Handbook: Pahami Apa yang Kaum Stoik Lakukan

Panduan agar hidup tetap waras dan bermakna di tengah chaos nya dunia modern. Saatnya ubah perspektif hidup yang bisa bikin lo lihat dunia dengan cara santai dan damai.

Debbi Aditama
21 min readMar 22, 2024

Prinsip Stoikisme ini, secara keseluruhan nge-guide lo tentang gimana cara hadapi hidup dengan lebih tenang dan terkendali, tanpa terpengaruh sama banyak hal yang bikin lo stres.

Nah terus gimana dong caranya?

Mostly orang pengennya jawaban praktis dan guide yang komplit tentang gimana Stoikisme bisa mengubah hidup, right?

Disini gue akan bahas, gimana Stoikisme bisa bawa perubahan positif di segala aspek hidup lo. Semuanya praktis dan lengkap, dari A sampai Z gue bahas, agar pemahaman lo nggak setengah-setengah.

Ini bakal jadi pertualangan yang panjang. Jadi sebelum mulai, siapin cemilan dan posisi duduk yang nyaman,

cari suasana yang kondusif, udah?

Ok, let’s dive in!

Sejarah Singkat

Stoikisme ini muncul di Athena, abad ke-3 SM. Dibawa oleh tokoh awal seperti Zeno of Citium, Cleanthes, dan Chrysippus.

Konsep dasarnya simpel, yaitu mengejar kebahagiaan, atau yang sering disebut Eudaimonia.

Jadi, Stoikisme ini panduan praktis untuk hidup yang bermakna di tengah arus kehidupan yang nggak nentu dan berubah-ubah.

Stoikisme berorientasi ke cara pandang hidup yang fokusnya pada kebahagiaan dan moralitas. Jadi, mereka yang masuk ke dalam konsep ini output-nya, bisa lebih bijak hadapi segala dinamika hidup yang nggak bisa diprediksi.

Prinsip Utama

1. Dikotomi Kendali

Dalam filsafat Stoikisme ada konsep yang disebut,

Dichotomy of Control yaitu pemisahan antara apa yang bisa lo kendalikan dan apa yang nggak bisa lo kendalikan.

Poinnya, fokus ke persepsi lo, respon lo, dan aksi lo sendiri — faktor internal — yang udah pasti bisa banget lo kendalikan. Nah, dengan begitu, lo bisa bebaskan diri dari jeratan yang nggak penting seperti faktor eksternal — kondisi di luar faktor internal — yang seringnya bikin lo overthinking, bahkan stres.

Bayangin, lo lagi planning piknik ke pantai buat minggu depan. Rencananya udah mateng banget, mulai dari bawa bekal makanan enak, sampai bikin playlist khusus buat perjalanan. Nah, pas hari-H, tiba-tiba cuaca berubah drastis jadi hujan deras.

Konsep Dikotomi Kendali relevan disini. Jadi, meskipun lo nggak bisa kontrol cuaca — faktor eksternal, lo bisa kontrol gimana cara lo hadapi situasi ini — faktor internal. Mungkin bisa dengan siapkan game hujan yang seru, atau malah bikin dance hujan spontan bareng temen-temen.

Intinya, jangan terlalu stuck sama hal yang nggak bisa lo ubah, sebaliknya, coba lo arahkan aksi lo untuk bisa buat momen yang tadinya kelihatan nggak asik, jadi memorable dan enjoyable.

2. Virtue sebagai Kebahagiaan Tertinggi

Kekayaan atau apapun yang kasih kenikmatan sesaat, itu seperti nyala lilin di situasi angin kencang, cepat padam ya kan? Nah, menurut Stoikisme, rahasia bahagia yang tahan lama itu sebetulnya simpel,

Fokus jadi orang yang bijaksana, berani, adil, dan punya pengendalian diri yang baik — selanjutnya disebut virtue.

Nilai Keutamaan/Virtue disini punya peran penting dalam konteks kebahagiaan sejati. Gue pikir, dibanding koleksi barang mahal atau something dengan kenikmatan sesaat, kebahagiaan sejati dari hidup yang penuh virtue ini beda banget, lebih nendang!

3. Selaras dengan Alam

Jadi apa sih yang dimaksud “Selaras dengan Alam”? Apa itu soal merangkul pohon atau gandengan tangan sama bunga? Lingkupnya nggak sekecil itu, melainkan lebih dari itu.

Disini Stoikisme bicara soal “Penerimaan Aturan Alam Semesta”. Artinya,

Lo harus menerima kenyataan bahwa: segala sesuatu pasti berubah dan nggak abadi. Hanya dengan lo legowo, mampu tulus menerima, kedamaian batin bisa lo dapat.

Maka Stoikisme percaya, hidup harus selaras dengan alam, jangan melawan arus, jangan menentang dua hal ini,

  • Perubahan
  • Ketidak-abadian

sebaliknya jadikan itu hal yang wajar dalam hidup lo.

4. Menerima Kehilangan

Hidup itu ibarat ombak, selalu bergerak, dan kadang kasih sesuatu yang nggak terduga, ombak datang dan bawa pergi sebagian besar pasir di pinggir pantai.

