Isu Deforestasi, Kebijakan RED Eropa, dan Keamanan Ekonomi Indonesia

World Merit Indonesia
World Merit Indonesia
4 min readNov 1, 2019

--

Oleh Andi Dias Astiza Nasrum, World Merit Indonesia Yogyakarta

Minyak kelapa sawit merupakan kebutuhan penting secara global dan tidak banyak negara yang dapat memproduksinya. Minyak sawit dikenal murah, mudah diproduksi, dan dapat digunakan dalam berbagai hal — produksi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga sumber biofuel. Produksi minyak sawit di dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini menghasilkan sekitar 85–90% minyak sawit dari total produksi dunia. Menurut data BPS, industri sawit di tahun 2015 menyumbang kurang lebih 8% PDB.

Perkembangan industri sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan, dimulai dari tahun 1970–1980. Saat ini, Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar secara global. Pada awalnya, perkebunan kelapa sawit hanya perkebunan besar negara (PBN), lalu muncul perkebunan besar swasta (PBS) dan juga perkebunan rakyat (PR). Namun perlu disadari bahwa tidak hanya dampak positif yang dihasilkan dari kelapa sawit — keamanan energi, penyerapan tenaga kerja, pengaruh besar perekonomian, dan pembangunan daerah sekitar — kelapa sawit memiliki imbas negatif terhadap lingkungan hidup serta menyebabkan menurunnya sejumlah jenis hasil pertanian yang lain jika tidak dikelola secara baik dan sustainable. Hal ini terjadi karena kelapa sawit banyak menyerap air dan memiliki pengaruh buruk terhadap tanah.

Menanggapi munculnya isu-isu lingkungan dari kelapa sawit, Uni Eropa mengeluarkan kebijakan terkait sawit yang dinyatakan dapat memicu deforestasi dan kerusakan lingkungan lain — hingga climate change. Kebijakan Renewable Energy Directive merupakan langkah Uni Eropa dalam menangani emisi karbon secara global. Dibuat pada 23 April 2009, RED menetapkan kebijakan secara keseluruhan untuk produksi dan promosi energi sumber terbarukan di Uni Eropa. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa 10% dari transportasi mereka menggunakan bahan bakar ramah lingkungan di tahun 2020 nanti. Renewable Energy Directive menetapkan kriteria keberlanjutan untuk semua biofuel yang diproduksi atau dikonsumsi di Uni Eropa untuk memastikan bahwa mereka diproduksi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Produk kelapa sawit yang dikenal dapat menghasilkan biofuel dianggap tidak masuk dalam kriteria ini karena penggunaan biofuel berbasis kelapa sawit dengan penghematan karbon berbasis Crude Palm Oil (CPO) dianggap gagal memenuhi target yang ditetapkan Uni Eropa sebesar 35%. Selain itu, Uni Eropa menyatakan bahwa regulasi pengolahan kelapa sawit di Indonesia berbahaya bagi lingkungan karena adanya penebangan liar untuk pembukaan lahan.

Munculnya narasi di kalangan global yang menyebut bahwa kelapa sawit penyebab deforestasi adalah keliru. Berdasar beberapa penelitian ilmiah, ditemukan bahwa penyebab deforestasi di Indonesia bukan berasal dari kelapa sawit. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Tim IPB dan dikemukakan oleh guru besar IPB, Yanto Santoso, menyatakan bahwa kelapa sawit bukan penyebab deforestasi. Penelitian dilakukan pada 25 kebun sawit besar (KSB) serta 16 perkebunan sawit swadaya (KSS) yang berada di beberapa wilayah sentra kelapa sawit yaitu Riau, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan. Penelitian tersebut dilakukan dengan melihat hasil catatan sejarah asal mula perkebunan kelapa sawit satu persatu dan mencari tahu asal-usul lahan perkebunan kelapa sawit. Hasilnya pun bervariasi dan tak ada satu pun perkebunan yang berasal dari pembukaan lahan dari penggundulan hutan, penebangan secara liar, apalagi pembakaran hutan. Rata-rata perkebunan kelapa sawit adalah bekas tanah pertanian. Sebagian besar status dari perkebunan sawit yang telah diteliti bukanlah lahan hutan ketika izin kebun sawit itu didapatkan. Beberapa perkebunan sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit, sebelumnya sudah digunakan untuk pertanian yang didominasi oleh perkebunan karet, hutan sekunder, dan semak belukar. Hal ini menunjukkan jika kelapa sawit Indonesia dikatakan sebagai faktor deforestasi tanpa sebuah sampling, atau hanya di lokasi perkebunan tertentu, maka tidak valid untuk menyebut bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia merupakan penyebab deforestasi.

Tindakan yang dilakukan Uni Eropa yang menyatakan bahwa kelapa sawit Indonesia berbahaya bagi lingkungan dinilai merupakan sebuah upaya hambatan non tarif. Dalam perdagangan internasional, hambatan non tarif merupakan hambatan yang berasal dari kebijakan atau larangan maupun persyaratan tertentu yang kemudian membuat impor atau ekspor sebuah produk menjadi sulit atau mahal. Sehingga dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa Uni Eropa telah menghasilkan hambatan non tarif terhadap produk kelapa sawit Indonesia dengan bentuk produk olahan utamanya yakni Crude Palm Oil (CPO). Kebijakan ini tidak hanya berpengaruh di Eropa saja, namun juga menyebar ke seluruh dunia untuk meninggalkan produk CPO. Hal ini tentunya membawa dampak bagi perekonomian Indonesia dimana kelapa sawit merupakan salah satu penyumbang devisa negara yang cukup besar.

Sumber:

Administrator, info sawit, https://www.infosawit.com/news/9000/data-perkebunan-kelapa-sawit-siap-disinkronisasi--kementan-buka-kerjasama, di akses pada 15/06/2019.

Bambang Drajat, Lembaga Riset Perebunan Nusantara, “ Upaya mengatasi black campaign kelapa sawit dan langkah strategis ke depan” http://pse.litbang.pertanian.go.id, diakses pada 15/06/2019

Barry Buzann & Eric Herring, The Arms Dynamic in Wolrd Poliitics, Boulder: Lynne Rienner (1998), https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/03058298990280020407 diakses pada 15/06/209.

BPSD, Dampak sosial ekonomi kelapa sawit terhadap petani, 29 Januari 2019, http://www.bpdp.or.id/id/sawit-berkelanjutan/dampak-sosial-ekonomi-pengusahaan-kelapa-sawit-terhadap-kesejahteraan-petani/, diakses pada 15/06/2019.

Gisa Rachma Khairunisa dan Tanti Novianti , “Daya Saing Minyak Sawit dan Dampak REN (RED) Uni Eropa Terhadap Ekspor Indonesia ”, Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 104.

Sawit Berkelanjutan, Dampak Sosial Ekonomi Pengusahaan Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraan Petani https://www.bpdp.or.id/id/sawit-berkelanjutan/dampak-sosial-ekonomi-pengusahaan-kelapa-sawit-terhadap-kesejahteraan-petani/, diakses pada 17/06/2019

Sawit Berkelanjutan, Sawit Tidak Dibangun di Atas Hutan, http://www.bpdp.or.id/id/sawit-berkelanjutan/kebun-sawit-tidak-dibangun-di-atas-hutan/, diakses pada 17/07/2019.

World Growth, Palm Oil Green Development Campaign, Laporan Wolrd Growth, halaman 4 ,http://worldgrowth.org/site/wpcontent/uploads/2012/06/WG_Indonesian_Palm_Oil_Benefits_Bahasa_Report-2_11.pdf diakses pada 17/06/2019.

--

--