Daftar Putar #7: Alfarisi

Jody Muhammad Ezananda
Völkgaze
Published in
9 min readMar 1, 2021

“…pada suatu titik, aku harus stop (mengejar), merasa cukup, dan ngejalanin apa yang udah aku capai atau punyai.”

Pada episode ketujuh #DaftarPutar, kami berbincang dengan Alfarisi, seorang owner dari beberapa brand lines dan penggiat kultur urban di Surabaya. Ia membicarakan tentang playlist yang ia ciptakan setelah bertemu berbagai macam orang hebat yang tidak ia sangka. Di obrolan ini, Faris juga bercerita tentang bagaimana lirik-lirik lagu favoritnya mengiringi personal struggle dalam mengejar mimpi-mimpinya.

Simak obrolan kami berikut ini:

Kita bikin intro dulu

Nama saya Faris, atau Alfarisi. Instagram saya [at] veelsveels (Veels-nya dua kali biar kayak nama band Soviet Soviet). Saya aktif di beberapa line bisnis yang tidak besar-besar amat. Saya punya brand namanya Possise, kalau diterjemahin ke bahasa rusia jadi “возможность”, atau bacanya vozmóžnostʹ yang artinya “Kemungkinan Besar”.

Kebetulan saya baru running media namanya Kultur Ekstensif. Terus saya punya studio desain bersama 3 teman lainnya bernama VERTIKAL & sun. Aku juga punya consignment account di IG namanya this is second wave. Terakhir punya bisnis makanan, namanya Maleppo yang artinya Meledak, karena makanannya pedes-pedes.

Aku sekarang juga ngeband sendiri, lagi mau rekaman di studio-nya Kopeh. Rencana mau dibantu Jonathan (Fleuro), terus mau ngajak Jody (yang nulis artikel ini) tapi belum ngomong.

Halo Faris, menurut kamu apa arti sebuah playlist itu?

Playlist itu kayak isi perasaan yang nggak bisa diutarakan, diceritakan, yang nggak orang lain ngertiin dalam kata-kata. Harus didengerin lagunya supaya mereka tau core value yang mau disampaikan.

Ada nggak playlist kamu yang bisa dibagiin ke völkgaze?

Ada ini judulnya “I’m meeting someone i’ve never met”.

Boleh diceritain apa arti playlist ini?

Tentang perasaanku setelah pulang dari Bandung.

Jadi waktu pulang dari Bandung, aku merasa kalau perasaan untuk orang lain (seperti konteks cinta-cintaan) itu ga seberapa penting, biasa aja. Aku lebih ingin fokus ke keinginanku sendiri, kebutuhanku sendiri. Di saat itu aku membuat playlist judulnya “My Burden of Need”.

Nah jadi, setelah playlist “My Burden of Need”, ternyata aku menemukan playlist turunan lain. Aku menemukan ternyata apa yang kubutuhkan di diriku itu ya kehadiran orang lain juga. Pada titik ini aku merasa aku udah pernah ketemu banyak orang — orang dalam artian bisa cowok, bisa cewek, bisa konteks percintaan atau apapun — yang mana aku bahkan nggak nyangka aku bisa ketemu orang itu. Kayak, orang-orang yang ketika aku temuin itu ternyata benar-benar di luar dugaan.

Misalnya ketemu cewek terus ngerasa “wih, uayu yo…”, kadangkala kita mikir cewek yang secantik itu cuma ada di bayangan tapi ternyata ada beneran. Dan ini ga cuma tentang cinta ya, misalnya aku membayangkan seorang desainer kayak Paula Scher (Pentagram), ada nggak sih orang kayak gini di Indonesia? Aku percaya kalau ada, tapi mungkin aku belum ketemu.

Aku merasa, aku harus bertemu lebih banyak orang-orang seperti ini lagi. Jadi playlist “I’m meeting someone I’ve Never Met” ini soundtrack yang membuat aku semangat untuk mengejar itu.

Kalau ngelihat Date Added-nya ini semuanya seragam antara tanggal 23 Januari atau 27 Januari (2021), apa ada momen khusus terkait pertemuan-pertemuan ini yang membuat kamu memutuskan untuk menjadikannya ke dalam sebuah playlist?