Dalam pandangan Stoikisme, lo harus siap dengan segala hal yang nggak terduga yang datang tiba-tiba. Lo nggak boleh terlalu melekat dengan apa yang lo punya, karena suatu saat bisa aja hilang. Nah, secara praktikal, mereka punya trik jitu yang disebut

Visualisasi Negatif (Premeditatio Malorum),

Lo diajak dengan sengaja membayangkan hal buruk yang berpotensi atau bisa terjadi dalam hidup, bukan buat bikin lo overthinking, melainkan buat bikin lo lebih menghargai dan bersyukur atas apa yang lo punya sekarang.

Belajar menghargai apa yang lo punya, serta hidup dengan kesadaran yang mendalam akan sifat sementara kehidupan.

Dengan begitu, ketika memang suatu saat hal diluar dugaan yang nggak diinginkan terjadi, lo nggak langsung hancur berkeping-keping. Lo udah siap, dan lebih bisa nerima dengan legowo. Maka dari itu, penting buat nggak terlalu melekat sama benda atau pun hubungan, karena semuanya bisa berubah sewaktu-waktu.

Kehebatan Persepsi dan Mindset

Seperti yang lo tahu, stoikisme itu serius banget ngejar yang namanya Eudaimonia yang basically ini kebahagiaan tertinggi. Buat para Stoik, kebahagiaan ini bukan cuma soal seneng-seneng doang, tapi lebih ke hidup yang bener-bener berkualitas.

Mereka percaya kalau mindset lo itu harus top-notch, karena persepsi lo tentang dunia sekitar yang bakal nentuin gimana cara lo ngehadapin hidup. Jadi, lo perlu punya cara pandang yang bener dan nggak gampang ke distract. Kaum stoik bilang, kalo lo bisa kontrol persepsi lo dan tetap rasional, lo bakal bisa masuk ke zona yang mereka sebut Eudaimonia.

1. Cognitive Reframing

Dalam Stoikisme, lo diajak buat ubah cara pandang di situasi-situasi sulit dengan,

Memodifikasi/membingkai ulang persepsi yang lo punya — dengan melihat situasi atau masalah sulit sebagai peluang buat lo bertumbuh.

Saat lo lagi dihadapin sama masalah berat. Kayak lo ngerasa dunia ini nggak adil dan lo jadi korban keadaan. Disini stoik ngajarin lo buat reframe perspektif lo. Ubah sudut pandang lo.

Ingat, lo punya power buat shifting perspektif lo. Instead of seeing it as something that screws you over, lo justru ngeliat itu sebagai kesempatan buat lo grow and be a better version of yourself.

Kuncinya ada di mindset. Lo yang pegang kendali, bukan situasi. So, get up, face it, and grow from it!

2. Praktik Visualisasi Negatif

Manusia itu pada dasarnya emang suka mikir. Nah, karena terlalu mikir, jadinya suka overthinking dan akhirnya malah bikin diri sendiri cemas mikirin masa depan yang belum pasti.

Gini nih, ada trik keren yang bisa lo coba buat redam semua itu. Dalam dunia stoik, ini disebut Premeditatio Malorum.

Latihan yang dengan sengaja ngebayangin skenario terburuk dengan cara yang bisa lo kontrol.

Bingung? Sini gue jelasin!

Jadi, disini lo diajak buat ngebayangin hal paling buruk yang mungkin bakal terjadi saat lo ngelakuin sesuatu. Normalnya manusia cenderung ngindarin cara ini, karena ngerasa takut dan cemas.

Rasa takut dan cemas itu muncul karena lo meletakkan visualisasi negatif ini ke kondisi yang nyata. Pahami, ini cuma skenario, lo cuma ngebayangin, terjadinya pun di dalam pikiran, dan lo mampu sepenuhnya kontrol pikiran lo.

Terus, kenapa ini bisa bantu lo?

Karena dengan mikirin hal-hal buruk itu secara ‘terencana’, lo jadi lebih siap buat ngadepin kalau beneran kejadian. Mulai sekarang, coba deh bayangin worst-case scenario-nya. Bukan buat bikin lo tambah stres, tapi biar lo siap mental dan lebih appreciate sama apa yang udah lo punya. Life might throw some curveballs, but you’ll be ready to hit ’em out of the park!

3. Mengubah Kesulitan Jadi Peluang

Stoikisme punya pandangan unik tentang menghadapi kesulitan. Mereka berpandangan,

Momen tersulit dengan masalah terbesar adalah kesempatan terbaik buat ngerubah diri lo jadi lebih kuat dan lebih tangguh.

Nggak cuma kuat fisik, tapi juga kuat hati dan pikiran. Ibarat besi, ditempa lewat bara api, besi itu bakal jadi lebih kuat dan berguna. Begitu juga diri lo, ditempa lewat cobaan, lo bakal jadi pribadi yang jauh lebih solid.

Kesulitan yang lo hadapi tuh ibarat dapur. Di dapur, bahan-bahan mentah diolah jadi makanan enak. Sama aja dalam hidup, kesulitan itu bisa jadi ajang buat lo nunjukin kekuatan batin dan skill lo buat beradaptasi. Kuncinya, manfaatin setiap kesempatan yang datang, sekalipun dalam bentuk kesulitan.

