Fokus Memiliki Karir Menulis Sukses Membuat Menulis Kurang Bermakna

Aku berhenti menulis setelah itu dan ini bagaimana aku menemukan menulis yang lebih bermakna

Joky Satria Pamungkas
6 min readJan 14, 2022

Bagaimana menjadi penulis sukses?
Bagaimana membuat tulisan menarik?

Sebagai seorang yang baru mengubah hobi menulisnya menjadi karir profesional, aku mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan itu.

Aku ingin menjadi seorang penulis sukses dan membuat penghasilan!

Di sisi lain, aku juga ingin menolong ekonomi keluargaku. Pandemi Covid-19 yang datang di pertengahan 2020 menghantam keras finansial keluargaku. Dan menulis adalah satu-satunya aktivitas yang pernah membantuku menghasilkan uang. Sehingga aku tidak boleh gagal, aku harus sukses!

Aku sudah merencanankan tulisan pertamaku. Sebagaimana penulis profesional lain yang aku tahu, mereka menulis tentang pengalaman mereka menulis atau tips menulis. Sehingga aku menulis itu juga. Aku langsung mencari tulisan bertopik menulis dari Medium untuk referensi tulisanku, sekaligus untuk aku belajar menulis.

Tentu aku mendapatkan lusinan tulisan, seperti:

“3 tips yang membantu tulisanmu supaya tidak membosankan”
“Bagaimana membuat penghasilan dari tulisanmu mulai nol.”
“Bagaimana menulis satu tulisan per hari”

Oke, kini aku punya semua yang aku butuhkan.

Aku juga punya pengalaman menulis semenjak masa kuliah. Di akhir 2020, aku telah membuat 20+ tulisan yang semuanya mendapat respon positif dari pembacaku. Kemampuan menulisku semakin membaik. Aku dapat menulis satu tulisan relatif dalam satu minggu. Dan aku memiliki selera lebih baik dalam memilih kata dan menyusun kalimat. Aku merasa percaya diri.

Namun itu hanya hingga aku menuliskan judul tulisanku di layar laptopku.

Pikiranku yang selama ini tersimpan aman, kini terlihat di layar laptopku. Dulu hanya aku yang tahu, sekarang semua orang bisa membacanya! Dengan reflek, aku menekan tombol “bahaya” di kepalaku. Aku harus ekstra hati-hati memilih kata-kataku dan memastikan bahwa setiap kata yang aku pilih itu menarik dan membuat penasaran pembacaku. Setiap kali aku merasa kata-kata yang aku tulis tidak cocok, maka aku harus menghapus dan menggantinya.

“Oke, sekarang judulnya sudah bagus.“

Aku pun melanjutkan menulis badan tulisanku. Tetapi tidak lama setelah itu, aku teringat judulku. Ternyata feeling-ku benar. Judul yang aku lihat bagus tadi ternyata buruk! Aku menghapus dan menggantinya.

Satu jam berlalu…

Tidak ada proses signifikan.

Aku merasa hanya mengganti kata-kataku berulang kali. Bahkan setelah hari berakhir, aku tidak menuliskan apa-apa. Keesokan harinya aku mencoba lagi, namun hasilnya tetap. Aku masih hanya mengganti judulku. Hingga seminggu berlalu, aku seperti tidak melakukan apa-apa.

Kepalaku mulai sakit setiap kali melihat tulisan yang harus aku kerjakan. “Kenapa aku tidak bisa memikirkan sesuatu padahal aku harus menyelesaikannya?”

Perasaanku mulai tersesak oleh kekecewaan dan marah. Aku letih. Aku berhenti menulis, meski itu hanya sebagai hobi kecintaanku.

Mencari minat yang hilang di masa lalu

Ketika kuliah, itulah pertama kalinya aku mulai menulis. Aku terinspirasi oleh salah satu teman kelasku yang sukses mempublikasikan tulisannya di publikasi kampusku. Tulisannya ditunjukan oleh dosenku di depan kelas. Aku melihat bagaimana teman-temanku kagum akan tulisan itu. Karena untuk mempublikasikan tulisan di tempat publikasi kampusku bukan lah tugas yang mudah. Aku melihat tulisan dia menginspirasi (Aku masih mengingat tulisan itu tentang kenapa kita harus peduli kepada orang lain). Jadi aku pikir, akan keren jika aku bisa mengekspresikan pikiranku melalui tulisan dan menginspirasi orang juga. Jadi aku mulai menulis tulisanku sendiri.

