KELEWAT PASIF

Joshua
7 min readMar 6, 2019

--

“…Semua barang yang hidup mesti berubah, karena semua perubahan itu menandakan hidup. Tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Yang tetap cuma ketetapan perubahan, atau perubahan ketetapan.” (Tan Malaka, 1943)

sumber gambar: http://ganecapos.com/wp-content/uploads/2016/08/255933-702x336.jpg

BUNGA SEMPURNA BUNGA TIDAK SEMPURNA

kelas 1 SD mungkin bagi beberapa dari kita merupakan masa-masa tak terlupakan, karena kita melalui dan memulai fase pendidikan formal pertama kita (kalau taman kanak-kanak tidak didefinisikan pendidikan formal… HEHE..). ada juga yang bilang kelas 2 SD merupakan masa masa tak terlupakan, karena disana kira-kira kita belajar hal hal dasar seperti pertambahan kompleks alias perkalian dan pengurangan kompleks alias pembagian, bahkan pada masa itu kalo tidak salah ingat, saya pertama kalinya diperkenalkan dengan bahasa yang tak kalah berguna dari bahasa Indonesia, yaitu bahasa Inggris. Tapi ada satu momen yang tidak bisa saya lupakan pada masa-masa fase pertama pendidikan formal saya, yaitu saat kelas 3 SD, masih kecil memang, bahkan saat itu berpikir, “16 tahun lagi saya akan membuat tulisan tentang masa ini” saja tidak. tetapi ada satu momen yang tak pernah saya lupakan pada saat saya kelas 3 SD. saat itu saya diperkenalkan pertama kali dengan pelajaran baru yaitu ‘IPA’. sangat antusias, saya yang kala itu masih SD, mendadak seperti akan menjadi seorang jenius, saking antusiasnya saya dengan pelajaran baru tersebut. singkat cerita wali kelas saya pada saat itu Pak Matius Suprapto, mengajari kami IPA dengan pembahasan Reproduksi Bunga. Beliau menjelaskan bahwasannya bunga itu terdiri dari 2 yaitu bunga sempurna dan tidak sempurna. bunga disebut sempurna apabila bunga tersebut memiliki dua alat reproduksi, yaitu alat benang sari dan putik dan dengan demikian bunga tak sempurna merupakan bunga yang hanya memiliki satu alat reproduksi. kemudian singkat cerita beliau berkata, “…nah anak-anak meskipun bunga tersebut dikatakan sempurna, tapi bunga tersebut tidak bisa mengalami pembuahan…”, kemudian saya mengacungkan tangan dan bertanya, “loh, kenapa bisa gitu pak?”, beliau kemudian menjawab dengan mudah dan entengnya, “yakarena bunga sempurna tidak berbuah, emangnya joshua pernah lihat bunga matahari berbuah??!”. Satu kelas kemudian tertawa dengan perkataan beliau, namun tidak dengan saya yang merasa janggal dengan jawaban pak guru, karena yang saya tahu hasil dari pembuahan bukan melulu tentang menjadi buah tetapi juga menjadi tumbuhan baru, kemudian ditengah tertawa yang riuh saya bertanya seolah memecah suasana tawa dikelas, “kan bukan jadi buah pak, tapi jadi tumbuhan”. seketika kelas menjadi hening kemudian beliau menjawab, “intinya bunga sempurna tidak bisa mengalami pembuahan, iya mari kita lanjutkan materinya anak-anak”. keliatan seperti drama di layar kaca kan teman-teman?HEHE. Well, memang sebegitu dramanya kondisi kelas saat itu yang membuat saya sampai sekarang ingat betul dengan kejadian tersebut dan akhirnya saya menuliskannya disini. Singkat cerita, saya yang tetap percaya bahwa omongan saya ‘sang anak SD’ benar, tiba dirumah kemudian bercerita dan menanyakan kepada papa saya dan malamnya saya bertanya kepada kakak saya yang kala itu sudah SMA dan pas juga berada dijurusan IPA, dan benar saja… ‘sang anak SD’ yang benar.

