Evolusi Stand-Up Comedy di Indonesia

Perjalanan stand-up di Indonesia selama satu dekade lebih memicu banyak sejarah menarik di kesenian tersebut

Visi Saujadani
Komunitas Blogger M
6 min readJun 13, 2021

--

Di tahun 2021, makin banyak orang Indonesia yang sadar tentang eksistensi stand-up comedy dan mulai menggemarinya. Tidak hanya televisi, kreator di YouTube dan berbagai brand ternama kerap mengangkat para stand-up comedian — disebut juga komika, entah itu untuk melakukan tampil stand-up atau juga menambahkan nuansa komedi di acara mereka.

Dengan popularitasnya yang semakin meningkat, tidak banyak yang tahu bahwa perjalanan yang ditempuh cukup panjang dan berliku untuk menjadikan stand-up di Indonesia seperti sekarang. Banyak langkah yang diambil sehingga terciptanya perubahan dan evolusi di stand-up, mulai dari hanya dikenal sebagai “orang melawak sendirian di atas panggung” sampai akhirnya “orang melawak sendirian di atas panggung untuk berkarya dan hidup dari karyanya”.

Awal Perjalanan di Indonesia

Format stand-up comedy sebenarnya sudah hadir sejak tahun 1950-an di Indonesia, hanya saja dulu lebih dikenal dengan istilah lawak tunggal dan tidak ada konsep pakem seperti sekarang. Sempat ada tren lawak grup yang beranggotakan 3–5 orang, akhirnya lawak tunggal kembali muncul ke permukaan setelah Iwel Sastra melabeli dirinya sebagai seorang stand-up comedian di tahun 2000-an. Sayangnya, istilah stand-up comedy sendiri masih belum jamak didengar di Indonesia saat itu.

Untuk mengangkat stand-up comedy, Kompas TV memutuskan membuat program kompetisi bernama Stand Up Comedy Indonesia (SUCI). Di musim-musim awal, ada banyak cara yang dilakukan agar stand-up mendapatkan awareness yang diharapkan.

Contohnya yaitu ketika Kompas TV mengundang beberapa orang untuk ikut kompetisi ini sampai melakukan talent scouting ke komunitas stand-up untuk ikut audisi.

Titik balik sejarah stand-up di Indonesia muncul di tahun 2011, yaitu ketika Ernest Prakasa dan Ryan Andriandy sebagai kontestan SUCI 1 menginisiasi Stand Up Nite sebagai tempat berlatih. Mereka juga mengajak Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono, dan Isman Suryaman untuk ikut meramaikan di Comedy Cafe. Pertunjukan mereka yang direkam Ernest-lah yang kemudian melahirkan komunitas Stand Up Indo, dengan lima orang tadi dikenal sebagai founder komunitas tersebut.

Meledaknya Kompetisi Stand-Up

Adanya komunitas yang mewadahi pelaku stand-up comedy, ditambah dengan kehadiran SUCI, membuat orang berbondong-bondong untuk mendaftar audisi.

Uniknya, karena semua orang diperbolehkan mendaftar, orang-orang yang merasa lucu tetapi tidak memiliki dasar stand-up banyak yang mencoba peruntungannya. Alih-alih mendapatkan golden ticket, mereka hanya mendapatkan “Makasih ya” atau bahkan dipotong di tengah-tengah oleh juri.

Beberapa tahun setelah hadirnya SUCI, muncul lagi beberapa program yang bertemakan stand-up comedy untuk menjawab tingginya permintaan yang masuk. Program-program seperti Stand Up Comedy Indonesia (SUCA) yang disiarkan oleh Indosiar, SUPER oleh Kompas TV, dan Stand Up Battle Indonesia oleh HOOQ melahirkan komika-komika yang semakin dikenal masyarakat. Contohnya adalah Bintang Emon, Aci Resti, Nopek Novian, dan masih banyak lagi.

Penampilan stand-up comedy special di Teater Jakarta oleh Gilang Bhaskara.
Special Show oleh Gilang Bhaskara, Runner-Up SUCI 2 (Gambar: Comika)

Bergabung ke Komunitas

Banyaknya stand-up comedian sukses yang berasal dari komunitas stand-up meningkatkan kesadaran para amatir untuk bergabung ke komunitas. Mereka akhirnya paham bahwa komunitas menjadi tempat berlatih yang sangat bagus bagi komika. Mengetes bit dan jokes baru, berdiskusi dengan senior di komunitas, sampai melatih mental penampil adalah manfaat-manfaat yang bisa dirasakan sebagai anggota komunitas stand-up.

Masuk komunitas memang dianggap sebagai jalur ekspres sebelum mulai berkarir, tapi nyatanya tidak semua komika lahir dari komunitas. Contohnya adalah Erwin Wu, seorang komika underrated yang pada akhirnya bisa memiliki karir dari stand-up. Bahkan dia sempat menjadi wakil presiden Stand Up Indo.

Walaupun memang dia sendiri mengakui kalau dia tidak terkenal-terkenal amat dibanding rekan komika lainnya. Karena itulah, para senior di stand-up tetap menyarankan komika amatir untuk bergabung di komunitas.

Adu Pendapat tentang Format Stand-Up

Semakin banyak format dan tema komedi yang masuk membuat pelaku stand-up harus pandai-pandai memilah format yang cocok untuk dimasukkan ke pertunjukannya. Di awal kemunculannya, kebanyakan pertunjukan stand-up masih mengangkat tema yang sangat umum: percintaan, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari. Itu pun dibawakan dengan penulisan yang masih sangat konseptual dan penyampaian yang penuh teknik.