Sebenernya lagu-lagu ini udah aku dengerin lama sih. Terus kan kebetulan aku orangnya suka memperhatikan lirik-lirik lagu, kebanyakan lagu yang aku dengerin itu ada konjungsinya dengan seseorang gitu. Akhir-akhir ini aku sering kenalan sama orang yang aku ga nyangka, ntah itu yang sekota atau dari luar kota, ntah dari lingkungan ini atau itu. Ya aku emang baru memikirkan ini kayak 2-3 minggu lalu sih.

Apa ada pertemuan dengan sosok tertentu yang bikin kamu tersadar akan pola ini? Bahwa ternyata selama ini kamu banyak ketemu dengan orang yang kamu sendiri nggak sangka?

Ada sih, tapi secara virtual, dengan seorang desainer yang ternyata circlenya masih nggak jauh-jauh dari sini. Jadi orang ini tuh ternyata pernah ngedesain untuk beberapa brand yang menurut aku keren, dan aku nggak nyangka kalo ternyata garapan orang itu. Dan sekarang kita bakal bikin proyek kolaborasi bareng. Seneng banget sih, jadi excited.

Any particular highlights dari playlist ini yang bisa kita breakdown?

  1. Ride: “Vapour Trail”
  2. The Velvet Underground: “Pale Blue Eyes”
  3. Slowdive: “Alison”
  4. The Cure: “Pictures of You”
  5. Joy Division: “Love Will Tear Us Apart”

Oke mari kita breakdown, boleh diceritain nggak alasan pemilihan lagu-lagu ini?

Wancok

Kalau nggak ada nggak papa kok hahaha

Banyak sih malah.

Ilustrasi oleh Djoko Ikhsan (@sosislemas)

Dari Ride dulu yang “Vapour Trail”

Background-ku dulu kan nggak sering dengerin lagu-lagu kayak gini. Nah terus waktu dengerin lagu “Vapour Trail”, aku pertamanya suka lagu ini karena progresi-nya yang cuma 4 chord diulang-ulang itu. Simple, tapi kena. Dan liriknya juga enak. Itu sih yang membuat aku suka sama lagu ini.

Di Ride ini kebanyakan yang nyanyi kan si Mark Gardener (vokalis utama dan gitaris -red.), tapi lagu ini yang nyanyi si gitarisnya, Andy Bell — yang habis gitu sempet di Oasis juga. Riff gitar pertamanya kan *humming*, terus tiba-tiba Andy Bell masuk nyanyi “First you look so strong/Then you fade away”… Wancok, itu sih, enak banget.

Aku suka dengan lirik-lirik yang ngasih kesan kegelisahan, kebingungan. The whole lyrics, keren. Tapi dua baris pertama, wajor seh.

Dan kalau boleh nambahin, mereka ini kan quartet asal Oxford, menurutku aksen lokal mereka lebih kerasa ketika Andy Bell yang nyanyi, dan ini nambah kesan ‘brit’-nya.

Aku setuju. Termasuk juga di lagu “Leave Them All Behind”.

Lanjut ke “Pale Blue Eyes” by The Velvet Underground… Kenapa?

Pertama, sebenernya aku suka musik-musik yang akustik. Terus balik lagi, karena aku seneng liriknya. Kadang progresi bisa jadi poin penting, tapi buat aku umumnya itu bukan yang utama, tapi lirik.

If I could make the world as pure
And strange as what I see
I’d put you in the mirror
I put in front of me

Menurutku bagian ini itu intinya dia (si Lou Reed) nggak ngurus. Ini kan sebenernya tentang percintaan, tentang kebingungan. Nah kalau aku sendiri nerjemahin ke dalam situasiku itu lebih ngerelate ke mimpi. Misalnya, kalau aku punya mimpi, aku akan berusaha mencapai mimpi itu walaupun sekitarku berpikir berbeda. Kayak, apapun yang terjadi ya nggak peduli, aku bakal merubah sesuatu kalau perlu. Dan mimpi itu akan aku taruh di hadapanku, menjadi sesuatu yang bakal tetap aku kejar.