Menumbuhkan Ketahanan Emosional

1. Pahami Cara Stoik Merespon Emosi

Stoik punya pandangan yang oke banget soal gimana lo harus nge-handle emosi. Mereka bilang yang paling penting itu,

Bukan gimana reaksi lo terhadap emosi, tapi gimana respon lo terhadap sumber emosi.

Dalam hidup, lo sering dihadepin sama warna-warni emosi. Menurut Stoik, penting buat lo nggak terlalu reaktif terhadap emosi, tapi merespon/memfilternya terlebih dahulu dengan bijak.

Gini-gini gue kasih analogi

Emosi itu ibarat alarm. Kalau alarm lo bunyi, lo nggak cuma diem doang atau panik, lo bakal cari tahu apa yang bikin alarm itu bunyi. Sama aja dengan emosi, jangan cuma bereaksi kayak kebakaran jenggot, tapi coba deh gali lebih dalam, apa sih yang bikin lo ngerasa kayak gitu?

Seorang Stoik akan melihat emosi itu sebagai sinyal buat mereka memeriksa diri.

Think about it this way,

Kalau lo cuma fokus ke gimana lo bereaksi, lo kayak jadi boneka yang digerakin sama perasaan. Tapi kalau lo berhenti sebentar dan mulai mikir,

“Oke, apa yang bikin gue ngerasa gini?”

“Apa situasi ini ada dalam kendali gue?”

Ini bukan soal lo nahan emosi atau pura-pura nggak ngerasain apa-apa. Bukan gitu. Ini lebih tentang paham bahwa lo punya kontrol atas cara lo ngerespon emosi. Dengan lo gali lebih dalam, lo bakal nemuin cara buat manage emosi itu secara positif, produktif, dan konstruktif.

2. Peran Self-Discipline dalam Manage Emosi

Emosi itu tricky banget. Pas lo lagi chill, tiba-tiba ada yang ngeselin, langsung tuh senggol bacok. Nah, di sini Self-discipline masuk.

Pas lo lagi marah atau cemas, lo bakal ngerasa semuanya jadi lebih parah dari yang sebenernya. Naik darah, meledak, tanpa pikir konsekuensinya. Bukannya bikin beres, malah bikin masalah tambah rumit.

Lo harus punya kendali atas diri sendiri, jangan biarin emosi yang take over.

Self-discipline itu ibarat otot, harus di-train terus biar makin kuat. Setiap kali lo bisa nahan diri buat nggak marah atau nggak terjebak emosi negatif, actually lo lagi nge-gym buat mental lo.

Ada senjata yang paling gue demen yang selalu gue bawa kemanapun buat ngelatih self-discipline ini. Yaitu,

Control what you can, ignore what you can’t.

One time, gue nemuin momen yang bikin emosi, maka disitulah gue nentuin arena bertarung gue.

Kalau lo disiplin, lo bisa lebih gampang ngefilter mana yang worth your energy, mana yang enggak. So, pas lo emosi, jangan langsung react. Take a step back, tarik napas, and think,

“Is it really worth my time and energy?”

Apa benda, kejadian, orang yang bakal lo kasih waktu dan tenaga buat emosi negatif ini worth banget buat lo ladenin? Rugi kan kalau lo spend waktu, pikiran, emosi dan kebahagiaan lo buat mikirin hal-hal yang nggak sepadan. That’s why I don’t want to lose the fight.

Habit buat nge-manage emosi dengan disiplin itu powerful banget. Lo jadi lebih tenang, bisa mikir jernih, dan akhirnya lo nggak akan keburu buat ambil keputusan yang salah cuma karena lagi emosi.

Ingat, every small step counts. Latih self-discipline lo tiap hari, mulai dari hal kecil. Lama-lama lo bakal lihat hasilnya, dan itu bakal ngefek besar di kehidupan lo. Keep it cool, stay disciplined, and watch your emotional game get stronger!

3. Ketenangan dalam Kekacauan

Nggak sedikit yang ngerasa kalau hidup ini serba kacau. Stoikisme ngajarin lo buat dapetin ketenangan di tengah kekacauan hidup. Dimana dalam praktiknya, lo diajarkan untuk mencari ketenangan di dalam diri sendiri — kondisi internal lo.

Gimana caranya?

Dengan ngelepasin diri dari gangguan-gangguan eksternal dan fokus cuma ke kondisi internal lo.

Ini semacam lo bikin private oase sendiri di tengah chaos nya kehidupan. Jadi, walaupun situasi di luar lagi gaduh, di dalam batin, tetap ada ketenangan yang lo bangun sendiri.

Merangkul Virtue untuk Hidup Penuh Makna

1. Empat Nilai Keutamaan/Virtue

Ada empat nilai keutamaan menurut filsafat Stoikisme:

  • Wisdom (Kebijaksanaan)

Ini bukan cuma soal jadi pinter atau tahu banyak hal. Lebih dari itu, Wisdom tuh kayak punya radar internal yang bisa ngebedain mana yang bener dan mana yang salah. Wisdom bakal bantu lo ngeliat realita dengan jernih, tanpa bias atau ilusi.

