Berusaha Keras Menjaga Kewarasan Diri

Mungkin saya merasa sudah sedikit berhasil mengatasi masalah krisis seperempat baya (quarter life crisis), tapi nyatanya tidak.

Hilmi Ananta
Komunitas Blogger M
3 min readJul 4, 2024

--

Beberapa tahun kebelakang saya masih saja dilanda kecemasan. Cemas akan hidup saya hari ini, besok, besoknya lagi, besoknya lagi dan terus saja begitu. Terlebih lagi diumur yang akan beranjak ke 27, banyak teman yang sudah mencapai hal-hal ideal yang diharapkan banyak orang. Menikah, punya rumah, kerja di kantor yang IG Storyable, punya bisnis dan hal lain.

Photo by Tim Gouw on Unsplash

Tapi Alhamdulillah 2 bulan belakangan saya cukup berhasil untuk menjaga kewarasan diri. Menjaga diri agar tidak terlalu memikirkan apa-apa yang sudah didapatkan orang lain. Banyak cara yang biasa saya gunakan untuk mengatasi kecemasan ini. Mungkin saya bisa bagikan beberapa diantaranya, semoga bisa membantumu juga.

Mencoba Aktifitas Fisik

Selama saya hidup, saya terlalu malas untuk mencoba hal baru. Terutama kegiatan yang bikin capai dan harus keluar ruangan, saya tipe orang yang “mending turu”. Sampai akhirnya saya bertemu seorang yang bisa sedikit mengubah kemalasan saya, Tina namanya. Dia yang hampir dua tahun ini selalu bersama saya.

Tina hobi naik gunung, sungguh merepotkan diawal kenal. Dulu sewaktu kuliah, saya jarang sekali ikut teman-teman naik gunung. Saya lebih memilih menghabiskan waktu di lab studio kampus untuk ngadem dan tentu saja tidur. Tapi semenjak akhir 2023 saya coba menuruti hobi Tina, ya walaupun kami memilih gunung yang tidak terlalu tinggi dan memberatkan untuk saya. Ternyata naik gunung cukup menyenangkan, setidaknya memberi mata saya pemandangan lain selain layar laptop dan handphone. Rasa senang dari naik gunung kadang bertahan cukup lama, membuat hari-hari saya cukup sumringah.

Selain itu 2 bulan belakangan ini kami (saya dan Tina) mulai aktif olahraga di pusat kebugaran. Kami lumayan rutin untuk berolahraga di sana. Selain karena ingin menjaga kesehatan mental dan fisik, juga karena biaya langganan pusat kebugaran ini lumayan mahal ternyata, jadi sayang kalau tidak dipakai sesering mungkin.

Setidaknya melakukan dua aktifitas fisik ini cukup bisa mengalihkan pikiran saya akan standar hidup ideal yang entah siapa yang menentukan. Otak dan fisik saya teralihkan menjadi memikirkan rencana naik gunung selanjutnya, cari perlengkapan mendaki yang sesuai kantong, rencana olahraga minggu depan dan tentu saja rasa lelah karena terlalu banyak aktifitas. Mungkin kamu bisa mengikuti kegiatan saya ini, atau kamu bisa ganti menjadi aktifitas lain yang cocok untuk kamu. Bebas saja, yang penting kamu enjoy melakukannya.

Mulai Menulis dan membaca di Medium

Setidaknya sebulan belakangan saya aktif login di Medium. Entah untuk hanya sekedar membaca tulisan teman-teman di sini atau coba untuk mulai aktif menulis lagi. Minimal saya habiskan 1–2 jam untuk berselancar di Medium. Terlebih lagi saya orangnya cukup penasaran dengan banyak hal. Kalau ada istilah atau bahasa yang tidak saya mengerti, saya langsung tanya mbah google, membuat waktu bermain Medium jadi lebih lama. Dan ketika sudah hanyut dengan tulisan sendiri atau teman-teman di sini, saya jadi tidak terlalu memikirkan hal lain yang kurang ada manfaatnya.

Kegiatan baru ini membuat saya merasa lebih ringan sambil tipis-tipis menambah ilmu. Banyak topik yang bisa kamu pilih, entah topik yang sudah kamu pahami atau topik baru yang mungkin bisa memberimu perspektif baru. Kamu bisa cek daftar penulis Indonesia yang aktif menulis di Medium di sini. Tentu tidak ada nama saya, kalau ada, itu namanya saya pamer hehe.

Menyibukkan otak dengan hal-hal yang bermanfaat seperti ini lebih ada gunanya ketimbang memikirkan hal yang seharusnya dibiarkan lewat saja.

Sediakan Waktu Untuk Tidak Membuka Sosmed

Ini adalah inti dari dua aktifitas saya sebelumnya. Saya sudah mencoba untuk tidak membuka sosial media terlalu lama sejak 6 bulan kebelakang. Dari statistik Instagram, saya menghabiskan waktu rata-rata 41 menit saja dalam sehari (kamu bisa lihat di pengaturan Instagram). Itupun bisa lebih sedikit kalau saya sedang ada aktifitas yang memerlukan waktu seharian.

Tapi konsekuensinya saya jadi kurang update dengan kehidupan teman-teman saya. Sering ketika saya dan teman-teman nongkrong, saya banyak tidak tahu tentang gosip-gosip terkini mengenai teman saya. Tapi tidak mengapa, yang penting saya merasa lebih sehat secara mental itu yang utama.

Setelah saya coba pikirkan, ternyata sosial media ini memang cukup berpengaruh atas apa yang saya cemaskan. Apalagi banyak sekali konten teman atau orang lain yang berbau kesuksesan diusia muda. Tidak ada salahnya mereka membagikan pencapaiannya, memang menyenangkan jika berhasil melakukan sesuatu dalam hidup. Tapi kita juga bisa membatasi diri untuk tidak terlalu banyak mengonsumsi konten yang bisa membuat kita membandingkan diri dengan orang lain.

Sejatinya sukses diumur berapa pun tidak ada masalah, tiap orang memiliki perjuangannya sendiri, begitu pula dengan aku dan kamu.

--

--