Ide / (Pra)Sarana

Ruang Kecil saat Pandemi

Merawat Imajinasi Sembari Mengarungi Keseharian

Jaladri
Kolektif Agora

--

Foto oleh Alex Holyoake di Unsplash, 2018.

Pada masa isolasi mandiri ini, rumah bukan lagi sekadar tempat tinggal, tetapi juga ruang kantor, gym, sekolah, bahkan kafe. Di beberapa negara, orang-orang yang mengisolasi diri dan tinggal bersama orang lain disarankan untuk tinggal di ruangan yang terpisah. Beberapa orang mungkin percaya bahwa ruang tertutup apa pun sudah mencukupi, yang penting pasien dan orang sehat dipisah, seperti yamin dan kuahnya.

Namun, nyatanya, sekadar ruang saja jauh dari cukup. Lingkungan perawatan yang tidak tepat dapat menciptakan banyak konsekuensi yang tidak diinginkan. Misalnya, ruang yang sirkulasi udaranya buruk akan memperparah pasien dengan gangguan pernapasan.

Ruang yang dirancang untuk memungkinkan penghuninya menghindari penyakit yang menular lewat udara (airborne diseases) itu sangat kelas menengah. Keleluasaan ruang ini tidak hadir di hunian kelas bawah yang tinggal berdesak-desakan. Jangankan kelas ekonomi bawah, untuk sebagian kelas menengah yang mampu menyewa apartemen pun, mereka tidak memiliki cukup balkon untuk bisa menghirup udara segar.

Apartemen penuh dengan area yang sangat sering disentuh, seperti gagang pintu, tombol lift, peralatan olahraga, atau dispenser air minum. Bagaimana seseorang dapat menghindari potensi penyakit menular ketika puluhan orang menyentuh benda-benda ini setiap hari, apalagi di masa ketika banyak orang “dipaksa” untuk tinggal di rumah?

Pada artikel sebelumnya, saya membahas bahwa desain sangatlah fleksibel, termasuk cara kita bisa mengakses ruang publik untuk memenuhi kebutuhan kita, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk memiliki rumah yang layak. Tapi, bagaimana kita harus memenuhi seluruh kebutuhan di dalam rumah pada masa ini?

Sudah Tertulis Begitu Indah

Sepanjang waktu, fungsi utama rumah adalah menghadirkan keamanan bagi manusia. Awalnya, rumah berguna sebagai tempat persembunyian dari cuaca buruk dan hewan pemangsa. Kemudian, kita membangun benteng batu tinggi untuk mencegah musuh masuk.

Saat ini, orang membutuhkan rumah yang secara efektif dapat memberikan isolasi sosial. Jika ruang dapat dirancang dengan lebih baik, rumah dapat menjadi sarana pencegahan, penahanan, dan pengobatan penyakit menular.

Apa yang dibangun arsitek bukan sekadar atap atau dinding, tetapi persepsi. Persepsi dari imajinasi mana yang dibangun? Pada konteks kali ini, adakah saran untuk membuat ruangan terasa lebih lapang, terutama ketika semua peralatan kerja, olahraga, termasuk peralatan pasangan, anak, atau saudara ada di rumah bersama kita?

Saya sendiri masih memelihara imajinasi tentang ruang kecil yang fungsional. Saya percaya bahwa kita tidak perlu serakah untuk bisa hidup nyaman. Saya percaya bahwa apa yang ada di bumi sangatlah cukup jika kita mau berbagi. Living Big In A Tiny House, Kirsten Dirksen, Never Too Small, Tiny House Hunters dari HGTV, adalah beberapa saluran YouTube yang memelihara imajinasi saya itu.

Mendadak mengubah rumah di masa-masa sulit seperti ini tidaklah mudah. Hal yang bisa kita lakukan adalah menyesuaikan imajinasi kita untuk mempersiapkan ruang hidup kita di masa depan. Misalnya, seperti yang dilakukan sepasang pensiunan di Melbourne Australia yang merasa rumahnya sudah tidak tepat untuk kegiatan mereka di masa pensiun dan memangkas ruang-ruang di rumah yang mereka huni.

Untuk kita yang pertama kali mengadopsi sistem work from home, kita bisa mencoba untuk mendedikasikan area di rumah, apartemen, atau kamar kos yang dapat digunakan khusus untuk bekerja, meskipun itu hanya sebuah sudut ruangan.

Contohnya, denah di bawah adalah pengaturan kamar saya. Saya membagi kamar sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Saya menggeser meja baca saya ke sisi kamar yang lebih banyak mendapatkan cahaya, dan itu adalah ruang kerja saya.

Saya agak mengorbankan daerah istirahat saya dan saya tidur di sisi ujung kamar. Sisi ini lebih dingin dan sedikit lembap, tapi ini adalah kompromi yang diperlukan. Saya juga membagi ruang penyimpanan tergantung tingkat keseringan saya menggunakan barang yang disimpan di sana.

Meja kerja menjadi “ruang kerja” yang terpisah dari “ruang” lain di dalam kamar saya. Sumber: Ilustrasi Penulis, 2020.