  • Courage (Keberanian)

Banyak orang mikir keberanian itu cuma soal berani lompat dari pesawat atau hadapin fear factor. Padahal keberanian yang dimaksud Stoik lebih ke soal ngambil langkah yang benar, even when it’s hard, even dunia di luar sana ngasih lo sejuta alasan buat menyerah. Courage tuh ibarat bensin yang ngedorong lo buat tetep jalan, walaupun jalannya berliku atau bahkan nggak ada jaminan lo bakal sampe.

  • Justice (Keadilan)

Adil disini bukan soal jadi pahlawan yang ngelawan kejahatan, tapi lebih ke gimana lo bisa perlakukan orang lain dengan fairness. Lo fair, lo nggak nyusahin orang lain, lo ngasih yang terbaik buat semua orang di sekitar lo. Lo nggak cuma mikirin diri sendiri, tapi lo sadar bahwa every action punya konsekuensi buat orang lain. Jadi,

Lo bertindak adil bukan cuma karena lo harus, tapi karena lo mau.

  • Temperance (Pengendalian Diri)

Ini yang paling tricky. Pengendalian diri berarti bisa jaga balance di hidup lo. Jangan sampe lo kebawa nafsu atau ambisi sampe lupa diri. Temperance ngajarin lo buat punya kontrol atas diri lo sendiri, ngatur emosi, dan nggak berlebihan dalam apapun yang lo lakuin. Lo bisa ngasih 100% tapi nggak sampai 110%, ngerti kan maksudnya?

2. Mempraktikkan Virtue dalam Kehidupan Sehari-hari

Virtue it’s something you live by. Lo bawa ke setiap keputusan yang lo buat. Misal lagi marah sama orang, tapi lo ingat buat bertindak dengan kesabaran dan pengertian, bukan dengan emosi yang nggak terkontrol.

Lo nggak cuma mikirin apa yang bener, tapi juga ngelakuin apa yang bener.

Dengan lo konsisten milih untuk bertindak dengan virtue itu lama-lama ngebentuk karakter lo. Dan yang keren adalah Karakter ini nggak cuma ngefek ke diri lo sendiri, tapi juga ke gimana lo berinteraksi sama orang lain. Lo jadi orang yang lebih bisa diandelin, lebih calm, lebih wise. Dan, trust me, orang-orang bakal ngeh dan respect sama lo.

So, Stoikisme itu nggak cuma buat dipikirin, tapi buat dihidupin. Dengan lo praktikin virtue dalam kehidupan lo sehari-hari, lo nggak cuma improve hidup lo sendiri, tapi lo juga bisa bikin dunia di sekitar lo jadi tempat yang lebih baik.

3. Menyelaraskan Tindakan dengan Value

Lo tau, apa yang bikin hidup lo bener-bener berarti? It’s when you align your actions with your values. Easy banget ngomongnya, tapi praktiknya? It’s a whole different ball game.

Kalau lo bilang ke semua orang, “Gue ini orang nya jujur banget,” terus lo malah bohongin diri sendiri atau orang lain, itu bullshit. Value lo itu cuman omong kosong kalau nggak diiringi dengan tindakan nyata. Lo nggak bisa bilang peduli sama kejujuran tapi malah nyolong di belakang. Itu ibarat lo ngomong peduli kesehatan tapi makan junk food tiap hari. It’s just not gonna work.

Sulit? Ya! Tapi lo harus konsisten berusaha. It’s about making choices setiap hari yang sesuai dengan value yang lo pegang. Action speaks louder than words, right? Nah, kalau action lo nggak nyambung sama value lo, then what’s the point? Lo cuma bikin diri lo pusing dan nggak puas dengan hidup lo. Intinya, hidup lo bakal lebih bermakna kalau lo bisa konsisten nyatuin action sama value lo.

It’s not gonna be easy, but trust me, it’s worth it.

Daripada lo sibuk mikirin apa yang orang lain pikirin tentang lo, mending lo fokus sama apa yang lo pikirin tentang diri lo sendiri.

So, mulai sekarang, lo harus serius memilah dan memilih action yang lo lakukan. Make sure every step yang lo ambil itu sejalan sama value yang lo anggap penting dalam hidup. Kalau nggak, lo cuma nyesel belakangan, dan percayalah, regrets are a pain in the ass.

Melepaskan Diri dari Hasil Eksternal

1. Fokus ke Proses, Bukan Hasil

Lo mesti stop jadiin hasil akhir sebagai fokus utama.

Coba deh kasih usaha terbaik lo di apapun yang lo lakuin, dan jangan terlalu mikirin hasil akhirnya. Kenapa? Soalnya kalau lo terus mikirin hasil akhir, yang ada lo malah jadi down.

Begini deh…

Ambisi itu emang keren, tapi jangan sampe jadi obsesi nggak sehat sama hasil akhir. Jauh lebih baik kalau lo pake energi lo buat usaha keras lo.

Kenapa?

Outcome (hasil akhir) itu nggak selalu bisa lo kontrol, tapi Effort (usaha yang lo kasih), itu udah 100% amat sangat bisa lo kontrol.

