Perjalanan Menantang Himalaya (Bagian 4: Menyaksikan Everest Pertama Kalinya)

Rizal Ramadhan
5 min readNov 12, 2018

--

Hari 3: Namche Bazaar (3.440m) — Khumjung — Namche (Aklimatisasi)

“Breakfast is ready, sir! Ayo bangun dan nikmati hari ini.” Amar berteriak sambil menggedor pintu. Suaranya keras sekali. Sebenarnya saya sedikit kesal.

“Bukannya hari ini kita akan beristirahat?” tanya saya ke Amar membalas teriakannya.

Namche Bazaar di pagi hari benar-benar seperti mimpi. Tak ada awan-awan raksasa memayungi seperti kemarin sore ketika saya datang. Birunya langit membentang seperti tak punya ujung. Dari dapur, aroma Dhal Bat — nasi campur khas Nepal — menyeruak masuk ke hidung, lantas mengerutkan lambung, dan membuatnya meronta.

Amar benar, hari ini harus dinikmati. Sayang jika terlewatkan begitu saja. Lagipula, aklimatisasi ini penting jika tak ingin terserang AMS. Tubuh perlu beradaptasi dengan ketinggian dan temperatur udara. Prinsipnya sederhana: Climb high, sleep low. Hari ini kami akan mengunjungi Sherpa Museum dan Everest View Hotel, kemudian kembali ke penginapan menjelang petang.

Di perjalanan menuju Sherpa Museum, saya baru sadar bahwa Namche Bazaar tidak sekuno yang saya kira. Selain lodge dan restoran, di sini terdapat juga ATM, apotek, pusat kesehatan, warnet, toko buku, dan toko peralatan trekking. Beberapa warga lokal yang saya temui juga ternyata cukup fasih berbahasa Inggris. Jadi jangan khawatir, Namche Bazaar punya semua yang mungkin Anda butuhkan saat trekking menuju Everest Base Camp.

Jika Anda kebetulan berada di Namche Bazaar saat hari Sabtu, Anda akan menemukan “pasar kaget” di mana orang-orang Sherpa dan warga lokal di Taman Nasional Sagarmatha berkumpul dan menjual beragam barang-barang. Sayang sekali jika dilewatkan.

Dua puluh menit kemudian, kami akhirnya sampai di Sherpa Museum. Alih-alih masuk ke museum, saya lebih memilih berlari ke halaman dan di situlah untuk pertama kalinya saya melihat gunung tertinggi sejagad berdiri dengan tegapnya, Everest, dengan mata kepala sendiri.

Pemandangan semakin terasa sureal saat saya mendapati patung Tenzing Norgay — orang Sherpa yang mendampingi Sir Edmund Hillary memuncaki Everest untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia pada tahun 1953 silam — berada di situ. Konon, jika bicara soal siapa yang sampai di puncak Everest lebih dahulu, bisa jadi Tenzing lah orang itu. Namun di bibir puncak, ia mempersilakan Hillary untuk melewatinya.

Coba tebak, yang mana Everest?

Setelah puas mengambil gambar, kami keluar kawasan museum dan menuju viewpoint selanjutnya, desa Khumjung. Amar menjanjikan bayaran pemandangan yang lebih spektakuler di sana, tetapi perjalanan akan sedikit melelahkan.

Meskipun sakit di lutut kiri saya kembali terasa, Amar tak bohong. Setelah menanjaki tangga batu curam selama kurang lebih satu setengah jam, ganjarannya sepadan. Kharisma Everest terasa lebih hebat dari sini.

Sudah ketemu Everest-nya, belum?

“Mimpiku juga bisa berada di puncak Everest suatu hari nanti, sir” kata Amar.

“Apa rencanamu?” tanya saya.

“Menjadi guide sekaligus porter seperti ini adalah salah satu cara agar aku dapat menabung, mendapatkan pelatihan, dan mengajukan sertifikasi ke pemerintah. Setelah itu, aku bisa bergabung di ekspedisi,” terangnya.

“Kirimi saja aku fotonya saat kau berhasil, kawan” ucap saya sambil menepuk pundaknya.

“Do I look cool there?” kata Amar yang meminjam kacamata hitam saya.

Setelah makan siang, kami pun kembali turun menuju Namche Bazaar. Tak seperti yang saya duga, ini sama menyiksanya dengan ketika naik tadi. Lutut kiri saya terasa sangat nyeri karena harus bergantian menopang berat badan dengan yang kanan.

Sampai di penginapan saya kemudian bergegas memesan makan malam dan membayar NPR 350 untuk mandi air hangat yang nikmat. “Tak apa, Sir. Besok hari yang mudah. Istirahat saja sekarang,” ucap Amar.

Ah, mungkin kali ini Amar hanya membual.

Hari 4: Namche Bazaar (3.440m) — Tengboche (3.867m)

Langkah saya hari ini sangat cepat, bahkan sempat sengit bersalip-salipan dengan Pak Wunwun, anggota rombongan kami yang paling tua, tetapi selalu memimpin di depan. Medan trekking dari Namche Bazaar menuju Tengboche ini barangkali yang termudah. Tiga jam awal adalah surga. Mungkin Anda bisa berlari jika masih punya tenaga.

Trek menuju Tengboche dari Namche Bazaar

Selanjutnya Anda turun curam menuju tepian sungai Dudh Kosi dan bersantap siang di sini. Pastikan Anda punya cukup tenaga karena sisa perjalanan tak perlu saya jelaskan beratnya.

Meskipun sempat memimpin di depan, nyatanya saya lagi-lagi menjadi yang paling terakhir tiba. Hanya saja saya tak punya banyak waktu untuk murung. Pasalnya, pemandangan yang tersaji di depan mata adalah awalan yang saya yakini perlahan-lahan akan mulai menyingkap makna perjalanan ini.

Terima kasih semesta raya. (The Golden Everest — Tengboche)

Kau bilang perjalanan hanyalah bagi sang Pemberani. Kau bilang petualangan adalah perjuangan macho melintasi bahaya, atau khusus bagi kaum masokis yang menemukan kenikmatan justru dengan menyiksa diri.

Namun bagiku, ujian pertama dalam perjalanan adalah pembuktian kesabaran.

(Agustinus Wibowo. Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan)

Bersambung.

Punya pertanyaan seputar pengalaman saya trekking ke Everest Base Camp? Boleh sekali kita bercakap via email. Semoga beruntung dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

--

--