Perlukah Memberi Tahu Orangtua Tentang Kesehatan Mental Kita?

Intan Aprilia
3 min readApr 30, 2020

--

Pertanyaan itu terus ada di pikiran gue setelah mendapatkan diagnosis Generalized Anxiety Disorder (GAD).

Memberi tahu orangtua tentang kondisi yang sepenuhnya belum kita mengerti memang mengerikan.

Ujung-ujungnya, kita malah jadi overthinking dalam memikirkan respon mereka nanti.

Apa mereka bakal menyuruh kita salat? Apa mereka bakal marah, sedih, atau menyepelekan? Atau bisa jadi kita ragu memberi tahu orangtua karena nggak mau membuat mereka khawatir.

Rendahkan ekspektasi kita

Photo by Edgar Hernández on Unsplash

Gue akhirnya memutuskan memberi tahu orangtua beberapa hari setelah diberikan diagnosis, karena gue merasa nggak tenang kalau mereka nggak tahu.

Gue membiarkan diri sendiri memproses gangguan mental gue terlebih dahulu sambil mencari berbagai informasi tambahan.

Tahap ini penting supaya kalau orangtua bingung harus merespon apa, kita bisa memberikan sedikit penjelasan tentang kondisi itu.

Hal penting lainnya adalah tujuan kita memberi tahu orangtua. Kalau gue, tujuan gue adalah sekadar memberi tahu.

Kita harus ingat kalau orangtua nggak perlu betul-betul memahami gangguan mental tersebut secara mendalam.

Kita hanya butuh mereka tahu bahwa kita sedang berjuang menghadapi suatu kondisi mental dan sedang menjalani pengobatan atau terapi untuk mengatasinya.

Kalau kita sangat nervous, coba bikin daftar apa saja yang ingin disampaikan di notes handphone. Jadikan daftar itu sebagai guideline ketika nanti berbicara dengan orangtua.

Cara memberi tahu orangtua

Photo by Eye for Ebony on Unsplash

Gue memberi tahu nyokap secara langsung. Saat itu kami berdua duduk di meja makan, lalu gue menceritakan kalau gue habis berkonsultasi ke psikiater dan diberikan diagnosis GAD.

Gue menjelaskan dengan jujur apa itu GAD, apa yang gue rasakan saat serangan kecemasan terjadi, dan pengobatan yang diberikan oleh psikiater.

Nyokap tampak bingung dan helpless karena dia nggak mengerti. Lalu, dia menyimpulkan kalau gue harus ibadah.

Nah, itu adalah respon yang sudah gue prediksi. Perasaan gue saat menerima respon itu dari nyokap adalah disappointed but not surprised.

Di sini kita nggak perlu berargumentasi. Angguk-anggukan saja kepala dan setuju dengan apa yang dikatakan orangtua. Ingat, tujuannya adalah sekadar memberi tahu, bukan mengedukasi.

Lain lagi dengan bokap. Saat itu, gue memberi tahu bokap via chat. Respon bokap gue lebih terbuka, dia banyak bertanya tentang GAD dan ikut mencari-cari tahu dari artikel di internet.

Nggak ada yang spesifik dari percakapan gue dan bokap, karena gue tahu kalau bokap bakal lebih chill.

Beberapa hari kemudian, satu hal yang ditanyakan oleh nyokap adalah, “Sekarang sudah bisa tidur?”, karena susah tidur adalah salah satu gejala yang gue alami.

Bokap gue juga menanyakan sesuatu yang mirip-mirip, “Kamu masih stres-stres gitu?”

Supaya cepat, biasanya gue cuma jawab, “Sudah nggak kok. Sudah mendingan.” 😂😂😂

Nggak usah buang-buang energi kita. Berusaha membuat orangtua memahami dengan jelas gangguan mental yang kita alami adalah sebuah effort yang melelahkan.

Kita perlu mengerti kalau generasi orangtua kita belum familiar dengan kesehatan atau penyakit mental.

Mereka cenderung bingung dan nggak tahu harus merespon apa, tapi merasa wajib mengajukan pertanyaan atau menanyakan kabar karena kita adalah anaknya.

Dukungan nggak hanya dari orangtua

Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash

Gue termasuk beruntung karena reaksi orangtua gue biasa saja. Namun, pasti ada di antara kita yang mengalami gangguan mental justru akibat perilaku dari salah satu atau kedua orangtua.

Respon lainnya yang mungkin terjadi adalah menyepelekan kesehatan mental kita, membuat kita merasa bersalah, atau malah mereka jadi menyalahkan diri sendiri.

Bila hal itu terjadi, kita harus menyadari bahwa dukungan atau bantuan tidak hanya datang dari orangtua.

Selain bantuan profesional berupa psikiater atau psikolog, kita bisa mendapatkan dukungan dari teman, pacar, saudara, atau bahkan komunitas online.

Mental Health America mengatakan, meski orangtua nggak mengerti atau menyepelekan gangguan mental yang kita hadapi, bukan berarti kesehatan mental kita tuh nggak penting.

Dukungan dari orangtua memang berarti, tapi bukan berarti kita nggak berhak mendapatkan bantuan dari pihak lain. Good luck! 💛

--

--

Intan Aprilia

banyak pikiran selama work from home. follow me on instagram @intanapriliaibr