Jadi, santai aja, take a deep breath, dan fokus ke usaha lo. Just focus on the process, and let the results take care of themselves.

2. Mengelola Ekspektasi

Pernah nggak lo bikin planning yang udah perfect banget, tapi ending-nya malah zonk? Ya, ini sih kejadian yang sering banget dialami sama semua orang. Bikin planning mati-matian, eh malah berantakan.

Life is uncertain. Sadar deh kalau hidup itu penuh ketidakpastian. Kadang everything goes as planned, tapi kadang juga nggak. Jadi, ketimbang lo over optimis atau pesimis, coba deh stay realistis.

Punya mindset yang fleksibel dalam manage ekspektasi itu penting banget. Pas sesuatu berjalan nggak sesuai planning, lo nggak langsung down atau shock. Malahan lo lebih bisa bersiap buat adapt, pivot, and keep moving forward.

Kasih ruang diri lo buat nerima kalau nggak semua hal bakal berjalan sesuai rencana. Set realistic expectations biar lo nggak terlalu kecewa kalau ada yang nggak sesuai.

Prepare for the worst, hope for the best.

Jadi lo nggak akan terlalu shock kalau hal buruk beneran kejadian, tapi juga nggak akan totally pessimistic. Got it?

3. Bebas Tanpa Keterikatan

Ada suatu keajaiban pas lo mulai belajar buat melepaskan. Ini bukan tentang jadi bodo amat atau nggak peduli sama ikatan, tapi lebih ke belajar buat paham bahwa:

Kebahagiaan sejati nggak bergantung pada apa yang kita miliki atau pada siapa kita melekat.

Lo tau kan, sometimes kita ngerasa kudu banget punya ini itu biar happy, biar diakui orang. Tapi, guess what? Itu cuma sementara, bro.

Barang mahal? Rusak/hilang.

Status sosial? Bisa turun/berubah.

Pencapaian? Bisa dilupakan/bakal ada yang lebih hebat dari lo.

Tapi kalau lo bisa belajar buat melepaskan, lo bakal dapet kebebasan yang nggak bisa dibeli sama uang. Gini-gini biar gue perjelas,

Lo punya mobil mewah. Awalnya seneng banget, bangga bisa pamer ke orang-orang. Tapi lama-lama, ada rasa takut kehilangan, takut rusak, takut nggak bisa bayar cicilan. Hidup jadi penuh kecemasan. Tapi kalau lo bisa bilang, “Yaudah, kalau hilang, ya hilang aja,” lo bakal ngerasa lebih bebas.

Dalam konteks relationship. Banyak yang takut banget kehilangan pasangan atau temen deket. Sampai-sampai mereka jadi overprotective, posesif, dan akhirnya malah bikin hubungan jadi nggak sehat. Tapi kalau lo bisa paham bahwa kebahagiaan lo nggak tergantung sama orang lain, lo bisa lebih santai. You can love deeply, but also let go easily. Nggak ada lagi drama, nggak ada lagi rasa takut yang berlebihan.

In the end, hidup itu tentang menemukan keseimbangan. Lo boleh punya barang mahal, status tinggi, atau pencapaian keren, tapi jangan sampai itu semua yang ngontrol hidup lo. Belajarlah untuk melepaskan, dan lo bakal temuin kebebasan sejati yang selama ini lo cari.

So, be free, live light, and let go.

Praktik Rasa Syukur dan Kepuasan

1. Mengenal Kekayaan dalam Kesederhanaan

Pahami bahwa nggak semua yang berkilau itu emas.

Stoikisme ngajak lo buat ngelihat keberlimpahan dalam kesederhanaan. Konsep ini ngajarin lo buat bersyukur akan hal-hal dasar dalam hidup yang seringkali lo abaikan.

Saat lo bisa ngerasain kepuasan dari hal-hal sederhana, maka keinginan buat terus-menerus ngejar yang lebih akan berkurang. Sejalan dengan itu, rasa syukur lo akan berlimpah.

2. Rasa Syukur adalah Pengubah Perspektif

Praktik rasa syukur harian (Daily Gratitude) kasih pergeseran perspektif pada praktisinya. Instead terpaku ke hal-hal yang kurang, kita merayakan apa yang sudah kita miliki, yang ngebantu kita pelihara pikiran positif dan mindset yang tangguh.

Bayangin lo hidup ibarat gelas setengah penuh: kalau lo terus fokus ke bagian yang kosong, lo bakal seterusnya ngerasa kurang dan nggak puas. Tapi, saat lo shifting perhatian lo ke hal yang udah lo miliki, itu bakal ngebuka peluang buat hargai kehidupan yang lebih utuh.

3. Menemukan Kebahagiaan di Momen Sekarang

Seringnya kita sibuk mikirin masa depan atau terlalu banyak kejebak di masa lalu, sampai lupa buat nikmati masa sekarang. Nah, kaum Stoik ini punya cara keren,

Embrace the present moment, peluk erat momen sekarang.

Mereka bilang, dengan lo bener-bener ngerasain setiap momen, lo bisa nemuin kebahagiaan bahkan di hal sederhana sekalipun.