Lama-lama, muncul improvisasi dan pandangan baru tentang bagaimana stand-up dapat dibawakan. Seperti misalnya ketika Raditya Dika mengajak penonton ke atas panggung di tur Cerita Cintaku, Ali Akbar yang menggunakan alat bantu media dan preferensi penonton ketika tampil di grand final SUCI IX, dan Pandji Pragiwaksono yang melakukan riffing (interaksi dengan penonton) di pertunjukan Merdeka Dalam Bercanda.

Sebagian besar improvisasi yang dilakukan pada akhirnya berhasil dan menghadirkan kesegaran baru dalam stand-up. Tapi ada saja beberapa orang yang masih memperdebatkan apakah inovasi-inovasi tersebut masih bisa dikategorikan sebagai stand-up comedy.

Kebanyakan komika senior sendiri berpendapat bahwa selama pertunjukannya lucu, format seperti apa pun tidak terlalu menjadi masalah. Bahkan mereka mengamini kalau terkadang stand-up yang baik adalah yang tidak kelihatan kalau itu sebenarnya ditulis dan dibawakan secara lepas.

Pembahasan ketersinggungan di komedi (Video: Pandji Pragiwaksono)

Ketersinggungan di Komedi

Semakin dijunjung tingginya kebebasan berpendapat membuat para komedian menjadi vokal untuk menyuarakan pikiran dalam pertunjukan stand-up mereka. Sialnya, tidak semua orang setuju dengan pemikiran mereka. Hal ini kerap membuat komika terjerat masalah dan lagi-lagi berujung pada klarifikasi.

Padahal, lingkup pembicaraan komika dalam sebuah pertunjukan stand-up sudah jelas, yaitu komedi. Konteksnya adahal hal-hal yang dibicarakan dalam pertunjukan itu sifatnya bercanda; ingin menghibur dan tidak serius. Sangat disayangkan masih banyak orang yang urat sarafnya terlalu tegang sehingga selalu menanggapi hal sensitif yang dilontarkan komika dengan amarah.

Imbasnya adalah para stand-up comedian ingin bermain di garis aman ketika mendapat panggilan di media dengan audiens beragam, televisi dan brand misalnya. Komika lebih memilih untuk membawakan materi yang lebih jujur dan buka-bukaan di pertunjukan mereka sendiri. Mereka berpikir kalau orang-orang yang rela membayar untuk menonton pertunjukan mereka adalah orang yang tidak mudah tersinggung walaupun beda pendapat dan dapat dipercaya.

Karya Komika dan Era Digital

Salah satu karya khas yang dihasilkan oleh komika adalah special show, di mana mereka membawakan sebuah pertunjukan dengan tema tertentu. Menyelenggarakan special seringkali dilabeli sebagai pencapaian prestis seorang komika karena pengerjaannya yang tidak mudah. Bicara soal special , saya pernah membahas Rekomendasi Stand-Up Comedy Special di Netflix yang bisa dibaca di publikasi Komunitas Blogger Medium.

Di masa pandemi, pendapatan stand-up comedian jelas menurun karena mereka tidak bisa mengadakan pertunjukan tatap muka. Adaptasi berupa pergeseran ke media digital mau tidak mau harus dilakukan. Ketawa Comedy Club milik Mo Sidik dan Comika kepunyaan Pandji adalah contohnya.

Sebelum pandemi, Ketawa Comedy Club rutin menggelar pertunjukan stand-up berbayar di klub mereka. Begitu pula dengan Comika yang menawarkan acara Comika Monday Markette di East Mall Grand Indonesia. Sekarang, semua pertunjukan Ketawa dan Comika terpaksa harus dipindahkan ke media daring setidaknya sampai situasi membaik.

Untuk menjaga aliran pemasukan, para komika kini giat untuk mengumpulkan rekaman pertunjukan stand-up mereka dan dijual di digital platform. Comika, lewat comika.id menghubungkan karya komika dan penikmat stand-up comedy. Total ada lebih dari 90 komika yang sudah menjual karyanya di sana.

Selain itu, berkarya lewat YouTube juga menjadi cara yang banyak dipilih stand-up comedian selama pandemi. Mereka sering melakukan kolaborasi antarkomika agar dapat saling bertukar audiens dan meningkatkan pengunjung di video masing-masing. Rigen Rakelna, Hifdzi Khoir, dan Ananta Rispo bahkan membuat kanal YouTube sendiri (GJLS Channel) yang beranggotakan mereka bertiga.

Stand-Up Indonesia di Masa Depan

Dengan melihat stand-up comedy yang semakin digemari publik dan naik daunnya pamor para komika, kesenian stand-up rasanya akan tetap eksis di Indonesia dan bahkan terus berkembang. Komika juga semakin sadar bahwa stand-up bukan sekadar hobi, melainkan kegiatan berkarya yang mereka juga dapat hidup dari karya mereka tersebut.

Salah satu pertanda baik lainnya adalah komunitas Stand Up Indo akhirnya memiliki kantor sendiri setelah satu dekade berdiri. Mereka dapat mengerjakan konten hingga menjual merchandise di sana. Harapannya, kabar baik lainnya akan terus datang.

Jika kalian adalah penikmat stand-up comedy seperti saya, mendukung para komika dengan membeli karya orisinil mereka bisa menjadi cara efektif untuk ikut menjaga keberadaan stand-up comedy secara tidak langsung. Semoga stand-up comedian maupun penontonnya dapat bahu-membahu untuk menjaga ekosistem stand-up sekarang dan membawanya agar dapat lebih baik lagi. Viva La Komtung.

--

--

Visi Saujadani
Komunitas Blogger M

Write mostly about pop culture; entertainment, digital trend, and sports.