Nah aku sendiri sedang berada dalam fase di mana aku bukan benci, tapi tidak menyukai omongan dari siapapun yang mengatakan “Eh kamu kok nggak fokus sih, kenapa nggak fokus di satu hal kalau udah besar kan lebih enak ngelakuin hal yang lainnya”. Well, I’m not that kind of person. Aku sendiri emang pengen punya brand, media, studio, dan semua yang aku jalanin sekarang ini, yang memang sejalur. Tapi aku ngejalaninnya emang dengan pelan dan aku nggak masalah. Aku yakin kalau suatu saat ini semua akan menjadi sesuatu bagiku. Ini yang aku yakini.

Aku kurang senang dengan omongan kayak gini yang sebenernya nggak menjatuhkan sih, lebih ke advice yang mungkin bagus. Tapi aku sendiri merasa kalau ternyata aku bisa multi-tasking kok, dan ini salah satu hal yang bikin aku semangat juga.

Berikutnya kamu mention “Alison”, dari Slowdive…

Wah ini sebenernya salah satu Top 2 Songs yang selalu aku dengerin setiap hari untuk teman ngapain aja. Kerja, ngedesain, atau apa aja, kebanyakan dengerin album ini (Souvlaki), terutama lagu ini.

Kalau kenapa-nya, balik lagi sih… Karena aku suka lirik yang mengutarakan kebingungan, mengutarakan perasaan gitu.

Terakhir kita cangkruk bareng, aku sempet mainin lagu ini kan pakai gitar. Aku padahal orangnya nggak pernah hafal chord lagu-lagu, cuma hafal lagu yang aku seneng banget sampai nempel. Kayak misal aku habis belajar chord gitar lagu yang aku nggak terlalu suka, atau suka-nya biasa aja, pasti besoknya udah lupa tadi pattern-nya gimana. Nah khusus lagu ini sama Vapor Trail itu aku selalu inget chord-chordnya.

Alison itu menurutku… *nyanyi*

Listen close and don’t be stoned
I’ll be here in the morning
’Cause I’m just floating
Your cigarette still burns
Your messed-up world will thrill me
Alison, I’m lost

“Alison,” I said, “We’re sinking”
There’s nothing here but that’s okay

Kayak kalau lagi galau gitu jadi bikin semangat lagi.

Karena?

Liriknya, mungkin.

Bait lirik di atas sih yang aku paling suka, sama bait di verse terakhir: “Your messed-up life still thrills me”, kan kalau di verse pertamakan your messed-up world, di sini ganti jadi your messed-up life. Selain itu progresinya juga enak.

Kita lanjut ke “Pictures of You” by The Cure

Nah! Kalau ini gara-gara intro-nya.

Ini intro-nya nggak selesai-selesai. Mereka cuma ngedrone dua chord sampai tangisan…

Nah *humming riff-nya Pictures of You sambil nyanyi*

I’ve been looking so long at these pictures of you
That I almost believe that they’re real
I’ve been living so long with my pictures of you
That I almost believe that the pictures
Are all I can feel

Nah kalau di sini, Pictures of You-nya jangan dibayangin cewek lagi ya, walaupun mungkin di lagu ini tentang seorang cewek.

Lagu ini emang untuk istrinya si Robert Smith sih

Nah iya. Tapi kalau aku pribadi ini lebih ke my dreams.

Aku kan dari dulu emang pengen punya brand. Bahkan sejak SMP pun udah mulai bikin brand. Waktu SMA juga, walaupun aku background-ku bukan dari bidang kreatif/desain. Tapi ya gitu “I’ve been living so long with these pictures of you”, ya itu… Mimpi-mimpi ini tadi.

The whole song, begitu lah. Nggak bisa diapa-apain lagi. The Cure, “Pictures of You”. Udah itu aja.

Lanjut kita nih ke lagu terakhir? “Love Will Tear Us Apart”

Ini gara-gara film Control (2007). Maksudnya aku udah tau lagu ini, cuma setelah ngeliat film Control, aku jadi coba ngulik-ngulik tentang Ian Curtis. Buat aku lagu ini itu lebih kayak semacam pengingat.

Bait pertamanya kan: *nyanyi lagi*

When routine bites hard and ambitions are low
And resentment rides high, but emotions won’t grow
And we’re changing our ways, taking different roads

Then love, love will tear us apart again

Tapi balik lagi, di sini aku ngganti kata “love” dengan “dreams” sih. Jadinya “Dreams will tear us apart again”.