Membangun Hubungan yang Kuat

1. Prinsip Stoikisme dalam Hubungan Interpersonal

Dalam konteks ini, lo bisa ambil beberapa prinsip Stoik biar hubungan lo dengan orang lain lebih sehat.

Ada 3 prinsip dasar sebagai fondasi yang bisa lo jadikan pedoman dalam hubungan antar manusia.

  • Komunikasi yang jujur
  • penuh empati
  • respect

2. Empati dan Kasih Sayang sebagai Keutamaan Stoik

Dalam ajaran Stoik, empati dan kasih sayang diakui sebagai hal yang penting banget. Jadi, dengan lo paham perspektif orang lain dan memberi kasih sayang ke mereka, lo memperkuat hubungan antara diri lo sendiri dan orang lain.

Dengan mempraktikkan ini, udah pasti hubungan lo sama orang lain jadi makin kuat, sebab mereka ngerasa dihargai dan didukung. Sejalan dengan itu, diri sendiri juga akan jadi lebih kuat.

Lho gimana bisa?

Dengan lo share sikap empati dan kasih sayang, lo juga akan dapat perasaan baik yang lo share, rasa nyaman, dan kebahagiaan itu akan merangsang otak, menjadikan lo lebih positif dan optimis.

3. Hadapi Konflik dengan Ketenangan

Stoikisme ngebantu lo dalam hadapi konflik/adu argumen tanpa kehilangan rasa tenang. Instead lo emosi atau marah dalam perbedaan pendapat, lo bisa hadapi itu dengan tenang.

Fokusnya bukan menang atau kalah, tapi lebih ke saling mengerti dan cari solusi.

Mengatasi Rasa Takut akan Kematian

1. Merenungkan Kematian

Kaum Stoik nyaranin buat lo ngelakuin perenungan atas kematian. Praktik ini bukan buat bikin lo gelisah atau paranoid, justru praktik ini bakal bikin hidup lo lebih bermakna.

Dengan sepenuhnya sadar kalau kematian itu sesuatu yang pasti bakal terjadi, dengan begitu lo punya semacam ‘alarm’ dalam hidup. Dengan alarm ini, lo jadi lebih fokus sama hal yang bener-bener penting buat lo.

Jangan sampai hidup modal numpang lewat aja, sadari kalau lo bakal punya kesempatan lebih besar buat ngelakuin banyak hal yang berguna dan berarti.

2. Menerima Ketidak-kekalan untuk Hidup Bermakna

Kalau lo sadar hidup ini cuma sekali dan betapa singkatnya itu, pasti lo bakalan pengen buat isi hidup lo sama hal-hal yang bermakna. Mungkin lo bisa berusaha keras buat capai impian lo, atau setidaknya kasih dampak positif buat orang-orang disekitar lo.

Jadi saat nantinya lo udah nggak ada lagi, lo bisa ninggalin jejak abadi penuh makna di dunia ini.

3. Legacy dan Kontribusi

Stoikisme itu ngajarin lo buat bertindak baik, menjaga moralitas, dan membuat jejak positif di dunia. Karena yakin lah,

Pengaruh baik yang lo tinggalkan, itu bisa bertahan lebih lama ketimbang umur lo yang sesaat di dunia ini.

Praktik Meditasi dan Mindfulness

1. Melihat dari Atas

Praktik meditasi ala Stoik ini, ngajak lo ngebayangin diri sendiri lewat cosmic perspective. Cara pandang ini kasih gambaran lo tentang eksistensi.

Lo cuma sebutir debu di antara jutaan bintang dan galaksi yang tersebar luas di alam semesta.

Bukan berarti mengecilkan diri dan nggak berarti apa-apa, tapi lebih ke gimana lo bisa ngerasa kagum dan bersyukur atas keberadaan diri lo di tengah-tengah kebesaran ini.

2. Self-reflection

Apa lo pernah ngerasa di penghujung hari sebelum lo tidur, berpikir mengenai apa yang udah lo lakuin sepanjang hari, mulai dari tindakan sampai perasaan yang lo rasain?

Stoik percaya, kalau praktik evaluasi diri yang dilakuin dengan berfokus ke evaluasi moral, bisa bikin lo lebih aware sama diri sendiri, paham akan kekurangan yang lo punya, dan belajar buat terus bertumbuh setiap harinya.

Percayalah, setelah lo lakukan praktik ini, tidur lo bakal lebih tentram dan berkualitas.

3. Meningkatkan Self-awareness dan Ketenangan Batin

Praktik meditasi dan minfulness ningkatin self-awareness. Ada kalanya lo harus slow down sebentar,

Berdiam diri sesaat, biarkan hati dan pikiran lo melambat, observasi pikiran lo, cukup amati tanpa menghakiminya.

Hasilnya, lo bisa ngerasain kedamaian batin yang mungkin sebelumnya nggak lo sadari. Bahkan, cara ini bisa jadikan lo pribadi yang lebih kuat hadapi emosi yang berkecamuk dari dalam diri lo.

Penerapan Stoikisme dalam Kehidupan Profesional

1. Hadapi Stres Kerja dengan Prinsip Stoikisme

Stoik ngajarin lo buat hadapi stres kerja dengan fokus pada respon diri sendiri.

