Studi Kasus UX: Solusi menemukan barbershop

Frangga
8 min readJul 21, 2021

--

Photo by Michael DeMoya on Unsplash

Overview

Sekitar tahun 2014 saya pernah mencoba bercukur di salah satu barbershop ternama di sebuah mall. Dengan ekspektasi tinggi saya berharap mendapatkan hasil cukuran sesuai dengan keinginan saya, namun setelah bercukur, hasil yang didapatkan tidak sesuai ekspektasi. Kapster mereka pun tidak komunikatif, dan saya merasa tidak nyaman saat dilayani. Pengalaman tersebut membuat saya sering berganti dari satu tempat ke tempat lain hingga menemukan barbershop yang paling cocok dengan saya.

Asumption

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya berasumsi bahwa ternyata masih sulit menemukan barbeshop yang tidak hanya nyaman, tetapi juga memiliki kapster yang komunikatif dan dapat memberikan hasil cukuran sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Asumsi tersebut akan divalidasi sekaligus menjadi latar belakang dari studi kasus ini.

Design Thinking Process

Saat mengerjakan studi kasus ini, saya menggunakan metode design thinking yang terbagi kedalam 5 fase yaitu empathy, define, ideate, prototype, dan test.

5 fase dalam design thinking

1. Empathy

Proses pertama yang dilakukan adalah empathy. Proses ini bertujuan untuk mengetahui apakah masalah yang saya rasakan sekedar personal atau dialami banyak orang sekaligus memvalidasi asumsi sebelumnya.

Fase empathy menggunakan metode interview & competitive analisys

Sample spesification

Sebelum mencari partisipan, saya lebih dulu menentukan kriteria / spesifikasi user yang akan di interview agar data yang didapatkan lebih relevan, kriterianya adalah:

Laki laki, umur 16 sampai 35 tahun, sering atau pernah bercukur di babershop minimal 3–7 bulan terakhir, jangkauan nasional.

1 on 1 Interview

Setelah mencari, saya menemukan 7 orang yang merupakan rekan kerja dan 1 orang lagi adalah kerabat dari teman saya, mereka adalah pelanggan aktif barbershop dan 2 orang baru saja bercukur seminggu lalu. Proses ini pun dilakukan after office hour dan di akhir pekan sekitar 1–2 jam dengan obrolan santai.

Ada beberapa hal yang saya tanyakan seperti:

  1. Bagaimana pengalaman mereka dalam menggunakan jasa barbershop?
  2. Apakah mereka sering kesulitan mencari kapster profesional misalnya seperti memiliki sikap yang baik, komunikatif dan mampu mencukur sesuai keinginan pelanggan?
  3. Apa yang menjadi penilaian mereka sebelum memilih barbershop?
  4. Apakah mereka sering kesulitan mencari barbershop?
  5. Apa saja langkah langkah yang mereka lakukan sebelum dan sesudah menggunakan jasa barbershop?

dan berikut adalah jawaban dari partisipan:

Competitive Analysis

Setelah itu dilanjutkan dengan competitive analysis. Tujuannya adalah untuk membandingkan aplikasi serupa yang telah eksis, mempelajari flow penggunaan, fitur produk dan hal apa saja yang masih bisa di improve serta diaplikasikan ke dalam studi kasus ini.

Saya menggunakan aplikasi Cukurin dan Minutes sebagai objek perbandingan dengan mencobanya secara langsung dan melihat beberapa ulasan di google, kemudian men-highlight apa saja yang menjadi pain point:

Cukurin Indonesia

Aplikasi jasa cukur rambut yang menyediakan layanan untuk mencukur dirumah atau dimanapun user berada.

Pain Point

  • Menu navigasi utama terletak dibagian atas sehingga sulit untuk diaskes di beberapa device dengan ukuran yang panjang.
  • Informasi kapster tidak lengkap termasuk kontak, hanya tertera alamat dan jenis pelayanan.
  • Rating tidak menjelaskan indikator yang spesifik, salah satunya kebersihan kapster.
  • Tidak menyediakan fitur untuk berinteraksi antara pelanggan dan kapster.

Minutes

Aplikasi pemesanan layanan barbershop, salon dan spa.

