Pengantar Untuk Artikel Terjemahan

Bimo Ario Suryandaru
334455 — Demokrasi Ekonomi?
5 min readJan 30, 2020

Belum lama ini saya mencoba menerjemahkan sebuah artikel milik coopexchange.coop bertajuk 4 skenario. Sebuah kejutan menyenangkan untuk memulai tahun ini. Dari sekilas pandang, artikel yang ditulis oleh Leo Sammallahti ini berhasil membuat saya terangsang untuk menggalinya lebih jauh. Berujung kepada permintaan saya untuk dapat menterjemahkannya kedalam bahasa Indonesia untuk dapat mendiskusikan apa yang ada dalam tulisannya agar teman — teman di Indonesia memiliki “sedikit saja” dorongan untuk benar — benar membacanya. Saya tidak akan berbohong, peringkat kedua sebagai negara dengan minat baca terendah memang disematkan pada Indonesia bukan tanpa alasan, apalagi tulisan berbahasa asing, lebih baik mengajak sayuran untuk membaca.

Sammallahti menuliskan 4 buah skenario dengan 2 tren yang mendukung bagaimana platform cooperativism dapat melakukan gebrakan pada tahun 2020. Opini ini saya tulis disebabkan dengan alasan yang sama kenapa saya menerjemahkannya sedari awal, rangsangan untuk mendiskusikannya lebih jauh. Dengan artikel berupa opinin lanjutan ini saya sangat berharap dapat menemukan orang lain yang memiliki rangsangan yang sama untuk membahas lebih jauh bersama tentang ini.

Apa itu Platform Cooperative? Tulisan berikut mungkin bisa membantu➡️ Platform Cooperative : Startup Digital Rasa Koperasi

Praktis dan realistis

Skenario yang dibuat Sammallahti bukan sembarang skenario tanpa latar belakang serta analisa tentang ekosistem baik terkait platform cooperativism itu sendiri maupun situasi global, khususnya terkait ekonomi digital. Untuk melihatnya dengan mudah, yaitu dengan menyadari bagaimana Sammallahti mencoba menjelaskan dua prediksi tren yang dapat mendukung dan saling berkaitan dengan Platform Cooperativism dibanding dengan terlebih dahulu menyodorkan skenario — skenario yang ia tawarkan.

Ditambah lagi bagaimana skenario — skenario yang ditawarkan oleh Sammallahti bukanlah sebuah ajakan sarat akan romantisme revolusi pergolakan gerakan perlawanan, melainkan skenario — skenari taktis dengan sebuah logline yang konsisten. Ibarat sebuah opera sabun, skenario ini bukan sebuah aksi panggung yang dipenuhi dengan dialog berima dan berintonasi pada setiap adegannya, melainkan gerakan — gerakan dinamis minim ekspresi wajah sebagai langkah mengisi ruang dan menggambarkan aksi tersebut secara keseluruhan, menuju sebuah babak akhir dengan plot yang harmonis. Tanpa ada pemanis tanpa perlu puitis, praktis dan realistis.

Melihat konteks

Dalam penelaahan artikel ini saya mencoba lebih melihat konteksnya sebagai perkoperasian secara garis besar. Akan sulit menemukan inspirasi (atau rangsangan) ketika melihatnya dalam konteks yang sempit berupa koperasi platform. Jauh, terlalu jauh. Pengetahuan maupun penelaahan mengenai kedua aspek pembentuk istilah “koperasi platform” di Indonesia terlalu jauh tertinggal dibanding tempat dimana Sammallahti melakukan pengamatannya.

Terkait platform mungkin masih ada harapan, karena saya sendiri cukup optimis melihat bagaimana para pelaku ekonomi digital di indonesia berkembang secara inklusif dan mendominasi, tetapi belum menjamin kalau semua orang mengerti ketika kita berbicara mengenai konsep platform digital. Kalau soal koperasi, jangan harap. Alah, bahkan masih banyak pelaku utama perkoperasian di indonesia tidak mengerti koperasi secara substansial.

Saran saya jika ingin dengan mudah memahami artikel dan menemukan rangsangan terkait perkoperasian di dalamnya adalah dengan cara merubah setiap kata Platfom Cooperative menjadi Gerakan Perkoperasian, itu saja cukup.

Menggabungkan kedua kata tersebut menjadi sebuah intilah baru seakan menerangkan fisika kuantum kepada seorang anak berumur 4 tahun, akan lebih bermanfaat jika tidak perlu menjelaskannya dan cukup menjaga memeliharanya hingga Ia cukup umur untuk mau paham. Untuk itu ketika saya membacanya, saya pun menggunakan konteks yang lebih luas dibandingkan dengan hanya menggunakan sudut pandang koperasi platform (padahal memang tidak mengerti konteks sempitnya). Saya menemukan hal tersebut membantu saya dalam menghubungkan titik — titik dalam skenario tersebut dan membaca babak per babak dari pola permainan yang ditawarkan oleh Sammallahti. Sekali lagi saya ulangi bagaimana saya menggunakan konteks perkoperasian secara luas dalam menelaah skenario milik Sammallahti.