kemudian tibalah pembagian rapor semester, seperti biasa kedua orang tua saya datang kesekolah untuk mengambil rapor. ditengah perbincangan dengan wali kelas saya dengan orang tua saya mengenai kelakuan saya, nilai saya, tiba tiba papa saya berkata, “ngomong-ngomong pak, waktu itu anak saya pernah cerita katanya bapak bilang kalau bunga sempurna itu tidak bisa mengalami pembuahan ya pak? Bapak agak keliru nih pak sepertinya, anak saya sampai baca buku berkali kali lho pak, sampai cari cari di RPAL (sebuah google pada masanya HEHE), sampai malamnya dia tanya lagi lho pak ke kakaknya gimana sebenernya.”, kemudian beliau agak kaget dan dengan santai menjelaskan “anak bapak ini waktu itu nanya pak, apa iya tidak bisa mengalami pembuahan, nah maksud saya pak, bisa tapi dengan bantuan lain, seperti lebah, angin, manusia, gituloh pak.” saya yang berada disamping mama saya sekejap mengkerenyitkan dahi karena merasa bapak ini seperti tidak konsisten dengan jawabannya, sejenak berpikir “jangan-jangan gua salah dengar, atau bapak ini gamau salah.” kemudian bapak saya menjawab, “iya kalo itu saya setuju pak, tapi kemarin anak saya bilang kalau alasannya karena bunga tidak bisa punya buah… kalo ini saya merasa bapak keliru pak, apalagi anak saya cerita kalau sampe satu kelas tertawa, ini keliru pak, harus bapak jelasin pak”. Singkat cerita wali kelas saya mengamini kalau apa yang beliau sampaikan keliru dan kemudian beberapa hari setelahnya saat pelajaran IPA beliau menjelaskan bahwa apa yang dulu pernah ia sampaikan keliru.

DISKUSI DITELAN BUMI

menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diskusi berarti pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah yang dilakukan oleh sekelompok orang (yang disebut panel) yang membahas suatu topik yang menjadi perhatian umum di hadapan khalayak, pendengar (siaran radio), atau penonton (siaran televisi), khalayak diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat.

Menurut Hasibuan (1985), adalah Visi Dari Dua Atau Lebih Individu Yang Berinteraksi Secara Verbal Dan Dengan Saling Bertatap Muka Tentang Tujuan Atau Target Yang Telah Diberikan Dengan Cara Pertukaran Informasi Atau Mempertahankan.

Menurut Moh. Uzer Usman (2005:94), Menyatakan Bahwa Diskusi Kelompok Adalah Proses Yang Teratur Yang Melibatkan Sekelompok Orang Di Wajah Informal Untuk Menghadapi Interaksi Dengan Berbagai Pengalaman Atau Informasi, Kesimpulan Atau Solusi Untuk Masalah.

Atau apabila diskusi dikatakan sama dengan dialektika maka menurut Tan Malaka (1943) dalam ulasan lengkap beliau mengenai kaitan dialektika dan gerakan adalah demikian:

Satu bola, berguling, bergerak, pada satu saat kita bertanya: Apakah bola ini pada saat ini disini atau tidak disini?

Inilah pertanyaan yang tiada boleh dijawab dengan ya atau tidak saja. Dari sinilah timbulnya Dialektika, yang juga pernah dinamakan Ilmu Berpikir dalam Gerakan. Dalam hal semacam ini kita mesti menjawab ya dan tidak. Bukan saja ya atau hanya tidak, tetapi ya dan tidak keduanya. sebab kalau kita jawab ya maka hal ini bertentangan dengan keadaan bola yang bergerak. Bola yang bergerak tentulah tidak disini lagi. Kalau sebaliknya kita jawab tidak, maka hal ini mesti bertentangan dengan pertanyaan kita sendiri. Karena kita bertanya, apakah pada saat ini boleh itu ada disini, dan memang ada disini.

Jadi dalam semua benda yang bergerak, kita mesti memakai Dialektika. Kita mesti ketahui, bahwa semua benda di dunia ini tak ada yang tetap, semuanya berubah, bergerak. Tumbuhan muncul dari bijinya, tumbuh, berbuah, dan mati, zatnya kembali ke tanah, ke air dan ke udara. Hewan lahir, tumbuh, beranak, tua, mati dan zatnya kembali ke tanah. Logam berkarat dan luntur. Bintang yang sebesar-besarnya bergerak pada sumbunya sendiri.

