Mengenal Feminisme — Bagian I

Radian Arfi
6 min readMay 14, 2019

--

Ini yang gerakan melawan kodrat itu ya?

Garnet from Steven Universe. Sumber: https://steven-universe.fandom.com/wiki/Garnet

Feminisme merupakan sistem gagasan, dan praktik-praktik politik yang didasari oleh prinsip kesetaraan antara perempuan dan laki-laki[1].

Sebagai sebuah sistem gagasan, feminisme dapat dibagi ke dalam beberapa cabang pemikiran berbeda, seperti feminisme liberal, feminisme sosialis, serta feminisme radikal[2]. Sedangkan sebagai praktik-praktik politik, feminisme dapat dimengerti sebagai sebuah gerakan sosial lintas periode[3].

Artikel ini akan membahas tentang feminisme; mulai dari ide dasar feminisme, cabang pemikiran feminisme, hingga sejarah gerakan feminisme yang dibagi ke dalam empat gelombang.

Prinsip Dasar Feminisme
Bagi feminisme, gender hadir di seluruh aspek kehidupan manusia. Bagaimana seorang individu mengidentifikasi dirinya, bagaimana perilakunya di depan publik, hingga posisi sosialnya ditentukan dari konsepsi gender yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, menurut feminisme realitas sosial harus dipandang melalui kacamata gender[4].

Terlepas dari ragam pemikirannya, feminisme memiliki lima prinsip dasar[5] yang umumnya disepakati oleh seluruh varian feminisme yaitu:

1. Memperjuangkan kesetaraan. Feminisme bersifat politis. Artinya, feminisme tidak hanya berkutat dengan ide-ide terkait kesetaraan. Feminisme menghubungkan ide-ide tersebut dengan aksi nyata, yang bertujuan untuk mendorong perubahan ke arah kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.

2. Memperluas pilihan individu. Feminisme menolak pandangan gender tradisional yang membatasi kapasitas perempuan dan laki-laki untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Menurut feminisme, seorang perempuan memiliki kapasitas, dan kebebasan untuk melakukan pekerjaan yang identik dengan laki-laki, seperti menjadi politisi dan atlit olahraga. Sebaliknya feminisme juga percaya bahwa laki-laki memiliki kapasitas, dan kebebasan untuk melakukan berbagai pekerjaan yang identik dengan perempuan, seperti mengurus rumah tangga dan menjadi guru taman kanak-kanak.

3. Menghapus stratifikasi gender. Feminisme menolak keberadaan undang-undang, serta norma budaya yang membatasi kesempatan perempuan dan laki-laki untuk mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan, dan memperoleh upah yang layak.

4. Mengakhiri kekerasan seksual. Menurut feminisme, ketimpangan antara perempuan dan laki-laki mendorong terjadinya berbagai kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan; mulai dari pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga perkosaan. Mengakhiri kekerasan seksual merupakan salah satu tujuan utama dari gerakan feminisme dalam beberapa tahun terakhir ini.

5. Mendukung kebebasan seksual. Bagi feminisme, perempuan memiliki kebebasan untuk mengekspresikan seksualitasnya tanpa harus dibayangi oleh rasa takut akan diskriminasi. Feminisme juga mendukung hak reproduksi seorang perempuan. Artinya, seorang perempuan memiliki kendali penuh untuk menentukan kapan ia akan hamil, dan apakah ia ingin mengakhiri kehamilan tersebut atau tidak — selama ini pilihan-pilihan tersebut umumnya ada di tangan laki-laki.

Cabang Pemikiran Feminisme
Feminisme merupakan sebuah sistem gagasan. Artinya, seorang feminis dapat memaknai gagasan feminisme secara berbeda dari feminis lainnya.

Meskipun sama-sama sepakat tentang pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, feminis memiliki perbedaan pandangan terkait cara untuk meraih kesetaraan tersebut[6].

Perbedaan pandangan inilah yang melahirkan berbagai varian feminisme seperti feminisme liberal, feminisme sosialis, dan feminisme radikal.