Karena dulu aku bukan orang yang suka baca buku dan jarang menulis, aku baru menyelesaikan tulisan ber-1500 kata ini dalam waktu 2 bulan!

Sulit? Tentu.

Sebulan penuh waktuku habis untuk membaca. Mencari ide yang pas untuk tulisan pertamaku. Aku mengubah judulku 2 kali sebelum menemukan yang pas. Dan di bulan selanjutnya, aku harus menyusun dan memilih kata dari pikiranku yang memiliki ratusan ribu kosakata.

Tetapi aku senang.

Aku menikmati setiap proses itu hingga jadinya tulisan pertamaku. Aku ingin mengulan masa itu untuk sekarang. Aku pun mencoba kembali menulis setelah beberapa bulan tidak menulis.

Aku masih tidak menikmatinya.

Pikiranku kosong. Aku tidak tahu apa yang harus aku tulis. Aku semakin benci, benci dengan kemampuanku. Aku benci diriku.

Anak yang cinta ketidaksempurnaan

Mungkin benar yang kalian pikirkan. Aku terlalu perfeksionis. Terlalu berlebihan mendorong pikiranku untuk menemukan kata-kata yang bagus. Padahal normal bagi seorang penulis memilih kata yang kurang menarik dan tidaklah bagus. Semua orang seperti itu. Tetapi itu membuatku berpikir, dapatkah aku menerima dan menikmati menulis dengan kata-kata seperti itu?

Sebagaimana kalian lihat, aku sudah mencoba menulis lagi. Aku sudah berusaha menikmati menulis dengan mengingat pengalamanku dulu menikmati menulis. Tetapi itu gagal.

Aku yakin bahwa untuk menikmati menulis, aku harus memiliki kemampuan yang lebih. Sebagaimana teori psikologi flow menyatakan bahwa ketika kamu memiliki kemampuan yang setara dengan tantangan yang kamu hadapi, kamu tidak akan merasa kewalahan dan cemas. Sebaliknya, kamu merasa tertantang dan “hidup” karena kamu mengerahkan seluruh kemampuanmu dan masih bisa mengatasi kesulitan dari tugasmu.

Tetapi aku salah.

Suatu hari, aku mendapati diriku melamun ketika menonton video YouTube tentang pendidikan anak-anak. Video itu menunjukan bagaimana anak-anak belajar dengan meniru orang tuanya melakukan aktivitas.

Sebagaimana anak-anak lainnya, aku juga suka meniru. Aku suka meniru kartun televisi yang aku tonton, seperti Kapten Tsubasa. Ketika aku bermain bola, aku akan menendang bola selayaknya aku punya kekuatan harimau dasyat. Jika berlari mengejar bola, aku berlari secepat angin. Seolah aku adalah pemain sepak bola super! Dan aku menikmati meniru tokoh kesukaanku itu.

Tapi kenapa? kenapa aku merasa seperti itu? Tendanganku tidak sedahsyat di kartun-ku yang tendangannya bisa mendorong kiper masuk juga ke gawang. Bahkan tendanganku ditangkap mudah oleh teman bermainku. Itu tidak sempurna!

Setelah lama berpikir, aku mengerti. Itu karena meniru memberiku harapan. Harapan itu bukan tentang masa depan yang suatu saat aku akan menjadi pemain sepak bola hebat. Melainkan harapan untuk sekarang. Karena meniru, aku bisa menendang keras bola seperti di kartun itu, yang sebelumnya aku tidak tahu bagaimana. Aku terinspirasi. Aku senang bisa menendang dahsyat ketika bermain bola. Tidak kah tendangan bola-ku cukup mirip dengan tokoh kartun yang aku tonton?