Gimana caranya?

Dengan lakukan pendekatan rasional dan reframing mindset ke hal-hal yang bikin stres, hasilnya lo bisa tetep clear dan efektif saat atasi masalah di kantor.

Bukan masalahnya yang diubah, tapi cara meresponnya yang bisa lo atur.

2. Leadership dan Etika Stoikisme

Etika Stoik ini bisa jadi panduan yang keren untuk kepemimpinan yang lebih baik. Dengan fokus pada,

  • Virtue
  • Empati
  • Self-discipline

Yang lo aplikasikan ke tindakan dan sikap lo sehari-hari sebagai profesinal.

Leadership ala Stoik bisa bikin tim percaya dan kuat, merangkul semua orang dengan penuh empati, serta bisa jaga disiplin diri, disitu lo akan mampu membangun budaya kerja yang solid dan harmonis.

3. Berfikir Jernih dan Objektif dalam Decision-making

Saat lo dihadapkan sama pilihan, seringnya keputusan yang lo buat diganggu oleh emosi, biasanya lo akan terbawa oleh perasaan takut, senang, atau mungkin kesal.

Nah, Stoikisme ini kasih tahu lo buat ngeluarin emosi itu dari setiap keputusan lo, hasilnya, pilihan yang lo putuskan akan berlandaskan prinsip-prinsip yang bernalar. Dengan begitu, keputusan yang lo ambil bakal lebih jernih dan objektif.

Penerapan Stoikisme dalam Personal Growth

1. Lifelong Learning dan Filsafat Stoikisme

Setiap hari adalah kesempatan buat lo grow up, entah itu bisa belajar dari pengalaman lo sendiri, atau mungkin dari buku-buku yang lo baca, atau bahkan dari obrolan bareng temen-temen yang penuh insight. Intinya, selama lo terbuka dengan ilmu dan pengalaman baru, lo udah ngejalani konsep Stoik ini.

Oh iya, dan nggak hanya soal ilmu pengetahuan aja. Belajar di sini juga tentang melihat dunia dari berbagai sudut pandang. Lo akan jadi lebih empati, lebih menghargai perbedaan, dan lebih bijak dalam ambil keputusan. Finally, lo akan tumbuh jadi versi yang lebih baik dari diri sendiri.

2. Continuous Self-improvement

Stoikisme percaya pentingnya perbaikan diri yang berkelanjutan. Mereka sadar akan perjalanan menuju eudaimonia yang nggak akan pernah selesai, hal ini memicu hasrat mereka buat terus berkembang.

Simpelnya begini, lo nggak akan pernah berhenti buat jadi lebih baik. Stoik percaya, penting buat terus belajar dan berkembang, karena proses menuju kesempurnaan diri nggak akan pernah selesai.

3. Menanamkan Growth Mindset

Prinsip Stoik ini selaras dengan growth mindset. Melihat masalah dan tantangan sebagai peluang buat bertumbuh. Saat lo gagal di suatu hal, instead lo langsung down dan merasa hopeless, kaum stoik melihat itu sebagai

Jalan pintas sesaat menuju arah kesuksesan.

Yang berarti, kegagalan bukan akhir dari segalanya, tapi lebih semacam pause moment, jeda buat lo refleksi dan prepare diri kearah yang lebih baik.

Mengatasi Miskonsepsi tentang Stoikisme

1. Stoikisme ≠ Apatis

Banyak yang salah kaprah tentang stoikisme ini, orang-orang anggapnya sebagai sikap apatis. Menjadi stoik, bukan berarti lo cuek sama kehidupan. Bukan berarti lo nggak peduli sama apa yang terjadi di sekitar lo.

Nggak bisa dipungkiri semua manusia punya emosi, begitu pun penganut stoik, mereka bisa sedih, senang, marah, atau takut, mereka tetap peduli terhadap emosi itu. Yang bikin beda itu, cara mereka melepas dan mengatur emosi, nggak sama dari kebanyakan orang pada umumnya.

Trus gimana caranya?

Mereka berkiblat ke cara berpikir rasional. Mereka berpikir logis tentang apa yang sebenernya terjadi, dan juga berpikir tentang, gimana seharusnya mereka merespon berdasarkan nilai-nilai virtue yang mereka anut.

Jadi, bukan karena mereka cuek, melainkan mereka paham kondisi tentang benar tidaknya hal itu buat mereka dan orang di sekitar mereka. Mereka dipenuhi dengan proses berpikir, bukan menolaknya.

2. Emosi sebagai Respon yang Rasional

Ada pandangan menarik dari Stoikisme tentang emosi. Kalau emosi yang muncul itu nggak ujug-ujug terjadi begitu aja.

Emosi adalah respon yang rasional terhadap kejadian di sekitar kita. Emosi yang muncul itu semacam sinyal yang kasih tahu kita tentang apa yang terjadi dan gimana cara kita meresponnya.

Trus apa sih gunanya memperhatikan emosi sendiri?

Menurut Stoik, dengan lo kasih perhatian ke emosi sendiri, lo akan lebih bisa ngeliat masalah dan situasi dengan lebih jelas.