Pain Point

  • Penilaian Kapster tidak menjelaskan indikator yang spesifik
  • Tidak ada preview barbershop
  • Tidak ada informasi profil kapster
  • Tidak ada pencarian sesuai wilayah

Pain point

Setelah melakukan riset, ditemukan 5 poin utama yang merupakan insight dan pain point:

1.Hasil cukur

7 dari 8 responden menilai hasil cukuran sebagai tolak ukur kemampuan kapster, bila hasil cukuran kapster bagus maka mereka akan kembali ke barbershop tersebut dan bahkan tertarik untuk berlangganan.

2. Kaspter

Kapster adalah subyek yang berhubungan langsung dengan user, sehingga user ingin adanya komunikasi dan kemampuan yang baik dari kapster seperti mampu mencukur sesuai arahan.

3. Pelayanan

Saat bertanya “apakah pelayanan yang baik termasuk salah satu faktor penting yang menentukan kepuasan mereka sebagai pelanggan?”, partispan menjawab “Ya” namun sebagian menempatkan hal ini sebagai prioritas kedua setelah hasil cukuran, karena bila hasil cukurannya tidak sesuai namun pelayanannya baik, mereka tidak terlalu kecewa walaupun ada yang memilih untuk tidak menggunakan barbershop itu lagi. Pelayanan yang dimaksud seperti bagaimana kru dari barbershop memperlakukan tamu / pelanggan dengan baik.

4. Penilaian (Review & Testimoni)

Salah satu masalah yang tidak kalah penting adalah bagaimana bisa menilai kemampuan kapster jika tidak ada indikator seperti review hasil cukuran maupun testimoni dari pelanggan sebelumnya.

5. Antrian

Tidak adanya informasi antrian membuat mereka harus menunggu lama untuk mendapatkan giliran bercukur.

2. Define

Pada fase Define, Insight yang telah dikumpulkan kemudian di analisa dan di identifikasi.

Fase define yang terdiri dari user persona dan customer journey mapping

User Persona

Setelah menemukan insigth dari proses empati, dibentuklah sebuah persona yang merupakan gabungan pola yang sama dari beviour, pain point, serta goals dari user.

Saya mendapatkan Romi sebagai subjek dari persona. Romi adalah seorang karyawan swasta yang bekerja sebagai visual desainer, ia suka mencoba hal baru, sangat memperhatikan penampilan dan passionate terhadap pekerjaanya. Frustasi terbesarnya adalah selain sulit menemukan barbershop dan kapster cocok, terkadang ia tidak punya waktu untuk mengantri bercukur karena aktivitas yang padat, saat mengantri pun ia sering merasa bosan.

Romi juga selalu mengikuti trend. Terkadang ia kebingungan menentukan model rambut (Haircuts), bukan karena tidak punya referensi, tapi kebingungan dengan model rambut yang cocok dengan karakter fisik kepalanya, ia membutuhkan saran profesional agar lebih percaya diri.

Journey of Romi

Ini adalah analogi tentang tahapan yang dilakukan Romi sebelum dan sesudah menggunakan jasa barbershop. Dibuat sebagai basic flow kemudian dikonversikan kedalam customer journey map.

Customer Journey Map

Setiap tahap yang dilakukan romi diterjemahkan ke bentuk yang lebih umum atau secara garis besarnya saja. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana ia berinteraksi dengan produk sekaligus mengetahui feeling-nya disetiap fase. Ini merupakan gambaran proses dari customer journey map.

Disini saya menambahkan 1 fase yaitu membayar, karena ditemukan beberapa problem dan opportunity yang dapat digali difase ini.

Customer Journey Map

Solutions

Selanjutnya adalah membentuk solusi dari insigth dan pain point:

  • Menyediakan informasi barbershop seperti lokasi, jarak, maps sebagai pengarah, preview ruangan, fasilitas, layanan, kebersihan dan status ketersediaan barbershop.
  • Menyediakan pilihan dan profil kapster dengan beberapa indikator penilaian seperti portofolio hasil cukur, komunikasi, kebersihan, dan review pelanggan.
  • Rekomendasi barbershop.
  • User dapat memilih rekomendasi haircuts berdasarkan karakter kepala seperti jenis rambut dan bentuk wajah.
  • Informasi antrian seperti kaspter on work, nomor antrian dan jumlah pelanggan yang sedang mengantri.
  • Bercukur di rumah bagi user yang tidak punya banyak waktu dan malas ke barbershop.
  • Fitur entertain seperti artikel untuk menghibur user, terutama saat mengantri.

