Conversational Commerce di Indonesia 2016

dwi ereline
7 min readAug 18, 2016

--

Conversational commerce di Indonesia saat ini telah mengubah cara kita dalam berinteraksi dengan pelanggan kita sendiri, dan dalam artikel ini saya ingin menjelaskan mengapa saya meyakini hal tersebut.

Pada awal tahun ini, saya mendapat kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman saya mengenai conversational commerce dalam E-Commerce Summit, Anda juga bisa melihat presentasi saya dalam Slideshare.

Sedikit mengenai apa yang saat ini sedang saya kerjakan. Saya adalah satu dari empat orang founder sebuah layanan asisten pribadi berbasis pesan teks pertama di Indonesia, YesBoss. Untuk itu dalam artikel ini, saya akan fokus membahas tentang bagaimana conversational commerce membuat perbedaan dan berkembang di pasar Indonesia.

Pembahasan mengenai conversational commerce akan saya buat dalam beberapa artikel dan akan saya bagikan secara berkala dalam beberapa minggu ke depan. Artikel paling terbaru akan saya bagikan melalui LinkedIn. Jadi pastikan Anda sudah mengikuti saya di LinkedIn.

Bagian 1: Pengenalan: Conversational Commerce di Indonesia Tahun 2016

Bagian 2: Bagaimana Mentransfomasi Bisnis Anda menjadi Conversational Commerce

Bagian 3 : Studi Kasus: Dampak Conversational Commerce dalam Transaksi dan Perilaku Pelanggan?

Bagian 4: Studi Kasus: Bagaimana Conversational Commerce dapat Meningkatkan Employee Engagement di Indonesia

Pengenalan

Conversational commerce adalah cara dari sebuah layanan memberikan kenyamanan dan komunikasi yang lebih personal baik melalui suara ataupun teks dengan bantuan mesin atau manusia. Oleh karena itu pelanggan akan lebih merasa bertanggung jawab dengan penyedia layanan saat mereka sedang bepergian atau mengerjakan hal yang lain.

Integrasi yang kuat dari e-commerce, layanan asisten pribadi dan informasi mengenai produk dalam kehidupan kita sehari-hari mampu mengurangi banyaknya proses dalam menggunakan berbagai aplikasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Chris Messina yang menciptakan conversational commerce mengatakan:

“Conversational commerce memanfaatkan sebagian besar peran percakapan, seperti menggunakan teks atau dalam medium bahasa alamiah lainnya untuk berinteraksi dengan orang, merek, layanan atau bot yang sampai saat ini belum mempunyai peran dalam konteks komunikasi dua arah dan asinkronisasi.”

E-Commerce Vs. C-Commerce

Perbedaan antara conversational commerce dengan e-commerce ada pada waktu berkomunikasi antara penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi. Pada conversational commerce, komunikasi personal dilakukan saat sebelum, sedang dan setelah betransaksi.

Hal ini berbeda pada e-commerce dimana komunikasi antara penjual dan pembeli justru kebanyakan dilakukan setelah terjadi transaksi, baik itu berkomunikasi untuk meminta bantuan ataupun saat menyampaikan keluhan.

Hal ini bagaimanapun juga membuat seluruh proses dan kebiasaan masyarakat berbelanja offline dapat dilakukan secara digital dimana Anda bisa mendapat bantuan dengan lebih cepat.

Sementara e-commerce adalah tentang deskripsi produk, review, dan desain platform, c-commerce adalah tentang perilaku konsumen dengan melakukan komunikasi yang mengarah pada sebuah transaksi hingga akhirnya membentuk kebiasaan dalam bertransaksi. Untuk bertransaksi, kenyamanan pelanggan akan bergantung pada beberapa pilihan dan komunikasi langsung di tempat.

