Menjadi Pemimpin — Cerminan Polymath Sejati

World Merit Indonesia
World Merit Indonesia
3 min readApr 27, 2019

oleh Lutfi Aulia Rahman, World Merit Indonesia Semarang

Akhir-akhir ini jamak kita jumpai sosok berpengaruh di sekitar kita. Insan yang diharapkan menjadi pencerah dalam berbagai simpul permasalahan yang tak bosan menjerat negeri ini. Mereka yang kita nantikan jawaban dan aksi nyatanya untuk terjun menyelesaikan segudang titik lemah yang menahan laju negeri ini menuju madani. Tak masalah meskipun ia sengajakan menceburkan diri untuk disebut sebagai pahlawan. Asalkan masalah terselesaikan, segenap tanya terjawab sekejap. Rakyat pun terpuaskan akan kontribusi mereka. Sebut saja mereka sebagai para pemimpin kita. Manusia-manusia dengan banyak kelebihan dibandingkan awam jelata.

Namun apa jadinya jika para pemimpin itu menjadi sumber kekisruhan itu sendiri? Awal percik pantik yang menjadi kontroversi tak kunjung menemui ujung titik. Ketika perkataan tak berpasang situasi. Tindak tanduk tak sesuai kondisi. Liarlah, maksud diri yang diwakili perkataan dan tindakan dianggap masyarakat sebagai sebuah pernyataan sikap yang tak semestinya.

Menjadi seorang pemimpin adalah merelakan diri menjadi konsumsi khalayak. Baik perkataan maupun tindak tanduk yang bisa diterjemahkan secara bebas oleh masyarakat. Toh, apa salah masyarakat? Mereka hanyalah awam. Adalah tanggung jawab insan terdidik — dalam hal ini diwakili oleh para pemimpin, untuk mendidik masyarakat agar mengerti.

Namun, apa jadinya bila seorang pemimpin tak mampu menerjemahkan situasi yang akan dijadikan landasannya dalam bersikap. Apalagi bila ia adalah seseorang yang mengemban tanggung jawab banyak individu di sekitarnya dalam setiap langkahnya. Gagal membaca, salah mengambil keputusan, gagap dalam eksekusi, kelak berujung pada terancamnya nasib mereka-mereka yang bernaung di bawahnya.

Memang, berat menjadi seorang pemimpin. Tidaklah cukup memahami suatu permasalahan hanya dari satu sudut pandang. Terlalu sempit jendela diskusi bila hanya dipandang dari satu sudut pandang keilmuan. Karenanya, kemampuan literasi yang layak mutlak menjadi kemampuan dasar yang wajib dimiliki seorang pemimpin. Terlepas dari kemampuan manajerial yang telah banyak dibangun dalam wahana-wahana bertajuk pelatihan kepemimpinan.

Literasi.

Masih menjadi pemeran yang terlewatkan dalam proses pembentukan seorang pemimpin. Padahal dengannya, pemimpin luar biasa mampu kita lahirkan. Seorang pemimpin yang haus akan ilmu, lihai melahap pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan baru, termasuk dari luar bidang keilmuannya sepanjang itu menunjang kapasitasnya sebagai seorang pemimpin. Sejarah telah mencatat bahwa pemimpin-pemimpin hebat di dunia adalah mereka yang juga seorang polymath. Yaitu mereka yang menguasai banyak rumpun keilmuan tak hanya untuk menunjang tugas-tugas mereka terkait jabatan dan kepemimpinan, namun juga memuaskan diri untuk menjelajahi luasnya samudera ilmu.

Awali dari Rasulullah SAW yang menguasai tak hanya segenap ilmu Islam, namun beliau di sisi lain adalah seorang administrator yang ulung dan panglima perang yang cerdas. Ambil contoh lain di era berbeda, kita akan menemukan nama Ibnu Rusyd yang menguasai ilmu filsafat, ilmu fikih, tauhid, hukum, psikologi, kedokteran, mekanika, dan geografi. Seorang tokoh yang dikenal sebagai bapak kedokteran, Ibnu Sina, pun menguasai banyak rumpun keilmuan lain seperti fisika, sastra, dan filsafat. Di jagat barat kita tentu mengenal sosok Leonardo da Vinci yang tak hanya terkenal dengan lukisan Mona Lisa-nya. Namun penguasaannya yang luas dan mendalam pada ilmu matematika dan mekanika yang tecermin dalam karya-karyanya mampu menjadi inspirasi ilmuan-ilmuan setelahnya.

Dalam kehidupan berbangsa pun kita patut berbangga pada sosok Haji Agus Salim. Seorang tokoh kemerdekaan dengan peran yang vital serta ditunjang penguasaannya pada ilmu agama Islam, 9 bahasa asing, politik, dan filsafat dalam taraf yang mengagumkan.

Sudah selayaknya kemahiran dalam berliterasi menjadi kemampuan dasar yang wajib dimiliki setiap pemimpin. Sudahkah sosok-sosok pemimpin sekitar kita memiliki kecakapan itu?

--

--