Anak-anak selalu meniru. Meskipun dia tidak bisa, meskipun hasilnya jauh dari yang ditirunya, mereka tetap meniru. Ketika anak masih balita, dia berusaha meniru orang tuanya berbicara untuk bisa menyampaikan keinginannya. Alih-alih keluar kata yang jelas, yang keluar adalah “Aaa… maa… aaa…” Meski begitu, itu cukup membuat orang tua mengerti bahwa anaknya memanggil dan membutuhkan mereka. Bisakah kita akui bahwa “kata” yang dikeluarkan anak ini berhasil membantunya berkomunikasi?

Dan aku yakin, dia pasti merasa berbicara lancar sebagaimana orang tua mereka. Itu kenapa mereka tetap meniru. Dia tidak frustasi, dia menikmatinya!

Ini menyadarkan betapa tidak bersyukurnya aku.

Aku bisa menulis kata.
Aku bisa menulis kalimat.
Aku bisa menyampaikan ideku dengan kata dan kalimat yang aku tulis.

Tetapi alih-alih menyampaikan ideku, aku ingin kata-kata yang lebih bagus, kalimat-kalimat yang lebih cantik. Tidak menggunakan kata dan kalimat yang aku punya sekarang.

Aku orang yang tidak bersyukur dan tergesa-gesa.

Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu

Pesan ini adalah potongan ayat Al-Quran yang selalu mengingatkanku untuk bersyukur hingga sekarang. Setiap kali aku merasa kata-kata yang aku tulis itu salah atau jelek, aku berhenti. Aku akan mencoba mengapresiasi apa yang aku ingin komunikasikan. Karena sebenarnya, kata-kata “jelek” ini lah yang membantuku mengerti pertama kali ide yang berada di kabut pikiranku yang buram. Kata-kata yang membawa ideku ke alam sadarku dan membuatnya nyata di lembar tulisanku.

Aku berpikir, bagaimana jika aku tidak tahu kata-kata “jelek” ini? Apa yang akan terjadi? Sementara pikiranku terus berdialog dengan dirinya sendiri, aku tetap menulis.

Di akhir sesi menulisku di hari itu, aku membaca semua kata-kataku di layar laptopku. Iya, tulisanku buruk. Banyak kata yang bergaris bawah merah karena aplikasi spellcheck. Dan banyak tata bahasa-ku yang berantakan yang menunjukan betapa aku tidak fasih menggunakan past tense. Ini pertama kalinya aku menulis dalam Bahasa Inggris, bahasa asing bagiku.\*

Tetapi tulisanku bisa dibaca.

Beberapa ide terhubung satu sama lain melalui kata-kata yang tertulis. Meskipun tidak terhubung kuat dan banyak lompatan ide, tulisan itu masih bisa dibaca. Aku bisa mengerti apa yang aku maksud dengan tulisanku. Aku senang dan bersyukur karenanya.

Sekarang aku berhenti mengejar untuk memiliki karir menulis sukses.
Aku berhenti terobsesi untuk mengembangkan kemampuan menulisku.
Aku berhenti mencari pembaca dan pemasukan lebih banyak.

Jika sukses berarti aku harus menjadi lebih dan lebih, aku pikir aku akan tersendat selamanya mengganti-ganti judul tulisanku. Tetapi jika sukses berarti menginspirasi orang, aku pikir aku telah melakukannya.

Sekarang, aku adalah penulis profesional seperti penulis profesional yang aku mimpikan!

\*Iya, tulisan ini sebenarnya adalah “translitasi” dari tulisanku yang original berjudul “Focusing To Have Successful Writing Career Makes Writing Less Meaningful”. Jika kalian ingin membacanya, bisa kunjungi link ini.

Hei, apakah kamu mengapresiasi tulisanku? Jujur, aku ingin mendengar pendapatmu terkait tulisanku. Jika iya, kamu bisa menekan ikon tepuk tangan yang ada di sebelah kiri. Dan jika ada yang ingin kamu sampaikan, ada kolom komentar di sebelah kiri juga dengan ikon kolom percakapan. Aku akan mendengarkan apapun pendapat kalian :)

Dan terima kasih banyak telah membaca tulisanku!

--

--

Joky Satria Pamungkas

This world is kind. And I write about it. If you want to discuss about my writings, feel free to join my Discord server https://discord.gg/qJ73kQq3Zp