Feminisme Liberal
Berangkat dari pemikiran liberalisme klasik, feminisme liberal percaya bahwa setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri dan mengejar mimpi-mimpinya[7]. Namun para praktiknya, masyarakat cenderung membatasi kebebasan perempuan lewat distribusi kesempatan yang tidak merata[8].

Feminisme liberal mencoba memperbaiki kondisi ini dengan memperjuangkan kesetaraan hak (equal rights) antara laki-laki dan perempuan lewat ranah politik[9]; seperti menjamin hak pilih perempuan dalam undang-undang, dan mendorong legislasi undang-undang kesetaraan dan keadilan gender.

Feminisme Sosialis
Berangkat dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels[10], feminisme sosialis percaya bahwa kesenjangan antara perempuan dan laki-laki merupakan konsekuensi dari posisi ekonomi perempuan yang lemah[11]. Pandangan patriarkis yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah, dan perempuan sebagai pengurus rumah tangga menjadi salah satu penyebabnya.

Bagi feminisme sosialis, solusi dari permasalahan ini adalah revolusi sosialis. Revolusi sosialis akan melahirkan sistem ekonomi yang terpusat pada negara, dan menghapus kelas sosial yang ada dalam masyarakat. Hilangnya kelas sosial akan berdampak pada hilangnya kesenjangan gender — kesenjangan antara perempuan dan laki-laki[12].

Feminisme Radikal
Feminisme radikal menolak solusi yang ditawarkan oleh feminisme liberal dan feminisme sosialis, dengan alasan bahwa kedua solusi tersebut — memperjuangkan kesetaraan hak dan revolusi sosialis — tidak akan mampu memusnahkan patriarki yang telah mengakar di masyarakat.

Bagi feminisme radikal, satu-satunya cara untuk memusnahkan patriarki (dan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan) adalah dengan menghapuskan gender itu sendiri.

Perkembangan teknologi reproduksi dipandang sebagai salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut. Menurut feminis radikal, dengan memisahkan tubuh wanita dan proses kehamilan lewat teknologi reproduksi, masyarakat dapat terbebas dari belenggu sistem keluarga, gender, serta jenis kelamin[13].

Empat Gelombang Feminisme
Sebagai rangkaian praktik-praktik politik, gerakan feminisme dapat dibagi ke dalam beberapa periode yang disebut sebagai “gelombang” (waves)[14]. Namun perlu diingat bahwa pembabakan ini tidak bersifat final, dan kritik atas pembabakan feminisme (khususnya feminisme gelombang ketiga-keempat) masih menjadi perdebatan yang sengit di kalangan feminis.

Gelombang pertama dimulai pada tahun 1848, ketika konvensi hak-hak wanita pertama digelar di Seneca Falls, New York[15]. Fokus dari gerakan feminisme gelombang pertama adalah pemberian hak pilih bagi perempuan[16]. Tuntutan tersebut terwujud pada tahun 1920[17], lewat amandemen ke-19 dari Konstitusi Amerika Serikat yang berbunyi “hak warga negara Amerika Serikat untuk memilih tidak akan ditolak atau dibatasi oleh Amerika Serikat, atau negara bagian manapun berdasarkan jenis kelamin[18]”.

Gelombang kedua dimulai pada tahun 1962, ketika seorang penulis dan feminis Betty Friedan menerbitkan sebuah buku berjudul The Feminine Mystique. Dalam buku tersebut, Friedan bercerita tentang kekecewaan yang dialami oleh perempuan pada masa tersebut, terkait peran laki-laki dan perempuan di masyarakat[19]. Pada tahun 1966, Friedan dan aktivis feminis lain mendirikan Organisasi Nasional Perempuan (National Organization for Women; atau NOW) dengan tujuan utama memperluas hak-hak ekonomi perempuan, dan mengentaskan diskriminasi di lingkungan kerja[20].

Berbeda dengan gelombang pertama yang cenderung fokus pada isu perempuan dan politik (hak pilih), gelombang kedua memiliki fokus yang lebih luas, mulai dari peran perempuan dalam keluarga, perempuan dan agama, perempuan dan media, hingga perempuan dan kemiskinan[21].

