Kenapa Mengalihkan Bahasa?

Alih Bahasa
7 min readMay 30, 2020

--

(English below)

logo alih bahasa
Logo Alih Bahasa

Selama bertahun-tahun membaca buku, sebagian besar baru saya sadari bacaan saya adalah buku terjemahan. Seperti halnya buku-buku lain, buku terjemahan mampu membuat saya terhibur. Nilai tambah buku terjemahan adalah bagaimana mereka bisa mengenalkan saya pada tempat-tempat yang jauh, yang amat berbeda dengan hal yang ada di sekitar saya dan yang sering saya dengar atau saksikan. Buku terjemahan serupa orang terasing yang tak pernah saya temui sebelumnya, namun ialah yang menghampiri saya dan mengenalkan dirinya, mengajak berbincang bersama. Barangkali buku terjemahan adalah orang asing yang baik dan ramah, yang tak perlu kita curigai atau takuti. Mereka hanya ingin berteman dengan orang-orang.

Sekarang saya bisa saja mengutip Saussure dengan teori linguistiknya atau lebih jauh lagi, Strauss dengan strukturalisme modernnya. Tapi itu akan menjadi amat sangat panjang dan membosankan. Yang terpenting bagi saya adalah bagaimana suatu bahasa dan bentuk karya yang tersusun atasnya bisa dinikmati oleh orang-orang dengan struktur bahasa dan kebudayaan yang amat berbeda. Sebab saya masih ingat ketika paman saya membelikan majalah dari kota saat saya masih kecil. Hal itu membuat saya berlatih membaca dan jatuh cinta dengan bacaan. Salah satu bacaan terjemahan pertama saya adalah Disney seri Donal Bebek. Saat itu tentu saya tidak berpikir mengenai dari mana tokoh Donal, Daisy, Trio Kwek-Kwek dan Paman Gober berasal. Amerika Serikat? Ya, barangkali saat ini kita semua tahu negara dan bahasanya itu. Tetapi bagi anak yang lahir dan tumbuh di sebuah kampung kecil yang tak memiliki satu perpustakaan dan toko buku pun, membayangkan para tokoh itu berbicara dengan bahasa yang sama sekali berbeda pun tidak pernah. Begitupun halnya dengan film kartun Doraemon yang selalu saya tonton, Chibi Maruko-chan, juga Ninja Hattori. Saya amat menyukai mereka , tetapi tak tahu mereka aslinya berbicara bahasa Jepang. Nah, jika para tokoh itu tetap berbicara dalam bahasa asli mereka, saya tidak yakin bahwa saya dan kita semua akan pernah memahami, bahkan menyukai mereka.

Itulah mengapa terjemahan alias alih bahasa, apapun bentuknya, bagi saya amat patut diapresiasi. Meski tak dipungkiri, pengalaman membaca buku terjemahan saya juga tak melulu manis. Tentu saja saya pernah menemukan buku terjemahan yang kurang nyaman saya baca. Ada pula yang cukup nyaman, namun selalu ada saja bagian tertentu yang saya kritisi. Saya merasa suatu bagian masih bisa diperbaiki dan suatu bagian lain masih bisa diganti dan diperhalus. Semua pendapat angkuh yang bisa saya utarakan sebagai “pembaca” biasa. Saya pun sering menemui orang yang menolak membaca buku terjemahan sama sekali dan buru-buru mengecap semua terjemahan adalah kaku, tak enak. Orang-orang tentu punya hak untuk lebih memilih membaca buku dalam bahasa aslinya, tetapi tidak untuk menihilkan upaya para penerjemah untuk menghadirkan karya yang dapat dinikmati oleh orang yang tak memiliki hak istimewa terhadap akses bacaan berbahasa asli. Untuk itu, saya pribadi mohon maaf karena sempat menjadi bagian golongan arogan tersebut.

Jadi, saya berpikir bahwa keangkuhan saya harus saya redam. Salah satu caranya adalah dengan merasakan sendiri proses penerjemahan tersebut. Begitupun dengan orang-orang yang skeptis terhadap karya terjemahan, barangkali proyek iseng saya ini suatu saat bisa mengubah pandangan mereka. Yah, setidaknya mereka mau memberikan apresiasi dengan mengkritik hasil kerjaan saya. Dengan begitu, terjemahan saya bisa mendapat perbaikan dan secara tidak sadar mereka mulai membaca karya bahasa-bahasa lain.

Hal di atas baru satu-dua alasan. Alasan lainnya tentu saja saya ingin mengasah bakat, berlatih kemampuan baru, mempraktekkan teori yang saya pelajari semasa kuliah, serta hitung-hitung membangun portofolio. Yang terakhir bisa jadi berguna bagi perkembangan karir dan rejeki saya. Meskipun saya tahu, terjemahan yang akan saya tayangkan di laman ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, hal yang terpenting adalah saya memiliki keinginan untuk berproses dan semoga laman ini menjadi pendukung saya dalam menjalaninya.

