Terang , Gelap, Atau …?

Maria_FPS
2 min readJan 21, 2019

--

Sudah cukup sering, kita sebagai orang percaya mendengar kalimat “Jadilah Terang”. Tapi, apakah kita sudah melakukannya? Hayo…😅

Menjadi terang selalu identik dengan menjadi contoh atau teladan bagi orang lain. Tapi, kali ini kita mau melihatnya dari perspektif kasih, lebih tepatnya tentang mengampuni. Dalam 1 Yohanes 2, tepatnya di ayat 9 dikatakan “Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang.”

Bagaimana dengan saya dan kamu? Masihkah ada kebencian dalam hati kita terhadap orang lain atau mungkin terhadap keluarga sendiri?

Sebelum kita menjadi terang untuk orang lain, pastikan dulu bahwa terang kita beneran terang atau hanya terlihat alias semu. Atau, mungkin remang-remang bahkan nyaris padam? Gampang emank untuk bilang bahwa kita terang dunia dan lebih mudah menasehati orang lain yang seolah berada di tempat gelap. Tapi, bagaimana dengan diri sendiri? Jangan sampai kita menjadi orang yang munafik, yang terlihat ‘terang’ tapi sebenarnya kita tengah berada di kegelapan. Sudah atau belum kamu mengampuni seseorang itu memang tidak terlihat oleh orang lain, karena bisa saja kita menutupinya. Tapi ingat, Tuhan tahu dan dirimu pun juga tahu itu.

Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” (Matius 7:5)

Dan kalau kamu sudah mengampuni seseorang, nggak perlu diumbar juga karena semua akan terlihat dari perilakumu. Percuma aja kamu bilang sudah maafin tapi diungkit terus, bener nggak? Dan jangan sampai, kamu hanya menjadi anak terang yang ‘semu’ karena masih nyimpen kepahitan.

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. (Matius 5:14)

Sebenarnya menjadi anak terang itu sih nggak susah, selama kita selalu nempel ke sumber terang itu sendiri — Yesus. Kalau kita nggak nempel dengan sumber terang, maka lama kelamaan terang kita makin meredup bahkan gelap. Dengan kata lain, saat kita mulai mentolerir dosa kecil maka kita akan mentolerir dosa besar, meskipun sebenarnya nggak ada dosa besar atau kecil karena dosa tetaplah dosa. Sekali dua kali kita mengabaikan Roh Kudus di saat yang sama kita sedang menjauhkan diri dari sumber terang itu sendiri. Gimana mau jadi anak terang kalau kita kehilangan sumbernya?

Jadi, pilihan di tangan kita, mau hanya sekedar tahu bahwa harus menjadi terang atau beneran mau menjadi terang bagi sekeliling. Jangan sampai saat membagikan Kabar Baik kita membawa terang yang semu.

Selanjutnya: Apa Pesanmu?

--

--

Maria_FPS

Spicy food & Ice cream🍨 lover I Traveller I Blogger I “For me, JESUS is enough !”