Dasar Anjing
“Sialan! Bangsat! Keparat!”, Antonio berteriak ke arah luar pagar. Di matanya tergurat kebencian. Otot — otot kaki dan tangannya menegang.
Siti Salihah yang baru datang 0dari pekarangan belakang rumah senantiasa menghampirinya, mencoba untuk menenangkan Antonio.
“Hei Antonio, kenapa kau mencak — mencak seperti itu? Adakah yang salah di luar sana?”
“Hah, sialan. Tidakkah kau lihat dua bocah yang baru saja lewat? Satu berperut buncit berbadan cebol. Satunya lagi tinggi menjulang dan ingusan. Dua bocah keparat”
“Tentu tidak, sedari pagi aku menjaga pekarangan belakang. Monyat — monyet sial itu terus saja berdatangan. Berani mereka mencuri dari Wak Mamat saat sudah ada dua kita yang berjaga. Juga salahmu yang lebih suka bermalas — malasan, mereka jadi mengaggap remeh kita”
“Hah sudahlah, jangan kau tambahi lagi sialku hari ini dengan omelan — omelan jenuh itu. Dua bocah sial itu sudah cukup”
“Siapa sebenarnya mereka? Apakah kau mengenalnya?”
“Tidak, baru sekali aku melihat mereka dan mereka hanya berdiri beberapa saat di depan pagar”
“Apakah mereka bertingkah mencurigakan atau bermaksud mencuri dari rumah ini?”
“Sepertinya tidak. Mereka terlalu dunggu untuk merencanakan hal — hal seperti itu”
“Jadi apa masalahmu? Kau buang — buang tenaga meneriaki mereka yang tidak salah apa — apa”
“Mereka panggil aku anjing”
“Ada yang salah dengan itu?”
“Taukah kau orang — orang memanggilmu anjing untuk mengumpat, bukan kucing, katak, harimau atapun ayam”
“Apa ada yang salah dengan anjing?Anjing — anjing menjaga rumah dan ladang, sebagian ikut berburu dengan manusia, di waktu senggang bisa diajak bermain oleh anak — anak mereka. Hampir semua anjing setia dan dapat diandalkan, kenapa kata itu dijadikan umpatan?”
“Aku mana tahu. Anjing disamakan dengan monyet — monyet yang menyusahkan itu, yang kerjanya mencuri dan melempari barang — barang”
“Umpatan — umpatan ini aneh. Tapi kau sama anehnya. Kalau kau tidak merasa melakukan hal — hal konyol yang sama maka kau tidak perlu marah”
“Ah kau tidak akan mengerti, bodoh. Mereka menumpat padaku, titik. Itu saja sudah cukup sebagai alasanku untuk marah. Kalau besok mereka lewat lagi, akan kuhardik dan kukejar biar mereka jera”
Siti Salihah sungguh tidak habis pikir menyaksikan tingkah Antonio.
“Dasar anjing aneh” pikirnya, bergegas iya kembali ke pekarangan belakang untuk kembali menjaga kebun dari serangan monyet — monyet.