Hitam Putih Perkembangan Festival Budaya dalam Pariwisata

Martha Agustine
Wirta Indonesia
Published in
5 min readAug 4, 2020
(Sumber: Zimbio)

Mulai dari Jember Fashion Carnival, Solo Batik Carnival, hingga Banyuwangi Ethno Carnival, festival seni pertunjukan yang dikemas dalam bentuk karnaval ini kini menjadi “tanda pengenal" bagi daerahnya.

Seni merupakan komponen yang sangat penting dari produk pariwisata. Zeppel dan Hall (1992) menggambarkan pariwisata seni didasarkan pada beragam kegiatan, termasuk lukisan, patung, teater, dan bentuk ekspresi kreatif lainnya, seperti festival dan events. Wisata seni cenderung bersifat mengedepankan pengalaman, di mana wisatawan menjadi terlibat dan terstimulasi oleh kegiatan yang disajikan, dan merekamnya dalam memori mereka.

Salah satu bentuk seni yang perannya cukup terlihat dalam pariwisata adalah festival yang dikemas dalam bentuk karnaval budaya. Bentuk lain yang tidak kalah terkenalnya adalah ritual adat tradisional yang dikomodifikasi penyelenggaraannya. Festival telah menjadi fenomena budaya selama ratusan tahun, ide festival tradisional ini tercetus setelah manusia merasa membutuhkan waktu untuk melakukan perayaan sebagai bentuk relaksasi dari kerasnya kehidupan sehari-hari. Kini, penyelenggaraan festival mulai berfungsi sebagai sarana untuk menegaskan kembali, atau menghidupkan kembali budaya dan tradisi lokal, serta dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk merayakan identitas budaya mereka. Festival juga bertujuan untuk mendukung dan mempromosikan seniman lokal dengan menawarkan bentuk konsentrasi kegiatan seni berkualitas tinggi. Gagasan menggabungkan festival dengan pariwisata telah ada sejak lebih dari seratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1859 dengan diselenggarakannya Handel Centenary Festival yang diadakan di Crystal Palace London. Bahkan, Adams (1986) mencatat bahwa festival dan pariwisata telah memiliki sejarah panjang yang saling menguntungkan. Kirschenblatt-Gimblett (1998) pun menjelaskan bagaimana semua jenis festival yang telah dikembangkan sejak pertumbuhan pariwisata massal di periode pasca-perang, bertujuan untuk lebih mendorong pariwisata. Akhir-akhir ini, meskipun banyak festival bertujuan untuk kepentingan lokal (sebagai perayaan masyarakat setempat saja), festival tetap berhasil menarik wisatawan. Hingga pada akhirnya, sebagian besar festival yang diselenggarakan dibuat dengan memperhatikan kunjungan wisatawan. Festival jelas memiliki konsentrasi pengunjung yang lebih tinggi di wilayah negara yang sejak awal sudah menjadi destinasi. Oleh karenanya, sebagian besar penyelenggara merancang konten program dengan mempertimbangkan daya tarik wisatawan. Delamere et al. (2001) menjelaskan bahwa penyelenggaran festival seperti dua mata pisau yang berjalan beriringan, seperti hitam dan putih yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan selain memberi manfaat bagi masyarakat, terdapat dampak sosial yang harus ditanggung.

Manfaat sosial dari penyelenggaraan festival (Delamere et al, 2001):

  • Menunjukkan ide-ide baru
  • Memberikan kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru
  • Meningkatkan citra komunitas
  • Meningkatkan kebanggaan komunitas
  • Menguatkan identitas dan kohesi komunitas
  • Bekerja bersama dan berbagi ide di antara kelompok-kelompok komunitas
  • Meningkatkan kualitas hidup

Dampak sosial penyelenggaraan festival (Delamere et al, 2001):

  • Intrusi nilai-nilai sosial dari luar dan gangguan kehidupan masyarakat lokal terkait
  • Meningkatnya kebisingan, lalu lintas, dan berbagai bentuk polusi
  • Meningkatnya angka kejahatan dan vandalisme
  • Memicu konflik terkait sumber daya keuangan yang terbatas
  • Timbulnya persaingan antar-komunitas
  • Beberapa kelompok mendapat manfaat lebih dari yang lain sehingga timbul kesenjangan
  • Menyorot stereotip budaya negatif

