Potensi Koperasi Susu: Belajar dari Selandia Baru

Fakhri Guniar
VIS Indonesia
Published in
4 min readJul 30, 2020

--

Koperasi Susu di Selandia Baru

Koperasi peternak susu telah menjadi pemain utama di industri tersebut sejak dahulu kala, dan kita bisa juga belajar dari negara-negara di seluruh dunia bagaimana koperasi peternak susu bisa bersaing dengan perusahaan lain, bahkan secara global.

Di Selandia Baru, koperasi peternak susu pertama berdiri pada tahun 1871 dan di tahun 1930an, terdapat sekitar 500 koperasi peternak susu. Seiring dengan perkembangan teknologi transportasi, teknologi proses, dan energi, koperasi-koperasi tersebut berkonsolidasi dan melakukan merger untuk mengumpulkan modal yang lebih besar lagi. Di akhir tahun 1990an, hanya ada empat koperasi peternak susu di Selandia Baru: New Zealand Dairy Group, Kiwi Cooperative Dairies, Westland Milk Products, dan Tatua Cooperative Dairy Company.

Sumber: Fonterra

Fonterra, yang mungkin lebih kita kenal dengan produk-produk susu olahannya seperti Anlene dan Boneeto, berdiri di tahun 2001 dari merger dua koperasi terbesar yaitu New Zealand Dairy Group dan Kiwi Cooperative Dairies. Bisnis utama Fonterra (95% dari hasil produksi di Selandia Baru) adalah mengekspor produk susu dibawah merk NZMP. Fonterra juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan lokal di seluruh dunia. Fonterra bahkan dapat mencatat keuntungan sebesar kira-kira Rp 186 Triliun di tahun 2017.

Pada tahun 2007, pengurus koperasi Fonterra berencana mentransformasi Fonterra menjadi perusahaan untuk mengakses pendanaan yang lebih besar demi berkembang secara global. Rencana tersebut ditentang oleh para peternak yang menjadi anggota koperasi dan juga pemerintah karena keputusan tersebut beresiko menghilangkan kepemilikan dan kendali para peternak atas usaha mereka. Pengurus koperasi merespon dengan melanjutkan diskusi dan konsultasi dengan para peternak. Akhirnya pada tahun 2009, pengurus koperasi mengumumkan langkah yang akan mereka lakukan untuk meningkatkan perkembangan usaha dengan mempertahankan 100% kendali dan kepemilikan peternak atas koperasi.

Langkah yang dilakukan oleh Fonterra adalah memberikan insentif lebih kepada para peternak untuk berinvestasi di koperasi, sehingga walaupun peternak mengalami gagal produksi mereka masih memiliki insentif untuk menanam modal mereka di koperasi dan memastikan koperasi memiliki modal yang cukup dalam mendanai peluang usaha baru dan memberikan pembayaran lebih tinggi kepada para peternak. Langkah tersebut juga diiringi dengan usaha Fonterra untuk membuka peluang pendanaan dari investor dalam membiayai pengembangan usaha para peternak.

Belajar dari Koperasi Susu Selandia Baru

Di Indonesia sendiri, banyak koperasi peternak susu yang sudah beroperasi, seperti KPBS Pangalengan, KPGS Cikajang, dan lain-lain. Koperasi tersebut pada umumnya merupakan koperasi-koperasi yang sudah tergolong besar, namun masih ada hal-hal yang bisa dilakukan oleh koperasi tersebut untuk mengembangkan usahanya dan mensejahterakan peternak susu yang menjadi anggota koperasinya.

Di akhir tahun 2019, Pak Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UMKM Republik Indonesia menginginkan pengoptimalan koperasi produsen susu untuk mengurangi impor susu yang yang mendominasi pasar susu nasional (80% pasar). Pak Teten berharap produksi susu nasional dapat memenuhi 40% kebutuhan konsumsi nasional.

Sumber: Dinas KUKM Jawa Barat

Tentunya ini merupakan permasalahan yang kompleks dan butuh studi lebih lanjut dalam membuat strategi yang tepat untuk mencapai target tersebut. Akan tetapi, terdapat beberapa strategi yang bisa dipelajari oleh pemerintah dan koperasi dari Fonterra dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia untuk mencapai target tersebut.

Yang pertama, negara dapat memfasilitasi koperasi-koperasi peternak susu untuk melakukan komunikasi dan konsolidasi strategi. Hal ini akan mendorong usaha peternak susu lokal memiliki sudut pandang yang sama dan sinergis secara strategi untuk mencapai target tersebut. Diskusi ini sudah dilakukan beberapa kali oleh Kementerian Koperasi dan UKM dengan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) sejak akhir tahun 2019 dan menjadi awal yang baik. Harapannya, diskusi dan komunikasi ini tetap terjalin dan bukan hanya pembicaraan di level atas, tetapi bisa menelurkan juga strategi seperti konsolidasi dan perluasan pemasaran, seperti branding dan juga langkah-langkah penyaluran menjadi produk susu olahan.

Yang kedua, koperasi juga dapat memberikan insentif lebih secara internal kepada peternak susu yang menjadi anggota koperasi untuk berinvestasi dan memberikan suntikan dana kepada koperasi. Hal ini akan melibatkan pencapaian strategi ini sebagai kolaborasi dari semua pihak, dari pemerintah, manajemen koperasi, hingga para peternak susu yang bekerja di lapangan.

Yang ketiga, koperasi juga bisa mencari peluang pendanaan dan investasi eksternal yang bersahabat untuk mengembangkan usaha peternak susu dan juga usaha koperasi. Dengan adanya kemajuan teknologi yang memudahkan penyaluran dan transparansi pendanaan, dan juga makin banyaknya investor yang semakin peduli kepada kesejahteraan koperasi dan UMKM, ini merupakan langkah yang sangat memungkinkan untuk dilakukan. Dalam komitmen kami membantu perkembangan koperasi di Indonesia, VIS juga menyediakan kesempatan bagi koperasi untuk mendapatkan pendanaan tambahan demi pengembangan usaha koperasi dan anggotanya.

Saat ini, hanya KPBS Pangalengan sebagai koperasi susu di Indonesia yang sudah memproses susu hasil produksinya menjadi susu olahan sendiri. Akan tetapi, dengan strategi dan langkah yang tepat, sangat memungkinkan untuk kedepannya koperasi susu di Indonesia bisa berkembang dan memenuhi target pemenuhan kebutuhan susu nasional, atau bahkan memasarkan produk susu olahan ke negara-negara tetangga.

--

--