3. Ideation

Salah satu fase favorit saya adalah ideate, ini adalah fase dimana solusi yang telah dikumpulkan kemudian divisualisasikan menjadi sebuah desain.

Userflow

Sebelum mendesain, dibuatlah userflow sebagai map yang menjelaskan langkah langkah yang harus dilalui user dalam melaksanakan sebuah task hingga mencapai goals-nya. Fokus utama dari flow ini adalah menjelaskan bagaimana user saat mencari kapster, kemudian melihat informasi kapster/barbershop, membuat janji, membayar, menggunakan jasa hingga selesai dan mereview hasil cukuran.

Information Architecture

Selanjutnya adalah membuat dan menyusun segala informasi yang dibutuhkan dalam sebuah halaman menjadi sebuah informasi yang terstruktur.

Design Phase

Fase dimana membentuk semua data dan insight menjadi sebuah solusi dan produk yang dapat digunakan.

Tools dan media yang saya gunakan untuk mendesain, mencari inspirasi dan membuat prototype adalah:

Sketching

Sebelum membuat mockup biasanya saya selalu memulai dengan menskesta diatas kertas karena sangat mudah melakukan iterasi. Hanya dengan menggunakan pensil dan penghapus saja saya bisa lebih leluasa menentukan layout.

Wireframing

Sketsa yang telah dibuat kemudian dikonversikan menjadi sebuah wireframe, alasan saya tidak langsung mendesain hi-fi adalah untuk membuat blueprint dari desain terlebih dahulu dan menentukan layout dalam bentuk digital.

Design System

Kemudian saatnya membuat standarisasi komponen pada UI berupa Design system, nantinya dapat digunakan kembali sekaligus menjadi dokumentasi.

4. Prototyping

High Fidelity Wireframe

Wireframe yang telah dibuat kemudian diubah menjadi high-fidelity wireframe dengan menambahkan beberapa detail seperti warna, icon, dan gambar. Saya menggunakan design system yang sudah dibuat sebelumnya agar lebih mudah.

Prototyping

Selanjutnya adalah menghubungkan setiap wireframe hingga menjadi prototype yang dapat diujikan kepada user. Saya sendiri menggunakan figma dan principle pada proses ini.

5. Testing

Desain dan prototype yang selesai dibentuk, kemudian di ujikan untuk mengetahui apakah produk yang dibuat sudah sesuai dengan ekspektasi user dan mudah digunakan.

Saya menggunakan metode usability testing kemudian mempelajari setiap kesalahan pada desain dan melakukan revisi.

Anda dapat membaca laporan dari hasil UT yang saya lakukan disini

Design Outcome

Ini adalah hasil akhir dari desain berupa prototype yang telah valid setelah dilakukan usability testing dan revisi.

Screen preview 1 — Onboarding & Halaman Login

Screen preview 2— Beranda, Appointment, dan Halaman pencarian

Screen preview 3— Profil Barbershop

Screen preview 4— Profil Kapster

Screen preview 5— Rekomendasi Haircut

Screen preview 6— Jadwal Booking, Antrian, dan Form Ulasan

Conclusion

Cukup banyak tantangan dan pengalaman yang saya hadapi, mulai dari kesulitan mencari partisipan, jumlah responden survey yang tidak ideal, hingga beberapa case yang terjadi diluar dugaan terutama melakukan Interview maupun UT. Namun itu semua menjadi pengalaman luar biasa sekaligus pertama saya dalam mengerjakan studi kasus ux ini.

Appendix

Design Assets: Icons8, Flaticon
Image & Illustration:
Freepik, Unsplash
Visual Inspiration:
Dribbble, Pinterest, Behance, Uplabs

Source & Study Case Inspiration:

  1. https://bootcamp.uxdesign.cc/from-idea-to-design-system-688beade1cf4
  2. https://www.uxpin.com/studio/blog/a-hands-on-guide-to-mobile-first-design/
  3. https://bootcamp.uxdesign.cc/case-study-micro-audio-courses-for-learning-on-the-go-46feb966c18b
  4. https://bootcamp.uxdesign.cc/quora-usability-testing-ux-case-study-f3468fd46c1f
  5. https://medium.com/insightdesign/mari-mencoba-melakukan-usability-testing-bagian-3-action-9cd408211b9a

--

--

Frangga

Product Designer | Business & Tech enthusiast | Aspiring Product Manager