Dalam artikel selanjutnya kita akan membahas lebih banyak tentang berbagai macam merek dan perusahaan yang mulai melakukan percakapan dengan pelanggannya via Facebook Messenger, WhatsApp, Telegram, Line atau channel apapun yang biasa kita gunakan untuk berkomunikasi dengan kerabat, keluarga, ataupun kolega.

Semua patform tersebut telah membuat e-commerce bertransformasi ke dalam sebuah konteks kenyamanan sehari-hari yang lebih familiar dan personal. Meskipun memang, hal ini bukanlah sesuatu yang baru bagi pelanggan dan industri di Indonesia. Namun demikian, saat ini conversational commerce sedang menjadi tren, dan hal ini jelas dapat menjadi sesuatu yang besar.

Memahami kebutuhan dan perilaku pelanggan kita adalah kunci sukses bertransaksi melalui percakapan.

Saya tidak akan membahas terlalu jauh mengenai beberapa contoh yang mungkin Anda sendiri sudah mengetahuinya, justru saya membuat artikel ini agar Anda mendapatkan lebih banyak insight tentang produk-produk yang mengacu pada bisnis c-commerce dalam lanskap internasional.

Anda juga bisa mengikuti hashtag #ConvComm (https://twitter.com/hashtag/ConvComm?src=hash) untuk selalu update mengenai berita dan perbincangan conversational commerce.

Dan yang tidak kalah menarik juga, diantara update tersebut ada berita mengenai peluncuran Facebook Messenger Bot Store yang didedikasikan untuk B2B dan Microsoft Bot Framework untuk komunikasi pelanggan. Anda akan mengerti nantinya mengapa saya katakan ini menarik.

Conversational Commerce di Indonesia

Jadi, apakah conversational commerce merupakan sesuatu yang baru di Indonesia? Sebenarnya hal ini bukan sesuatu yang baru untuk pasar di Indonesia. Namun sebelum membahas lebih lanjut, mari kita lihat data apa saja yang kita punya dan mengapa aplikasi chatting cukup mendominasi di Indonesia, sebuah negara yang memiliki populasi hingga 260 juta orang.

  • 4.2 aplikasi chatting diinstal untuk setiap smartphone
  • 97% pengguna mengakses aplikasi chatting dua kali lipat setiap harinya
  • 39% pengguna lebih memilih aplikasi chatting sebagai channel komunikasi mobile utama mereka
  • 60 juta SME (small and middle enterprises) telah menjual produk mereka melalui aplikasi chatting

Bukan rahasia lagi bahwa Indonesia merupakan negara ketiga terbesar untuk pasar smartphone di kawasan Asia-Pacific (setelah Cina dan India) sehingga tidak heran banyak orang Indonesia tentu lebih menyukai aplikasi chatting dibanding aplikasi lain.

Setiap orang adalah para pengguna dan penikmat aplikasi chatting dan menggunakan chat untuk kepentingan pribadi maupun bisnis. Saya pun termasuk yang menggunakan chat untuk kepentingan bisnis dan groups melalui WhatsApp.

Dengan chatting Anda bisa melakukan percakapan dengan siapapun, manajemen properti Anda, penjual makanan kaki lima atau seorang reseller yang Anda percaya — bisnis skala menengah telah lama memanfaatkan aplikasi chatting dalam menjajakan produk dan memberikan pelayanan kepada pelanggan mereka.

Satu-satunya kendala penerapan conversational commerce dalam bisnis skala ini adalah kemampuan dalam membesarkan sistem dan jaringan dalam proses bisnis mereka.

Namun dengan estimasi jumlah SME hingga 60 juta seperti dikatakan data di atas, hal tersebut ternyata masih menjadi cara terbaik untuk berkomunikasi dengan pelanggan secara langsung di tempat. Itulah mengapa relationship marketing memainkan peran yang semakin penting dibanding media soial dalam dunia conversational commerce.