Bumi bergerak mengelilingi Bintang, ialah Matahari. Atom yang kecil itupun tiadalah tetap, melainkan bergerak juga. Begitu juga kodrat, berubah bentuknya dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Sekarang kodrat itu berupa panas, nanti dia berupa sinar, sebentar lagi bertukar berupa cahaya. Sekarang kodrat itu tersembunyi dalam air, nanti dalam uap. Disini kodrat panas atau sinar tersembunyi dalam listerik, disana pada benda menyala. Begitulah seterusnya, seperti kata Engels, saya ingat dalam Anti Duhring: “seluruhnya Gerakan Alam itu boleh diickhtiarkan dengan “peralihan” kodrat yang tiada putus-putusnya dari satu bentuk ke bentuk yang lain”. Banyak sekali pemikir mengichtisarkan Alam kita ini dengan: “Matter in move”, benda bergerak, karena gerakanlah yang jadi sifat benda yang terutama, maka Dialektikalah Hukum Berpikir yang terutama sekali.

Pada empat perkara tsb, diataslah timbulnya persoalan Dialektika. Kalau dipandang dari penjuru tempoh, maka Dialektika itu boleh juga kita namai Ilmu Berpikir Berlainan, yaitu dalam hal berpikir yang memperhatikan tempoh dimasa sesuatu benda, tumbuh dan hilang, hidup dan mati. Kalau dipandang dari penjuru kena-mengena dan seluk-beluknya sesuatu benda dengan benda lain, maka Dialektika tadi boleh pula dikatakan Ilmu Berpikir yang dalam hal kena-mengena, dalam hal berseluk-beluk (verkettung und Zusammenhang, kata Engels), bukan sendirinya. Sering sekali Dialektika dinamai Ilmu Berpikir pertentangan. Dan seperti sudah kita katakan diatas juga pernah dinamai Ilmu Berpikir dalam Gerakan. Kata Engels juga kita mesti mempelajari suatu benda dengan memperhatikan “pertentangannya, kena-mengenanya serta seluk-beluknya, pergerakannya, tumbuh dan hilangnya”.

Mungkin tak sedikit dari kita yang pernah mengalami pengalaman seperti yang saya alami, dimana seorang informan yang kemudian kita sebut guru salah dalam menyampaikan informasi dalam bentuk materi, dan celakanya… bukannya kita mencari kebenaran atau paling tidak mengkritisi hal tersebut, kita sebagai saya penerima informasi malah ‘menelan’ bulat-bulat informasi tersebut dan kita jadikan fakta yang pada akhirnya akan menjadi sebuah argumen yang keliru dimasa depan yang mana kita merupakan masa depan tersebut. hal ini bukannya berhenti pada masa SD, malah mengakar dan kemudian malah menjadi penyakit di tengah-tengah generasi milenial yang tingkat ke ‘AKU’ annya sangat tinggi yang mana memiliki informasi informasi salah dikala sekolah dulu… Iya, saya juga merupakan bagian dari generasi tersebut :( . Seakan salah, seakan tidak penting, dan seakan buang-buang waktu ketika kita melakukan suatu kegiatan bernama ‘diskusi’.

Diskusi…

macam sebuah hal yang terlalu sakral nan membosankan untuk diikuti…

nyatanya diskusi

menguliti…

fakta-fakta yang keliru alias tak berisi

Dikusi bak ditelan Bumi.

dalam tulisan saya yang lain ( https://medium.com/@joshuatino/dunia-pasca-kampus-be-lyke-12c9197ce1d8 ) saya pernah sampaikan bahwa saat ini dunia juga seakan bosan dengan pola yang itu itu saja. kita manusia seakan kehilangan daya kreatifitas yang bisa ditawarkan atau enggan untuk menjadi kreatif sehingga susah untuk menawarkan kata kerja “berubah” dan “berbeda” kepada dunia.

Mengapa? karena kita generasi yang alergi dengan diskusi. dengan sedikit kalimat khas yang kurang lebih sama maksudnya seperti ini “ah ribet, yaudah langsung intinya aja cuy, ini gimana caranya…”, “langsung ajasih ke intinya, toolsnya nyelesein ini apa??!”. Salah?! tidak kok. tandanya benar dong? belum tentu, karena disatu sisi memang manusia dituntun menyelesaikan suatu masalah dengan cepat, tetapi disatu sisi ada sebuah ironi yang tercipta dimana ‘masalah serupa tak melulu diselesaikan dengan cara yang sama’.

--

--