Contoh, saat ada situasi yang bikin lo marah, lo harus stop sebentar dan berpikir, “Kenapa gue marah ya? Apa yang bikin gue marah?”. Dengan begitu, lo akan lebih peka sama masalah dan situasinya, akhirnya lo bisa handle emosi yang muncul dengan lebih dewasa dan nggak kebawa arus emosi yang berlebihan.

3. Menyeimbangkan Rasional dan Kemanusiaan

Stoikisme ngajarin lo tentang gimana caranya seimbangkan pikiran rasional dan kepekaan sosial.

Kaum Stoik itu pada dasarnya lebih milih berpikir logis dan rasional. Mereka percaya kalau logika dan pemikiran rasional itu penting dalam hidup. Tapi, yang bikin mereka beda, mereka juga punya kesadaran penuh tentang betapa pentingnya empati dan hubungan antar manusia.

Penerapan Modern Filsafat Stoikisme

1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Stoikisme

Kedua konsep ini ternyata punya banyak kesamaan, dan kombinasinya jadi dasar praktek terapi modern.

CBT adalah terapi yang mempratikkan tentang cara mengubah pola pikir untuk tujuan mempengaruhi emosi. Nah, di sisi lain, ada juga Stoikisme, yang sudah banyak kita bahas sebelumnya, berfokus ke gimana kita mengendalikan reaksi dan emosi kita terhadap kehidupan.

Dua konsep yang mungkin terlihat berbeda, namun ternyata punya tujuan yang sama: menguasai pikiran dan emosi.

Meskipun lo nggak bisa mengontrol semua yang terjadi di sekitar, tapi lo tetap bisa kontrol gimana cara lo meresponnya.

2. Stoikisme dalam Positive Psychology

Kalau lo ngikutin tren terbaru di dunia psikologi, pasti pernah denger tentang korelasi antara Stoikisme dengan Psikologi Positif.

Di dalam Psikologi Positif, ada konsep yang dipinjam dari filsafat Stoikisme, buat bantu seseorang dapetin kebahagiaan.

Gimana caranya?

Dengan berfokus pada sisi positif dalam diri lo, seperti kelebihan yang lo punya, rasa syukur atas hal-hal kecil, dan kekuatan dalam menghadapi masalah.

Dengan begitu, lo bisa jalani hidup dengan lebih bermakna dan bahagia.

3. Mindfulness Movements dan Prinsip Stoik

Pernah dengar tentang mindfulness movement? gerakan yang lagi tren belakangan ini. Ini semacam exercise untuk kasih kesadaran dengan keadaan ‘Momen Sekarang’.

Jadi, lo diajak fokus dengan apa yang sedang terjadi di momen sekarang, tanpa mikirin apapun tentang masa lalu atau masa depan.

Nah, menariknya, kedua konsep ini Mindfulness dan Stoikisme sama-sama ngajarin kita tentang pentingnya wujud kehadiran diri di saat ini dan menggali kedamaian dalam diri.

Langkah Awal Memulai Perjalanan Stoik

1. Self-assessment dan Goal Setting

Bicara soal memulai perjalanan jadi seorang Stoik, maka lo harus mulai dari yang namanya evaluasi diri terlebih dahulu. Nggak cuma itu, setelahnya lo juga perlu buat set goal yang jelas.

Dengan modal self-awareness yang baik, maka pikiran dan niat lo bisa selaras, setelahnya dilanjutkan dengan internalisasi prinsip-prinsip Stoik di dalamnya.

2. Praktik Daily Stoic

Konsistensi adalah kunci untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Stoik ke dalam hidup lo.

Lakukan ini setiap hari,

  • Refleksi pagi dan malam
  • Visualisasi negatif
  • Internalisasi nilai keutamaan/virtue

Ketiga ini bakalan bikin kuat fondasi Stoik lo. Ingat kuncinya satu: Konsisten.

3. Mencari Komunitas dan Resource

Bicara tentang perkembangan dan pertumbuhan dalam perubahan habit seseorang nggak akan jauh-jauh dari yang namanya modifikasi lingkungan. Gue percaya ungkapan yang bilang,

“Pribadi lo adalah hasil dari lingkungan yang lo pilih.”

Maka dari itu, dapat circle yang oke, yang punya pemikiran sama, disertai akses ke literatur dan resource seputar Stoikisme yang mempuni, akan amat sangat menunjang transformasi lo.

Di laman ini, gue bakal sediain resource yang mungkin lo butuhkan seputar Self Development dan Stoikisme. Lo juga bisa follow akun instagram gue untuk konten yang lebih praktikal dan interaktif, langsung follow aja, feel free, semoga membantu.

Udah simak sejauh ini? big thanks for reading and I hope you enjoy it!
Kalau kalian suka tulisan ini dan menurut kalian berguna,

📝 Gue rasa kalian juga butuh tahu ini — Hubungan Nggak Harmonis? 5 Tips Stoikisme yang Wajib Lo Coba!

📬 Jadi yang paling up to date dapetin artikel gue secara langsung via email, lo bisa subscribe disini!

--

--

Debbi Aditama

a Stoic and Freelance Mentor who loves eudaimonia and then tries to be your Personal Growth buddy. 🌱✨