pulang

Cahyawardhani
wordbiting
Published in
2 min readDec 2, 2018

ia melepas tas jinjingnya yang berat itu — berbagai buku nonfiksi yang ia beli (yang belum ada dibaca sehalaman pun), laptop, kantung kecil yang berisi peralatan make-upnya, botol air minum dan beragam ukuran sedotan bambu (agar zero waste living, katanya) ia tumpahkan kedalamnya. letih, pundaknya. tak kalah letih, pikirannya.

ia menghapus gincu merah yang ada di bibirnya. besertanya, obrolan tanpa henti dengan teman kuliahnya, obrolan dipaksakan dengan teman kantornya, dan bisikan pada diri sendiri: kamu bisa, kamu bisa.

ia menanggalkan celana jinsnya. ia melihatnya nanar. tangannya menelusuri bekas-bekas merah di pinggulnya. bekas merah yang berteriak meminta untuk berhenti: dua ukuran terlalu kecil. dua ukuran terlalu kecil dan terlalu sempit namun sepadan dengan anggukan setuju sahabat-sahabatnya. dua ukuran terlalu sempit, dengan anggukan sahabat-sahabat yang terlalu sempit, tidak berkembang, menjerat.

ia memijit betisnya, letih oleh sepatu hak tinggi yang ia pakai meski ia harus melawan lautan manusia di stasiun Manggarai, lalu ganti di stasiun Tanah Abang. hak itu menginjak trotoar di Setiabudi yang masih pincang sana sini, lantai licin berbagai kafe di Senopati. hak itu terbuat dari pujian laki-laki dan kernyitan dahi mereka saat ia datang bertemu menggunakan sepatu kets buluk kesayangannya. lebih bagus begini, kata mereka.

ia menanggalkan blusnya yang ia pilih sedemikian rupa: sudah dipakaikah bulan ini? tahukah mereka merk ini? tampak pintarkah aku dibuatnya?

ia menanggalkan pakaian dalamnya, sedikit usang tapi nyaman. bukan bra push-up yang ia pakai untuk reuni dan undangan pernikahan — bra itu terlipat rapi di lemari, tidak nyaman. bukan celana dalam Victoria’s Secret yang ia beli untuk jaga-jaga, siapa tahu ada kencan yang prospektif. pakaian dalam yang sedikit usang tapi nyaman. toh, tidak ada yang melihat?

ia menanggalkan kulitnya, satu demi satu. satu lapisan untuk kantor, satu lapisan untuk teman. satu lapisan untuk pacar-pacar, satu lapisan untuk mantan-mantan yang meninggalkannya keji. satu lapisan untuk sahabat yang terlalu sempit, satu lapisan untuk keluarga yang terlalu berharap. satu lapisan untuk ekspektasi-ekspektasi orang-orang bagaimana ia harus menjadi, satu lapisan untuk aspirasi-aspirasinya bagaimana ia harus menjadi.

ia berkaca, melihat seseorang yang ia tidak kenali. seperti pakaian dalamnya: sedikit usang tapi nyaman.

prompt: hidden in plain sight

--

--