Dalam situasi kamu “us” ini siapa dan siapa?

Ya ntah itu aku dengan pertemananku, dengan keluargaku. Kayak gitu.

Why is the bedroom so cold? You’ve turned away on your side

Jatuhnya kayak lebih mengingatkan sih kalau, ya kita boleh lah bermimpi tinggi, karena aku bisa dibilang ambisius banget kan dengan mimpi-mimpiku. Tapi harus ada pagernya juga. Jangan sampai mimpi itu bisa menghancurkan pertemanan dan lainnya. Jadi kadang perlu “sabar Ris, santai, jangan digas terus”.

Contoh, misalnya ada temen yang ngomong hal yang aku nggak suka tentang mimpiku ini kayak yang aku dibilang berlebihan atau apa lah, aku bisa aja kayak “jancok opo se, ngerti opo kon” terus jadi males gitu. Tapi nggak dong, jangan gitu. Lagu ini semacam pengingat buat aku untuk tetep kayak “santai, dia masih temenmu, dia punya niat yang baik”. Jangan sampai mimpi kita ngerusak pertemanan kita dengan orang lain.

Ada lagi?

Kalau aku liat Ian Curtis kan matinya bisa dibilang karena kesalahan dia sendiri. Sebenarnya the whole problem di life story-nya dia itu ya gara-gara dia sendiri — kalau menurutku ya. Kayak dia ketemu sama cewek lain terus istrinya nggak terima sama kamu, terus kamu bunuh diri. Menurutku itu bukan salah istrimu, dan sebenernya nggak patut juga untuk menyalahkan dirimu. Jadi ya perbaiki semuanya lah, jangan mengakhiri.

Tapi kalau ngobrolin tentang itu, sebenernya ada faktor lain yang nggak kesebut sih: epilepsi-nya dia

Oh iya. Ya salah satu faktor mungkin ya. Setuju. Jadi nggak bisa manggung, nggak mau merugikan bandnya karena itu tadi. Setuju sih.

Oke jadi kalau dimisalkan sebagai sebuah spirit/objek, playlist ini bentuknya apa?

Bayangin aku lagi membuat film judulnya ini (judul playlist), yang didasari oleh lagu-lagu di dalamnya dan value-value yang ada di dalamnya. Nah terus aku harus bikin cover art dan menaruh suatu objek di tengahnya, itu apa. Gitu kan?

Aku bayangin mungkin rokok yang kebakar sih ya. Yang aku pegang, dan dibiarin nyala.

Karena menurutku, semua yang aku pikirin ini pasti ada end-nya. Sebuah end yang harus kita pribadi stop. Itu sih mungkin dari playlist “I’m meeting someone i’ve never met” ini.

Sekarang kan aku lagi bener-bener lagi nyari link/kenalan kesana-sini, muter terus. Nah pada suatu titik, aku harus stop (mengejar), merasa cukup, dan ngejalanin apa yang udah aku capai atau punyai. Mungkin simbolnya rokok ya, rokok yang terbakar, yang akan habis.

Ntahlah, nggak kepikiran. Aku mikir rokok karena sekarang lagi ngerokok.

Ada hal-hal terakhir yang mau disampaikan? Untuk völks sejawat mungkin

Ini nyambungin ke playlist tadi ya.

Coba jadikan cinta — oke kita dalam kurung dulu ya: (cinta itu nggak harus into someone tapi juga bisa into something). Nah coba jadikan cinta kepada someone (mau itu pacar, orangtua, teman) itu dijadiin itu something, yang bukan objek nyata. Itu kayaknya bakal menjadi lebih nempel hidup kamu, menurutku ya.

Makasih banyak Faris sudah mau menjawab pertanyaan2 völkgaze!

Terimakasih juga völkgaze.

:>

Klik pranala ini untuk mendengarkan “I’m meeting someone i’ve never met”, sebuah Daftar Putar oleh Alfarisi.

Daftar Putar adalah serangkaian jurnal wawancara yang dielaborasi dari playlist para völks. Program ini ada untuk mengangkat kekuatan narasi di balik penciptaan sebuah playlist. Daftar Putar bisa diceritakan dan dinikmati oleh siapa saja, termasuk kamu.

--

--