Laman Alih Bahasa ini akan sering saya tayangkan dalam bahasa Indonesia, semata-mata karena bahasa itulah yang paling saya kuasai. Saya akan menerjemahkan tulisan-tulisan yang saya anggap menarik, kemungkinan akan lebih banyak dari bahasa Inggris. Alasannya karena itulah bahasa asing saya cukup kuasai. Namun, tidak menutup kemungkinan saya melakukan alih bahasa yang sebaliknya, Indonesia — Inggris, bahkan tambahan satu bahasa lagi yang saya sempat pelajari semasa kuliah: Jerman. Semua materi yang saya terjemahkan tetap menjadi milik penulis atau media yang pertama kali menayangkannya. Biasanya saya akan mencari tulisan atau karya yang sudah menjadi domain publik, tapi pada beberapa kasus saya akan menerjemahkan pula tulisan baru yang memang bisa diakses secara gratis oleh umum (misal: artikel media massa, artikel web, tulisan di blog, sinopsis/preview buku, dan sebagainya). Saya tidak akan mendapatkan keuntungan finansial dan ataupun mengkomersialisasikan terjemahan yang tayang di laman Alih Bahasa.

Sekian pengantar laman Alih Bahasa ini.

Tabik,

Fafa

Introduction: Why Translating?

I’ve been reading books for years and it just came to me that most of the books I read are translated books. Just like any other books, translated books can amuse me. Their plus point is how they can introduce me to faraway places, where everything is so much different with what I have and hear or witness here. Translated books is like a very strange person I have never met before, yet he/she come to me and introduce themself, trying to make a conversation. Perhaps they are the good and friendly strangers who don’t need to be suspicious or scared of. Thay just want to make friends with other people.

Now I can just quote Saussure with his linguistic theory, or even Strauss with his modern structuralism. But it would be long and boring. For me, the most important is how a language and its form of works can be enjoyed by people with totally different structure of language and culture. I still remember when I was a little, my uncle bought me magazines from the city. It made me learn how to read and fall in love with reading. One of first translated reading is Disney’s Donald Duck series magazine. At the moment I, of course didn’t think about where do Donald, Daisy, The Three Nephews (Trio Kwek-Kwek) and Uncle Scrooge McDuck (Paman Gober) come from. United States? Yes, we all know the country by now. But for a kid who was born and raised in a small village where there was no single library and bookstore existed, it was never occured to even imagining all those characters speaking in different language. Same thing for animated film like Doraemon which I always watch, Chibi Maruko-chan, and Ninja Hattori. I really liked them, but I didn’t know they actually speak Japanese. Well, if those characters keep speaking in their original language, I’m not sure that I and we all would ever understand or even liked them in the first place.

That is why translation in whatever forms, for me personally, need to be appreciated. Although I won’t deny that not all of my experiences in reading translation are excellent. Of course I ever found a book which translation’s is uncomfortable to read. There is also books which comfortable enough, but there’s always certain part that I criticized. I always feel that one part still can be fixed, and another can be changed or improved. All my arrogant opinions I can say as a mere reader. I also often meet people who refuse to read translated books at all and roughly judging every translation as raw, unenjoyable reading. Those people of course have rights to prefer reading an original books, rather than translated books. But not to ignore the translator’s effort to present a literature that can be enjoyed by those who don’t have the priviledge to access original books. Therefore, for once became the part of those arrogant people, I truely apologized.

So, I think I shall make amends for my arrogance. One of the way is with experiencing the translation process myself. Also for those sceptical people, perhaps my personal project could eventually change their perspective. Well, at least they would give appreciation with criticizing my work. Then, I can make an improvement and they don’t realize they will begin reading works in other languages.

Those things are just a few reason why I make this project. The others are of course I want to sharpen my skill, training new skill, practicing the theory I studied in my uni, also building a portfolio. The latter can be useful to my career development. Eventhough I know my translation is far from perfect, but the main thing is I am willing to proceed and hopefully this page will become a good supporter for me through it.

This page, Alih Bahasa (tr.: translation), will often be posted in Indonesian, just because I am the native of it. I will translate interesting literature and writing, probably most of them are from English. The reason for this one is because that is the foreign language I am good at. But Iam not limited to do the reverse translation, Indonesian — English (like this introduction), even adding one more language which I learned at the University: German. All the materials I translate will stay belong to the original author or the media which posted the originals first. I usually use public domain literature, but in some cases I will also translate new/contemporary writings which indeed can be accessed by public freely (e.g.: articles from web or newspaper, blogpost, preview/book excerpt, etc.). I will not gain any financial profit or comercializing the translation form this page.

This shall conclude the introduction of Alih Bahasa.

Regards,

Fafa

--

--