photo by Vienna Reyes on Unsplash

Nah, demikian halnya dalam desain UI. Maskot, ikon, hingga tampilan landscape dalam website atau aplikasi harus dirancang semenarik mungkin. Tujuannya, supaya user tak bosan dengan tampilan yang “itu-itu saja” dan semakin tertarik menjelajah lebih jauh. Masuk akal bukan? Dengan menerapkan konsep di atas, rancangan UI/UX Anda dijamin akan jadi masterpiece!

uxmarker was founded with one mission mind: creating the best and most reliable user-centered design for our clients. Here in our HQ, we deal with a wide range of design avenues on every product platform. To ensure a satisfying product experience, our dedicated team generate data from curated user research methods and analyze them to find and fix various design obstacles. With our ingenious ideas and tested skill, we believe we can help make your products a pleasure to work with.

--

--

Rudityas Wahyu
uxmarker

Student of life, Product Designer at Late checkout, Designer who is still learning about design for humans. Currently living in Yogyakarta, Indonesia.