Gelombang ketiga dimulai pada awal tahun 1990an. Gerakan feminisme pada gelombang ini dimanifestasikan lewat elemen-elemen budaya seperti musik dan seni lukis[22]. Munculnya seniman, lagu, serta komik-komik yang membawa semangat kesetaraan menjadi contoh gerakan feminisme gelombang ketiga. Pada gelombang ini, gagasan-gagasan yang dibawa oleh gelombang terdahulu terus didiskusikan, dikembangkan, dan dimaknai ulang oleh para feminis[23].

Gelombang keempat lahir seiring dengan berkembangnya internet sebagai platform diskusi dan aktivisme kesetaraan gender. Internet memberi kesempatan bagi feminis untuk menantang seksisme dan pandangan misoginis di ruang terbuka[24]. Semangat dari feminisme gelombang keempat — dan feminisme kontemporer secara umum — adalah interseksionalitas; bahwa ragam opresi hadir, dan saling berkelindan antara satu dan lainnya; menghasilkan fenomena yang kompleks, dan terkadang; kontradiktif[25].

Fenomena call out, serta munculnya terminologi-terminologi baru seperti check your privilege, Women of Color (WoC), dan trans-exclusionary radical feminists (TERF) menjadi ciri khas, sekaligus produk dari feminisme gelombang keempat[26].

Feminisme merupakan sebuah sistem gagasan, sekaligus rangkaian praktik politik. Sebagai sebuah sistem gagasan, feminisme dapat dibagi ke dalam beberapa tipe, sedangkan sebagai rangkaian praktik politik, gerakan feminisme dapat dipilah ke dalam empat gelombang yang berbeda.

Namun perlu diingat bahwa “tipe” dan “gelombang” yang disajikan dalam artikel ini bukanlah penjelasan yang sifatnya final. Dalam beberapa literatur, feminisme memiliki variasi yang lebih kaya — seperti feminisme psikoanalisis, ekofeminisme, hingga feminisme post-modern.

Di sisi lain, pembagian gerakan feminisme ke dalam gelombang menuai kritik dari akademisi, yang menyatakan bahwa gerakan feminisme harus dipandang sebagai gerakan yang cair, saling tumpang tindih, dan tidak dapat dipilah-pilah.

Selanjutnya: Feminisme Liberal, Radikal, Marxist, dan Sosialis

Catatan kaki
[1] Ritzer, George, The Blackwell Encyclopedia of Sociology, (Massachusetts: Blackwell Publishing, 2007), hlm. 1666.
[2] Macionis, John, Sociology, (New York: Pearson, 2012), hlm. 311–312.
[3] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 1666.
[4] Macionis, John, Op. cit., hlm. 311.
[5] Loc. cit.
[6] Loc. cit.
[7] Loc. cit.
[8] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 2618.
[9] Loc. cit.
[10] Macionis, John, Op. cit., hlm. 311.
[11] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 2839.
[12] Macionis, John, Op. cit., hlm. 311.
[13] Loc. cit.
[14] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 1672.
[15] Ibid., hlm. 1666.
[16] Ibid., hlm. 1673.
[17] Loc. cit.
[18] Konstitusi A.S., Amandemen Ke-19.
[19] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 1674.
[20] Loc. cit.
[21] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 1675.
[22] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 1677.
[23] Ritzer, George, Op. cit., hlm. 1678.
[24] Munro, Ealasaid. “Feminism: A Fourth Wave?” Political Insight 4, no. 2 (2013). hlm. 23.
[25] Ibid., hlm. 24.
[26] Ibid., hlm. 25.

Artikel ini dapat ditulis dan diterbitkan berkat bantuan dari kinibisa.com! Platform digital dengan misi mewujudkan generasi kompeten untuk Indonesia, di era digital. Akses portal kinibisa.com untuk mengetahui berbagai informasi menarik terkait insitusi pendidikan, beasiswa, profesi, dan masih banyak lagi!

--

--

Radian Arfi

A sociologist/anthropologist. A speck of dust in the tapestry of life.