Festival dapat menjadi intisari suatu wilayah beserta orang-orang yang tinggal di dalamnya. Meskipun tentu saja akan muncul masalah seperti autentisitas, atau trivialisation budaya (Kirschenblatt-Gimblett, 1998). Getz (1994) menjelaskan bahwa autentisitas berarti tidak adanya perbedaan antara acara tradisional dengan festival yang dibuat. Dalam acara tradisional, hak mengenai autentisitas dimiliki kelompok masyarakat yang mengadakan acara tersebut. Namun, jika terjadi pengulangan dalam sebuah acara tradisional untuk memenuhi permintaan wisatawan, hal itu tidak selalu berarti bahwa nilai-nilai tradisional yang ada sedang dikompromikan demi pariwisata. Hal ini tergantung pada persepsi antara penyelenggara acara dan wisatawan. Persepsi ini yang harus dikomunikasikan. Dalam penelitiannya tentang festival tradisional, Carlson (1996) menjelaskan bahwa penyelenggara festival dan wisatawan sama-sama memahami bahwa fungsi utama dari sebuah festival tradisional sebagai metacommentary (penjelas) sebuah budaya atau kehidupan sosial dalam suatu daerah terkait. Oleh karena itu, kita tidak bisa langsung melabeli sebuah festival tradisional yang dijadikan objek wisata sebagai praktik komodifikasi atau objektifikasi. Hubungan antara penyelenggara festival dengan wisatawan dapat lebih didasarkan pada rasa saling pengertian dan keterlibatan.

(Sumber: The Jakarta Post)

Tujuan dari mengadakan banyak festival adalah untuk meningkatkan citra suatu daerah, sehingga daerah tersebut dapat “dimasukkan dalam peta destinasi wisata”. Prioritas lain dalam hal sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Hal ini penting untuk meningkatkan profil suatu daerah dan meningkatkan citra eksternal jika investasi bisnis, sponsor, atau pariwisata tertarik. Namun, citra internal suatu daerah harus diberi pertimbangan yang sama jika orang ingin merasa positif tentang lingkungan, budaya,dan identitas mereka sendiri. Dalam konteks umum, hal ini mungkin termasuk dalam penyediaan fasilitas budaya dan rekreasi yang memadai, program pendidikan dan pelatihan keterampilan, hingga peningkatan keselamatan dan keamanan. Festival mungkin dapat bertindak sebagai katalis untuk semua perkembangan ini.

Dari sini sangat terlihat peran penting festival dan acara khusus yang diselenggarakan dalam pengembangan pariwisata budaya. Festival dan event budaya tersebut seringkali lebih mudah diakses oleh massa daripada bentuk seni lainnya, karena mereka menyediakan forum terbuka untuk menikmati penyelenggaraan perayaan tersebut. Dalam banyak kasus, festival ini juga dapat menjadi ekspresi budaya, tradisi, dan identitas masyarakat setempat. Meskipun masyarakat harus berhati-hati untuk memastikan bahwa autentisitas perayaan mereka tidak terganggu oleh pariwisata.

Kadang, terdapat kasus di mana sebuah kelompok masyarakat yang terpinggirkan dapat terbantu dalam meningkatkan citra internal mereka berkat adanya penyelenggaraan festival. Meskipun acara semacam itu cenderung gratis — sehingga mendorong akses dan partisipasi — pengadaan festival tetap dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian lokal. Hubungan antara seni dan pariwisata tidak selalu harmonis, tetapi menarik untuk dicatat bahwa dalam kasus tertentu seperti acara yang diselenggarakan kelompok masyarakat atau etnis minoritas, pariwisata dapat memberikan kontribusi positif bagi kesinambungan budaya.

Referensi:

  • Adams, R. (1986) A Book of British Music Festivals, London: Robert Royce.
  • Carlson, M. (1996) Performance: A Critical Introduction, London: Routledge.
  • Delamere, T.A., Wankel, L.M., and Hinch, T.D. (2001) ‘Development of a scale to measure resident attitudes toward the social impacts of community festivals, Part 1: Item generation and purification of the measure’, Event Management, 7, pp. 11–24.
  • Getz, D. (1994) ‘Event tourism and the authenticity dilemma’, in Theobald, W.F. (ed.) Global Tourism, Oxford: Butterworth Heinemann, pp. 409–427.
  • Kirschenblatt-Gimblett, B. (1998) Destination Culture: Tourism, Museums and Heritage, Berkeley: University of California Press.
  • Zeppel, H. and Hall, C.M. (1992) ‘Arts and heritage tourism’, in Weiler, B. and Hall, C.M. (eds) Special Interest Tourism, London: Belhaven Press, pp. 47–65.

--

--

Martha Agustine
Wirta Indonesia

feeling like a Monday, but someday i'll be Saturday night