Bandung Vacathon 2019

Hackathon yang idenya juga hackathon.

Ahmad Fahmi Pratama
HMIF ITB Tech
5 min readJun 26, 2019

--

Pernah nggak, ikut lomba yang idenya baru didapet 2 jam setelah mulai acara? Kami pernah. Jadi, kami dari tim legend Dkletz (Ahmad Fahmi, Gery Wahyu, dan Joseph Salimin) ikut lomba dari Disbudpar kota Bandung. Namanya Bandung Vacathon 2019.

Sebelumnya, Hackathon itu apa sih? Nah bisa dilihat di post berikut.

Hiyahiya

Kami baru mulai mikirin ide sekitar 2 hari sebelum acara. Waktu itu kondisi kami benar-benar chaos, karena barengan dengan mulainya periode UAS semester 2. Konyolnya lagi, pelaksanaan lombanya di hari Minggu pagi sampai Senin sore. Padahal, hari Senin pukul 7 pagi ada UAS PBD. Tapi sebagaimana sabda berikut ini,

“YOLO.” — Joseph Salimin

kami tetap gas aja. Rencananya, Senin jam 6 pagi kami langsung cus ke kampus dan ngerjain UAS secepat mungkin. Jam 8.30 kami balik lagi ke venue buat lanjut lomba lagi.

Ideation

Di website acara, tertulis kalau tema lombanya berfokus pada turisme budaya dan UMKM Indonesia. Or so we thought. Jadi, kami memutuskan buat fokus ke permasalahan UMKM yang mana kami udah punya ide serupa di Hackathon sebelumnya. Tinggal modifikasi sana sini, selesai deh.

Diambil dari websitenya, http://patrakomala.disbudpar.bandung.go.id/en/vacathon

Idenya adalah (tbh, aku sendiri juga agak lupa) sebuah marketplace discovery UMKM yang membantu para pelaku usaha untuk memperkenalkan usaha lokal mereka ke wisatawan domestik maupun mancanegara. Lebih jauh lagi, produk tersebut juga menyediakan berbagai service terkait usaha wisata di suatu kota. Khususnya adalah Kota Bandung.

Ide ini agak mirip dengan ide kami di lomba sebelumnya (Hackathon Pintar 1.0), yang mana kami berhasil ke fase Top 5 dengan ide itu. Makanya kami cukup confident buat bawa ide serupa, dengan modifikasi lebih tentunya.

Mirip ini idenya, di lomba Hackathon Pintar 1.0 lalu. Cek disini

Pivot All The Way

Oke sekarang masuk hari H. Kami mulai coding mulai jam 9.30 pagi dengan konsep awal. Tbh, aku yang bertugas sebagai UI/UX Designer pun belum kepikiran mau bangun desain aplikasi yang seperti apa. Jadilah 30 menit pertama cari inspirasi dulu di Dribbble + Behance, as usual. Lalu, kepikiran lah bahwa sebelumnya ada desain nggak terpakai di lomba sebelumnya. Jadilah aku reuse desain itu dan modif sana-sini. Kira-kira mirip kaya gini lah desainnya:

Harusnya ini buat Vocomfest

Jam 11 siang, ada acara pembukaan + seminar dari beberapa (bintang tamu?) pelaku bisnis kreatif dan budaya di Indonesia. Setelah 1.5 jam seminar, Gery sadar kalau tema lomba ini beneran fokus banget ke bagian budaya dan turisme, bukan ke UMKM-nya. Jadilah kami pivot ide selama 1 jam sebelum lanjut coding lagi.

Final Idea

Sekitar pukul 13.30, akhirnya ide kami fix. Namanya adalah Indite!, sebuah aplikasi penunjang digital tourism dengan memberikan personalized travel experience ke pengguna.

Desain simple dibuat 10 menit

Disini kami menekankan beberapa key problems:

  • Tempat wisata di kota-kota (khususnya Bandung) itu banyak banget. Dan untuk turis yang baru pertama ke Bandung, tidak jarang mereka bingung memilih tempat wisata yang sesuai dengan keinginan, karena kurangnya informasi terpusat dan detail mengenai tempat wisata tersebut.
  • Fenomena generasi muda yang menyenangi perjalanan wisata terencana dengan travel plans.

Fitur utama yang kami “jual” disini adalah Personalized Travel Experience, dengan Customized Travel Plan sesuai aktivitas keinginan pengguna. Sistemnya adalah setiap tempat dan aktivitas punya bobot tersendiri, dengan Smart Weighting System kami mencocokkan pilihan aktivitas pengguna, dan menampilkan rekomendasi tempat-tempat wisata sesuai relevansinya.

Tempat-tempat wisata tersebut kemudian bisa disimpan dan digabungkan menjadi sebuah travel plan, dan dijamin pengguna akan mendapatkan a whole new travelling experience karena tempat yang diberikan sesuai dengan keinginan. Pengguna juga bisa membagikan travel plan tersebut ke pengguna lain. Sistem akan menampilkan plan favorit para turis yang sering dipakai.

Oiya, disini kami pakai tech stack Vue.JS + PWA. Kenapa PWA? Karena niat kami adalah bikin mobile app, tapi waktunya nggak memungkinkan. PWA adalah hal terdekat untuk bikin itu, dengan user experience seperti mobile app tapi development-nya mudah karena web-based.

Final

Kami selesai coding hari Senin, jam 5 pagi. Jam 6 nya langsung buru-buru ke kampus dengan kondisi ngantuk parah dan ngerjain UAS PBD. Jam 8.30 UAS selesai, kami bingung antara kelarin presentasi dulu atau langsung ke venue. Akhirnya kami ke Lab Programming dan kelarin presentasi sampai 8.55, sambil nego ke panitia agar bisa kirim berkasnya lewat Whatsapp. Untungnya nego berhasil, bahkan kami masih ditunggu untuk kasih langsung di venue.

Alhamdulillah, kami masuk final 5 besar. Somehow. Kami percantik slide presentasi, dengan nambahin beberapa buzzword:

Huyu big data

Gery dan Joseph ke panggung buat presentasi, sedangkan aku sendiri (Fahmi) jadi operator buat ngurusin live demo. We didn’t expect much, karena dengan segala mepet-mepet dan pivot udah bisa ke final pun seneng banget.

Well, turned out we got the 1st prize.

Lesson Learnt

  1. Jangan takut. Meskipun ada UAS, hajar aja ikut lomba. Toh walaupun nggak menang pun tetep dapet ilmu dari situ.
  2. Presentasi itu penting. Itu yang bikin poin kami jauh lebih tinggi dari 2 juara lainnya, karena delivery-nya kena banget ke juri dan audience.
  3. User Interface juga penting. Presentasi bagus akan terlihat ampas kalau desain produknya ampas.
  4. Pivot ide di tengah Hackathon itu sah-sah aja. Asal harus tetep ingat waktu, kalau pivot pas masih ada sisa waktu 16–15 jam oke lah. FYI, 3 Hackathon terakhir kami pun idenya pivot semua.
  5. Pakai tech stack yang dirasa paling gampang. Most of the time, juri nggak peduli kamu pakai tech stack apa. Stack keren-keren ditaruh di buzzword waktu presentasi aja.

Intinya, hajar aja. Jangan takut kalah, karena kami pun baru juara 1 pertama kali di lomba ini setelah berbagai Hackathon sebelumnya finalis / top-sekian terus.

Cheers!

--

--