Tren pendukung

Tren pendukung yang dipaparkan oleh Sammallahti berupa Bertambahnya Ragam Model Kepemilikan serta Perkembangan Hukum Antipakat menjadi kondisi penting bagaimana skenario — skenario dalam artikel dapat difungsikan sebagai katalis. Ragam model kepemilikan kini menjadi isu yang sedang seksi dibicarakan di belahan bumi bagian barat atau negara — negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Inggris Raya. Begitupula terkait hukum antipakat atau anti kartel, seakan membicarakan sebuah topik yang biasa saja dan memang perlu diperhatikan secara seksama karena meliputi kehidupan khalayak luas.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Konteks apa yang dapat kita gunakan jika tren yang dipaparkan tersebut tidak dapat kita lihat dalam iklim ekonomi serta kehidupan kita disini? Karena memang demikian adanya, bahasan terkait kepemilikan serta langkah — langkah legislatif mengenai anti kartel dan monopoli tidak pernah hadir dalam kehidupan kita sehari — sehari, seakan hal tersebut tidak memperngaruhi keputusan — keputusan, kondisi maupun bagaimana cara kita hidup. Padahal kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat dasar untuk dipahami.

Namun tidak dipungkiri, gerakan — gerakan komunitas untuk mandiri secara kolektif maupun inisiasi peningkatan kondisi sosial dalam bentuk praktis (wirausaha sosial contohnya) kian bertumbuh di Indonesia. Kesadaran pelaku usaha di sisi produsen dan konsumen juga kian menyadari betapa jauhnya rantai perdagangan dimana mereka berada sangat jauh dari kata mangkus dan sangkil. Hal tersebut dapat menjadi pendekatan yang cocok bagaimana membaca kesamaan tren dalam artikel.

Penerapan & Arah Skenario

Menelaah latar belakang Sammallahti serta skenario yang ditawarkan, kita dapat dengan mudah menyimpulkan arah kemana Ia mencoba menjelaskan apakah makna terobosan yang dimaksud. Sekali lagi, harap ingat bahwa tidak perlu menjadi jenius atau memiliki pengalaman setara pengambil keputusan skala pemerintahan untuk dapat menggunakan skenario yang ditawarkan, hanya memang diperlukan perubahan konteks dalam menelaahnya. Sayangnya penjelasan mengenai deskripsi terobosan tersebut memang tidak secara tersurat disampaikan pada artikel dalam bentuk tujuan yang terukur, hanya beberapa faktor dan pola yang sama di setiap ujung akhir skenario — skenario tersebut saja. Yaitu keadaan berupa terbentuknya sebuah sistem ekonomi yang demokratis dan ditopang oleh sistem kerja ekonomi digital yang dimiliki bersama secara kooperatif sesuai konsep Platform Cooperativism

Coba bayangkan, kalau skenario ini dijalankan oleh koperasi — koperasi di Indonesia?

Pada skenario satu Sammallahti menuliskan salah satu cara bagaimana koperasi platform dapat melakukan terobosan adalah dengan cara bergabung denga koperasi yang lebih besar. Ini sangat masuk akal. Terlebih dengan caranya menyampaikan bagaimana platform — platform yang hadir dengan misi desentralisasi dan demokratisasi seakan berhadapan langsung dengan bisnis — bisnis besar. Sedangkan pada konteks koperasi, kita memiliki koperasi — koperasi besar di pihak yang sama. Untuk itu cara praktisnya adalah bergabung bersama dengan cara saling menjawab kebutuhan untuk mencapai tujuan bersama sesuai prinsip kerjasama antar koperasi. Namun Sammallahti tidak naif, ia pun menyebutkan bahwa ini memang hal yang tidak mudah, menggerakan sebuah hal yang terlewat ajeg dan statis untuk melakukan perubahan dinamis. Coba bayangkan, kalau skenario ini dijalankan oleh koperasi — koperasi di Indonesia?

Skenario 2 dan 4 mengajak kita berpindah sejenak untuk menggunakan sudut pandang sebagai pengguna layanan platform. Menumbuhkan kesadaran bagaimana kepemilikan dapat menjadi kunci untuk menjawab keresahan yang dialami baik oleh pengguna maupun oleh pembuat platform. Dimana saat ini keduanya memang saling membutuhkan seiring semakin berkembanganya iklim ekonomi digital seta teknologi informasi. Tawaran terbuka bagi pengguna maupun pembuat platform untuk mengajak satu sama lain saling bertukar manfaat di dalam ruang platform tersebut dalam bentuk kepemilikan bersama berbasis koperasi

Kemudian skenario 3. Ah skenario 3. Bahasan terkait skenario 3 sengaja saya simpan setelah membahas mengenai skenario 1, 2 dan 4 karena menurut saya ini merupakan skenario yang memiliki ruang improvisasi terbanyak pada setiap pelaksanaanya. Terlihat dari bagaimana Leo menjabarkan sebuah dinamika paradoks yang timbul tenggelam dari penerapan konsep badan usaha kolektif yang dapat dimiliki bersama oleh SELURUH DUNIA secara terbuka dan berbasis kooperatif.

Sebagai penutup pengantar ini, saya memang tidak berniat untuk menjabarkan opini terlalu banyak mengenai ulasan artikel tulisan Sammallahti, saya ingin ini hanya menjadi sebuah pengantar. Saran saya jika ingin dengan mudah memahami artikel dan menemukan rangsangan terkait perkoperasian di dalamnya adalah dengan cara merubah setiap kata Platfom Cooperative menjadi gerakan perkoperasian, itu saja cukup. Semoga anda menemukan rangsangan maupun inspirasi yang saya maksud dari artikel tersebut, sehingga suatu saat kita bisa berusaha memenuhi nafsu kita bersama untuk menelaah lebih lanjut hidangan berupa tawaran skenario untuk melakukan terobosan gerakan perkoperasian ini di Indonesia.

--

--