Tentang Sadar Diri

Puspita Kaban
zwyzxyz
Published in
3 min readOct 20, 2019

Aku sepenuhnya setuju bahwa kita harus menyadari kelebihan dan kekurangan diri masing-masing.
Selama ini aku selalu merasa sama cerdas dan sama bodohnya dengan orang-orang kebanyakan, terutama mereka yang ada di lingkaranku. Pemahamanku akan kebodohan adalah keadaan yang mana seseorang itu tidak mau tahu ("ignorant"). Seringnya aku menyebut atau menghakimi orang lain bodoh atas dasar pemahaman ini, seolah mereka memilih untuk tidak tahu/mengerti. Pemahaman ini juga memengaruhi caraku bekerja dan bersikap terhadap orang-orang. Saat bekerja dengan orang lain aku cenderung menetapkan ekspektasi dan jika mereka mereka tidak bisa memenuhi ekspektasi tersebut maka aku akan kecewa dan marah. Iya marah. Karena bagiku mereka tidak bisa karena tidak mau atau tidak cukup peduli. Begitu pula saat aku bersekolah, aku bukan siswa yang baik, seringnya mendapat nilai rata-rata. Kemarahan yang sama akan muncul saat mereka yang meraih nilai tertinggi tidak bisa menjawab pertanyaan ataupun sekedar terlibat diskusi. Karena harusnya mereka lebih cerdas dan harus lebih tahu.
Kepercayaan atas kecerdasan bukanlah hal genetik membuatku memaksakan mereka untuk mengerti apa yang aku mengerti. Dan seenaknya aku juga menghakimi.

Beberapa bulan belakangan, aku mulai menyentuh lingkaran yang lebih luas, berinteraksi dengan lingkungan yang lebih beragam. Dan ternyata aku menemukan banyak orang yang memang tidak lebih tahu dan memiliki batas pemahaman tertentu. Bahwa ada orang ini tidak bisa dipaksakan untuk mengerti, apalagi harus dipaksakan untuk menyamakan diri (selama ini lingkungan sosialku hanya sebatas teman sekolah).
Dan aku mulai menyadari bahwa aku salah.
Mungkin aku sedikit lebih cerdas dibandingkan beberapa orang (tentu saja banyak yang lebih cerdas dariku) dan kecerdasan itu melekat pada kondisi alami seseorang, genetik.

Penerimaan atas salah satu “kelebihan” tersebut membuatku menjadi lebih tolerir terhadap orang lain, khususnya rekan kerja. Menurunkan ekspektasi dan standar pribadi untuk menyamakan fase dengan orang lain.

Menyadari kekurangan diri mungkin penting karena bisa membuat kita simpati kepada orang lain.
Tapi menyadari kelebihan diri tidak kalah penting karena bisa membuat kita empati pada orang lain.

Kesadaran diri juga penting dalam memposisikan diri di dalam sebuah profesi.
Beberapa hari yang lalu aku melakukan wawancara kerja dengan salah seorang CTO.
Seperti pada umumnya wawancara, beliau menanyakan hal teoritik dan aku tidak bisa menjawab.
"I'm sorry but I have bad memory. I don't remember the formula", kataku dengan sedikit cemas pada saat itu.
Pada akhir wawancara, seperti biasa aku akan menanyakan "feedback" tentang wawancara tersebut.
"May you give me some feedbacks? Maybe any comment about my bad memory?", kurang lebih seperti itulah pertanyaanku.
Dan jawaban beliau mungkin lebih dari cukup untuk membuatku mengerti tentang posisi dan porsiku.

“I think your critical thinking is the most important thing, about how you may be able to solve problems. I don’t think it’s necessary to remember all the formulas, just understand the fundamental"

He really made my day. Menyadari kekuranganku membuatku menerima bahwa aku juga punya cela dan masih ada cukup ruang untuk perbaikan diri. Pendapat beliau membuatku tersadar bahwa aku punya kelebihan yang bisa menutupi cela itu.

Sadar diri bukan hanya tentang bagaimana upaya untuk memperbaiki pribadi masing-masing.
Sadar diri mencakup hal yang lebih luas, tentang bagaimana kita menempatkan diri dan memperlakukan orang lain, juga tentang bagaimana kita berdamai dengan diri sendiri.
Tahu porsi dan posisi.

--

--