Obyektif Kepemimpinan

#3: Apa tujuan seseorang menjadi pemimpin organisasi?

Yasir Fuadi
4 min readAug 11, 2024
Photo by Sable Flow on Unsplash

Menyambung dengan tulisan saya kemarin terkait struktur kepemimpinan, kali ini saya ingin menulis tentang obyektif atau tujuan kepemimpinan. Zaman mahasiswa dulu, saya berkesempatan menjadi pemimpin umum suatu lembaga mahasiswa. Satu hal yang saya sesali yang kemudian saya jadikan pelajaran untuk tidak saya ulangi di masa depan yaitu saya tidak mempersiapkan kader pengganti saya. Hal itu yang di kemudian saya jadikan mindset saya, bahwa obyektif kepemimpinan adalah satu: REGENERASI.

Ketika sudah memimpin kecenderungan seseorang akan berusaha merealisasikan visi-misinya dengan bermacam-macam pendekatan sesuai karakter orang tersebut. Tannenbaum dan Schmidt dalam Teori Model Kepemimpinan Kontinum menyebutkan bahwa tipe perilaku kepemimpinan dapat dirinci dalam satu rangkaian (kontinum) perilaku. Rangkaian tersebut terbagi menjadi tujuh tipe perilaku, yang berada diantara dari sisi ekstrim otokratis dan sisi ekstrim demokratis.

Ketujuh kontinum itu yaitu:

1. Pemimpin yang mengambil keputusan sendiri dan mengumumkan kepada timnya untuk suka atau tidak suka harus dilaksanakan .

2. Pemimpin yang mengambil keputusan sendiri namun menyadari bakal ada resistensi sehingga kemudian meyakinkan timnya untuk menerima dan menjalankan keputusan yang dia ambil.

3. Pemimpin yang mempunyai ide dan menawarkan kepada tim untuk men-challenge ide tersebut berupa kritik dan saran meskipun keputusan tetap di tangan dia.

4. Pemimpin yang sudah punya keputusan sementara yang dapat diubah setelah menerima saran masukan dari tim.

5. Pemimpin yang meminta saran atas sebuah permasalahan dan kemudian dijadikan dasar untuk mengambil keputusan.

6. Pemimpin yang membuat kerangka panduan penyelesaian permasalahan dan kemudian menyerahkan kepada tim untuk menyelesaikan dengan cara mereka sendiri.

7. Pemimpin yang mengizinkan timnya mengambil keputusan sendiri sesuai tugas dan fungsi masing-masing anggota tim.

Ketika pemimpin sudah bertugas, tidak jarang dia terlalu fokus dengan visi misinya yang pada akhirnya membuat dia lupa bahwa dia tidak akan selamanya memimpin organisasi itu. Ketika dia pergi karena mutasi atau promosi atau ada kesempatan lain yang lebih menguntungkan, bagaimana kemudian nasib timnya? Apakah tim akan dibiarkan begitu saja karena itu sudah bukan tanggungjawabnya lagi? Apakah keberhasilan memimpin tim bisa disebut legacy apabila setelah pemimpin berganti hasil pekerjaan itu diganti atau bahkan dibuang/dihilangkan?

Itulah kenapa bagi saya obyektif kepimpinan adalah REGENERASI. Betul bahwa pemimpin harus bisa memimpin dengan baik untuk mencapai target yang diharapkan, tapi itu adalah tujuan kepemimpinan jangka pendek. Tujuan jangka panjangnya adalah hasil kerja kita tidak hilang, dapat terpelihara atau bahkan mungkin ditingkatkan, dengan menyiapkan kader yang satu visi dengan kita. Sejak awal menjabat REGENERASI harus disiapkan, untuk keberlanjutan organisasi yang kita pimpin.

Semasa saya menjabat sebagai pimpinan lembaga mahasiswa 15 tahun yang lalu, saya belum terlalu tercerahkan untuk memikirkan itu. Yang saya pikirkan sekadar persiapan regenerasi per bidang, bukan regenerasi pimpinan utama. Saat itu saya berfikir bahwa siapapun yang memimpin organisasi ini, dengan landasan yang telah saya siapkan maka pemimpin pengganti saya akan lebih mudah bekerja.

Pada setiap bidang yang ada, saya dan tim formatur menyusun dan menyiapkan satu kader unggulan mendampingi setiap kepala bidang sebagai persiapan pergantian kepengurusan nanti. Posisi Sekretaris dan Bendahara juga saya siapkan wakil yang lebih muda dengan maksud yang serupa.

Harapan saya kader itu nantinya bisa promosi menggantikan kepala bidang di periode selanjutnya. Adapun siapa yang menggantikan saya sebagai Pemimpin Umum semestinya adalah salah satu diantara para Kepala Bidang atau pengurus inti lainnya (Sekretaris dan Bendahara). Siapa yang mau dipilih sepenuhnya saya serahkan kepada anggota pada momen musyawarah anggota. Secara tidak langsung apabila dikaitkan dengan Model Kepemimpinan Kontinum Tannenbaum dan Schmidt berarti mungkin saya cenderung di kontinum ke-6.

Para kader yang mendampingi Kepala Bidang pada akhirnya seingat saya benar menjadi Kepala Bidang semua di kepengurusan periode berikutnya. Hanya saja untuk Pemimpin Umum terpilih tidak sesuai prediksi saya karena yang terpilih adalah Wakil Bendahara, bukan Sekretaris atau Bendahara atau salah satu Kepala Bidang.

Karena dipilih secara bebas tanpa endorse dari saya atau siapapun, ternyata dalam perjalanan awal kepengurusan agak kurang mendapat legitimasi. Agak terdapat clash halus dalam perjalanan kepengurusan itu yang membuat saya harus turun dan menasehati kawan-kawan agar men-support pimpinan mereka.

Organisasi tersebut pada akhirnya tetap berjalan dengan baik. Pemimpin pengganti saya juga menurut saya memimpin jauh lebih baik dengan saya. Cobaan atas legitimasi itu malah membentuk karakter dia menjadi pemimpin yang tangguh.

Pengalaman tersebut kemudian menjadi pelajaran berharga bagi saya bahwa saya harus mempersiapkan kader di organisasi yang saya pimpin. Sejauh ini lini yang pernah atau sedang saya pimpin cukup kecil karena berupa satu Sub Bagian dari sebuah kantor. Meski demikian insyallah saya selalu siapkan kader pengganti saya barangkali saya nanti mutasi. Walaupun yang menggantikan saya bukan dia, setidaknya transisi kepemimpinan dapat lebih halus dan lancar.

--

--

Yasir Fuadi

Pegawai pengadilan yang suka menulis. Pandangan merupakan opini pribadi, bukan representasi institusi.