Di Indonesia, e-commerce mulai bertransformasi menjadi conversational commerce meskipun penerapannya masih sangat manual. Beberapa perusahaan bahkan sudah menerapkan teknologi dengan menambahkan artificial intellegence (kecerdasan buatan) dan NLP (Natural Language Processing) ke dalam layanan mereka berdasarkan perilaku pelanggan.

Di Indonesia, langkah ini masih sangat jarang dilakukan mengingat banyaknya penggunaan bahasa ‘gaul’ dan singkatan yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Berikut beberapa contoh dari transformasi e-commerce menjadi conversational commerce di Indonesia.

  1. Mataharimall.com

Mataharimall.com menawarkan kepada pelanggan mereka sebuah kenyamanan berkomunikasi yang bisa mereka akses via website chat dimana mereka bisa mendapatkan diskon dan informasi penjelasan produk dengan segera. Cepat dan mudah. Loyalitas pelanggan masa kini bukan lagi tentang produk yang ingin mereka beli melainkan pelayanan langsung yang cepat dan mudah yang membuat hubungan mereka dapat lebih loyal terhadap suatu brand.

2. Hilda, Asisten Pribadi untuk Wedding Planner dari bridestory.com

Dibanding harus mencari semua penyedia layanan yang Anda butuhkan untuk persiapan pernikahan Anda sendiri, aplikasi asisten pribadi untuk wedding planner dari bridestory, Hilda, dapat menawarkan Anda cara yang lebih cepat dan mudah untuk merencanakan dan mengurus acara pernikahan Anda.

3. ZAP Clinic

ZAP Clinic, perawatan khusus untuk hair removal, menawarka percakapan melalui website mereka sama seperti channel resmi LINE mereka untuk bisa berkomunikasi dengan pelanggan.

4. YesBoss Personal Assistant

YesBoss adalah layanan asisten pribadi berbasis pesan teks dan aplikasi di Indonesia yang bisa Anda gunakan secara gratis. Tim dari YesBoss akan membantu Anda memesankan makanan, tiket pesawat atau hotel dan keperluan apapun yang Anda butuhkan.

Untuk saat ini, YesBoss melayani semua permintaan pelanggan melalui SMS namun, tidak lama lagi Anda pun bisa menggunakan layanan YesBoss melalui aplikasi.

Tujuan dari layanan YesBoss cukup sederhana yaitu untuk menghemat waktu Anda. Dengan bantuan asisten pribadi, Anda jadi memiliki waktu untuk mengurus hal-hal yang lebih penting. Sisanya? Biarkan asisten pribadi dari YesBoss yang mengurusnya. Sehingga Anda pun akan memiliki waktu yang lebih banyak bersama teman dan keluarga. Ya, singkatnya, asisten pribadi dalam genggaman.

Kesimpulan:

Conversational commerce telah membawa e-commerce bertransformasi ke dalam sebuah konteks kenyamanan sehari-hari yang lebih familiar dan personal.

Melalui percakapan, berbagai perusahaan ataupun brand mampu membangun hubungan yang lebih baik dengan menawarkan produk dan layanan yang lebih mudah dan cepat kepada pelanggan baik itu dilakukan dengan bantuan mesin atau manusia.

Indonesia merupakan negara yang potensial menjadi pasar besar untuk bisnis conversational commerce, mengingat kebiasaan dan perilaku masyarakat Indonesia yang gemar menggunakan aplikasi chatting dan mulai bertransaksi dengan pedagang melalui aplikasi chatting.

Tantangan terbesar dalam penerapan conversational commerce di Indonesia ada pada skalabilitas dimana diperlukan penerapan teknologi lanjutan seperti NLP atau artificial intellegence untuk dapat melayani banyak orang dalam waktu bersamaan berdasarkan perilaku konsumen.

Artikel ini merupakan hasil terjemahan dari artikel Conversational Commerce in Indonesia 2016 yang ditulis oleh Chris Franke. Ikuti terus Chris Franke di LinkedIn untuk mendapatkan update terbaru dari artikel ini.

--

--