Proses ini tidak merepotkan, kok. Kita hanya perlu menghabiskan satu hari untuk mengatur ulang rumah — tentu masih — dengan prinsip apa yang kamu butuhkan untuk bahagia?

Kalau sekiranya belum yakin untuk membuang, maka simpan barang-barang yang tidak akan digunakan dalam waktu dekat di tempat penyimpanan sehingga rumah lebih terasa luas dan longgar. Jika tinggal bersama orang lain dalam satu rumah, cobalah untuk mengonsolidasikan ruang kerja dan jadwal kerja dengan siapa kamu tinggal.

Sebagai contoh, kamu bekerja di pagi hari dan mengambil istirahat di sore hari, sementara roommate-mu bekerja dari sore hari hingga malam hari, maka kamu bisa bergantian menggunakan “ruang kerja” di rumahmu. Contoh lain, saya mendedikasikan sebuah kotak sebagai sudut penyimpanan. Kotak ini juga berfungsi sebagai bangku untuk duduk, yang jika tidak diduduki saya jadikan tempat untuk menaruh tas, yang juga digunakan oleh roommate saya (seekor kucing) sebagai tempat tidur saat dia mengantuk.

“Ruang Kucing” di salah satu sisi kamar saya. Sumber: Penulis, 2020.

Mencintai Diriku dan Mengarungi Dirinya

Melihat pengalaman nyata kita, sebesar apa pun kita mencintai imajinasi kita, kenyataan memang selalu tak seindah imajinasi. Tapi, itulah fungsi imajinasi: kita bisa mengarahkan ke mana realita kita seharusnya bermuara. Kesempurnaan bisa jadi tidak akan pernah kita miliki, tetapi tetap bisa jadi penunjuk arah ke mana kita akan pergi, bukan? Keseharian perlu kita arungi tanpa membuang imajinasi dan harapan kita untuk masa depan yang lebih baik.

Kita akan mengucapkan selamat tinggal pada arsitektur yang terbukti tidak sehat untuk manusia baik secara fisik maupun psikis. Selamat tinggal pada open-plan spaces dengan pintu masuk, ruang keluarga, ruang makan, dan dapur yang bersatu tanpa sekat.

Pascapandemi, barangkali keberadaan kamar mandi atau keran air sebelum masuk ke ruang utama akan menjadi biasa. Entrance area perlu dipisahkan sehingga kita dapat melepas sepatu, berganti baju, bahkan mandi sebelum masuk ke ruang keluarga.

Tentu masih ada jalan lain dalam mengimajinasikan ruang, yaitu kembali pada prinsip apa yang dibutuhkan dan apa yang cukup untuk diri sendiri. Misalnya, warga kampung yang dengan caranya sendiri melakukan lockdown di masa pandemi. Alih-alih isolasi di rumah, mereka mengisolasi kampungnya sendiri. Ekosistem dipandang tidak dalam lingkup ruang kecil, tapi lebih besar, yakni seluruh kampung.

Di sisi lain, pemerintah masih punya andil yang tetap krusial. Pemulihan ekonomi hingga sistem kemasyarakatan tidak cukup sekadar dengan menganjurkan isolasi mandiri dan transformasi ruang pribadi. Pemulihan dan perawatan hanya dapat berasal dari proses transformasi politik.

Pemerintah masih punya banyak pekerjaan rumah: penstandaran ruang layak yang sehat, ruang publik yang bisa diakses oleh semua orang, shelter yang bisa melindungi tunawisma saat krisis, bagaimana mempertahankan produsen lokal untuk memulihkan kinerja ekonomi, dan masih banyak lagi. Semua itu perlu diselesaikan untuk mencegah kita menjadi para kosmopolit yang sembrono.

Adegan di video klip Ruang Kecil membuat saya mempertanyakan kembali persoalan tinggal bersama. Sumber: Tangkapan layar dari Youtube, 2020.

Sepanjang menulis artikel ini, saya ditemani lagu “Ruang Kecil” dari Bilal Indrajaya. Adegan di atas memunculkan pertanyaan, “Di masa isolasi ini, bagaimana dengan orang yang dipaksa tinggal di rumah bersama dengan orang yang tidak dia sukai atau — lebih buruk lagi — bersama pelaku kekerasan dalam rumah tangga (pasangan atau orang tua) yang abusive?”

Tapi, itu pertanyaan yang bisa dijawab oleh orang lain.

Bacaan LanjutanCooke, G. S., Beaton, R. K., Lessells, R. J., John, L., Ashworth, S., Kon, O. M., Williams, O. M., Supply, P., Moodley, P., & Pym, A. S. (2011). International spread of MDR TB from Tugela Ferry, South Africa. Emerging infectious diseases, 17(11), 2035–2037. https://doi.org/10.3201/eid1711.110291Murphy, Michael (2020, April 6). The Role of Architecture in Fighting a Pandemic. Retrieved April 14, 2020, from https://www.theatlantic.com/technology/archive/2020/02/coronavirus-gig-economy/607204/Poon, Linda(2020, April 20). A Lesson from Social Distancing: Build Better Balconies. Retrieved May 2, 2020, from https://www.citylab.com/life/2020/04/apartment-design-balcony-private-outdoor-space-zoning-laws/610162/

--

--