Belajar UX dalam Bahasa Indonesia

…dan daftar rekomendasi tempat belajar yang baik

Budi Kontak
4 min readNov 18, 2018

Seorang rekan UX di sebuah startup di Indonesia mengkontak saya akan keinginannya membuat suatu media belajar UX dalam bahasa Indonesia. Tentu saja sangat saya dukung! Jenis media yang akan dia gunakan berbeda dengan situs Medium ini, sehingga tentunya akan saling melengkapi. Bagaimana dengan sumber-sumber di Medium?

Perorangan yang membuka studio/konsultan

Ada banyak yang menulis dalam bahasa Indonesia namun kurang konsisten. Nah, sekarang saya bagikan dahulu sumber-sumber yang orang-orangnya pernah menceritakan niatnya membangun pendidikan UX di Indonesia.

Yang pertama, oleh Dwinawan. Sejak pertama berkenalan dengannya lewat kelompok UniteUX, saya melihat semangatnya mengedukasi komunitas. Jelas, di Indonesia belum ada sekolah UX. Mata kuliah pun baru sebatas HCI di beberapa sekolah IT. Ketika dia bekerja di sebuah startup besar di Jakarta, di situlah dia makin melihat betapa jomplangnya pengetahuan di luar sana dibanding mereka yang belajar dengan mentor-mentor kelas dunia di tempat kerjanya. Tahun 2016 dia kembali ke Jogja dan membuka Paperpillar Studio bersama kedua rekannya.

UX itu menyeluruh, tidak hanya di UI saja apakah ia user friendly dengan tingkat usability yang baik, namun juga apakah produknya menjawab kebutuhan pengguna. Dengan belajar ilmu Desain Produk (jurusan di kampus yang kalah populer dibanding DKV), kita bisa mengembangkan produk dengan lebih baik. Paperpillar Studio punya daftar studi kasus yang praktis untuk belajar desain produk, terdiri dari contoh-contoh wawancara pengguna, bagaimana mengolah wawancara pengguna jadi daftar kebutuhan, dan bagaimana membuat konsep dari solusi untuk kebutuhan tersebut.

Dwinawan juga mengelola Insight Design, sebuah kumpulan wawancara para desainer. Namun akhir-akhir ini juga mulai dia isi tulisan-tulisan kecil tentang arti istilah dan contoh-contoh aplikasinya dalam desain. Misalnya artikel tentang Cognitive Load dan cara praktis menggali kebutuhan pengguna. Super sekali untuk Dwinawan yang rajin menyertai tulisan-tulisannya dengan berbagai contoh kasus!

Yang kedua, oleh Sulis (Ketut Sulistyawati). Setelah bertahun-tahun sekolah dan meniti karir UX sebagai seorang desainer di perusahaan teknologi internasional dan seorang konsultan lewat sebuah perusahaan konsultan di Singapura, tahun 2012 Sulis pulang ke Indonesia. Didirikanlah Somia Customer Experience, sebuah perusahaan konsultan yang banyak mengerjakan edukasi UX dan proses desain di perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Sulis dan beberapa rekannya juga mendirikan komunitas UX, yaitu UXiD, yang sekarang telah menyelenggarakan 2 konferensi dan beberapa meetup di berbagai cabang yaitu Jakarta, Bandung, Jogja, Malang, Solo.

Tahun 2015, Sulis dkk mendirikan Somia Academy, sekolah UX non-formal yang bisa diikuti oleh para pekerja, karena kelas-kelasnya hanya beberapa hari. Kelasnya cukup praktis, dengan banyak contoh dari proyek-proyek Somia, sehingga walaupun hanya beberapa hari peserta bisa merasakan efeknya belajar. Ya, belajar desain wajib dengan praktek, karena desain adalah ilmu bertindak. Tanpa tindakan, tidak ada desain.

Somia punya blog juga, tapi hanya satu artikel yang dalam bahasa Indonesia. Walaupun demikian, banyak studi kasus Indonesia dibahas di artikel lain, misalnya tentang kereta bandara Railink dan bagaimana orang Indonesia menggunakan metode pembayaran digital.

Startup besar yang punya tim desain

Dari 4 unicorn di Indonesia, sepertinya baru Bukalapak, Go-jek, dan Traveloka yang serius menggarap desain dengan tim desain yang terpisah. Masing-masing ada blog-nya di Medium, dan ada sebagian tulisan dalam bahasa Indonesia.

Dari Bukalapak, ada satu artikel tentang seorang desainer mencoba menyelesaikan masalah dengan melihat mana yang paling mudah dikerjakan namun paling besar efeknya. Dari Go-jek, ada satu artikel tentang bagaimana bekerja dengan developer dalam menerapkan Lean UX. Dari Traveloka, kebanyakan artikel lamanya dalam bahasa Indonesia.

Berikut ini tulisan copywriter dari Traveloka yang menjelaskan bagaimana seorang lulusan sastra bisa menjadi copywriter produk digital:

Berikut ini video UX researcher dari Go-jek, seorang lulusan psikologi yang menjelaskan bagaimana melakukan UX research. Penjelasan yang baik!

Hati-hati di hutan belantara Medium

Tulisan dalam bahasa Inggris tentang desain dan UX tentunya banyak sekali. Hati-hati tersesat!

Saya sangat menyukai UX Planet, karena didirikan oleh seorang desainer muda (Tiffany Eaton) berdasarkan pengalamannya waktu masih menjadi pemula. Dia merasakan kesulitan, karena tidak ada referensi bagaimana harus memulai, mencari pekerjaan, mengembangkan skillset yang tepat, dan mencari mentor yang sesuai. Di UX Planet ada bagian khusus untuk pemula.

Ada artikel super menarik (tapi panjang) tentang bagaimana mencari pekerjaan di tempat yang sudah mengerti UX dengan benar, dan bagaimana menyembuhkan diri dari efek buruk tempat kerja yang tidak mengerti apa itu UX. Mungkin artikel ini berguna untuk kalian yang sudah pernah tersesat di hutan belantara Medium.

Bagaimana dengan UX Collective? Wah mereka sudah kecolongan berkali-kali kemasukan artikel yang ngawur. Tampaknya para kuratornya terbebani dengan kebanyakan kiriman tulisan sehingga ada yang terlewat kualitasnya. Saran saya untuk menjelajah hutan yang satu ini, bacalah artikel mingguan pilihan dari Fabricio Teixeira sang pendirinya. Lebih meyakinkan bahwa artikel tersebut benar-benar direkomendasikan, bukan sekedar di-approve dengan tombol.

Selamat belajar!

--

--

Budi Kontak

interaction designer | industrial design graduate | former teaching assistant & team mentor | writing only in indonesian language