Liga Inggris di Indonesia dalam Twitter

ulul azmi syafira
Komunitas Blogger M
4 min readJan 12, 2023

Tulisan ini adalah bagian lanjutan dari tulisan sebelumnya yang juga berkaitan dengan topik #LigaInggris pada musim 2021/2022. Dengan melihat perbandingan data yang ada, kita dapat melihat percakapan mengenai sepak bola tidak lagi berpusat di satu kota/wilayah di Indonesia.

Photo by Nathan Rogers on Unsplash

Liga Inggris (Premier League) kembali digelar pada 26 Desember 2022 (Boxing Day) pasca jeda kompetisi piala dunia sejak 12 November hingga 18 Desember 2022 lalu. Pembicaraan terhangatnya tentu masih menyangkut soal performa atau pemain yang ikut tampil dalam ajang bergengsi tersebut. Selain itu, pembicaraan mengenai Premier League juga terkait dengan prediksi performa tim/klub yang tampil usai jeda; apakah bisa menjaga konsistensi, atau tidak.

Terlepas dari pembicaraan tersebut, dalam tulisan kali ini, saya ingin memaparkan data yang cukup menarik terkait pembicaraan Premier League di kancah Twitter — platform yang menyediakan segala jenis topik. Pengumpulan data dilakukan selama satu pekan (29 Desember 2022–5 Januari 2023) lamanya supaya dapat menggambarkan situasi langsung pergelaran kompetisi pasca jeda piala dunia.

Dari data yang dikumpulkan, berikut ini beberapa poin yang dapat menjadi insight mengenai Premier League di Indonesia.

Persebaran wilayah dalam angka

Visualisasi menarik ini diambil dari Drone Emprit Academic yang menjelaskan sedikit bahwa ada yang menarik mengenai wilayah (provinsi) mana saja yang menggaungkan euforia Liga Inggris (Premier League) di Indonesia. Paling banyak digaungkan di provinsi DKI Jakarta, diikuti oleh Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan wilayah lainnya (kecuali England pada gambar).

Sumber: Drone Emprit Academic
Sumber: Drone Emprit Academic

Keaktifan pengguna dalam setiap tweet (exposure)

Tingkat keaktifan ini melihat bagaimana suatu akun dengan jumlah pengikut tertentu menuliskan tweet yang bersinggungan dengan topik Premier League dengan menghitung potensi tersebarnya cuitan tersebut. Dari visualisasi yang ada di bawah ini, tentu kita bisa menyimpulkan bahwa akun-akun yang berkaitan langsung dengan topik Premier League adalah akun yang memiliki followers bukan akun kosongan atau akun yang sekedar meramaikan topik tertentu.

Sumber: Drone Emprit Academic
Sumber: Drone Emprit Academic

Top Influencer: Akun FT (Football Twitter) semakin marak

Sebagai perbandingan pada tulisan sebelumnya, akun Football Twitter atau fanbase dari klub atau tim tertentu cukup jarang berinteraksi dengan masif. Mengutip pada tulisan sebelumnya, topik Premier League (dalam #LigaInggris) cukup dipenuhi oleh akun-akun berita yang menjadi influencer atau pemengaruh dalam topik Premier League. Menariknya, dalam edisi data kali ini, akun FT lebih banyak muncul dengan followers yang membentuk triad.

Sumber: Drone Emprit Academic

Pada gambar di atas, sekat antar akun FT lebih besar dengan akun FT sesamanya. Membentuk bubble yang lebih sempit dan influencer utamanya adalah akun FT dengan pengikut lebih banyak. Namun, hal tersebut berbeda bila kita melihat lebih jauh mengenai bentuk followers atau pengikut akun FT yang besar tersebut (lihat gambar di bawah). Pengikut-pengikutnya membentuk kesatuan yang saling berkaitan, tidak terpusat pada satu influencer akun yang sama, yang mana fenomena ini disebut dengan Triads.

Akun Football Twitter Indonesia (Fanbase). Sumber: Drone Emprit Academic

Bila kita melihat fenomena tersebut dalam satu topik/bahasan tertentu, artinya, pengikut atau followers dalam topik tersebut rasa kolektivitas yang sama. Fenomena triads dalam term social network analysis mengindikasikan bahwa keberadaan nodes (akun-akun) berdekatan dikarenakan bonds of friendship, solidaritas, dan kepercayaan sesama nodes (akun). (Tulisan tentang triads bisa dilihat di paper berikut ini (pdf))

Sumber: Drone Emprit Academic

Simpulan

Pembicaraan netizen Indonesia terkait Liga Inggris (Premier League) telah banyak mengalami perubahan. Mulai dari persebaran data pembicaraannya, aktor-aktornya, hingga perilaku aktor tersebut. Perubahan yang mencolok tersebut jika dibandingkan dengan tulisan ini tentunya menggambarkan bahwa ada pendewasaan dalam perilaku netizen. Sebagai perbandingan, aktor-aktor di musim lalu terpusat pada akun berita yang cenderung terpusat dan tidak banyak berinteraksi dengan akun lainnya. Namun, lewat data satu pekan pertama di tahun 2023 ini, perubahan aktor “utama”nya sangat mencolok.

Selain aktor “utama” yang makin berdiaspora, perilaku akun-akun “kecil” pun berubah dengan melihat fenomena triads di atas. Fenomena triads menggambarkan bahwa interaksi akun kecil tidak banyak menghasilkan gesekan sesama, sebab justru, fenomena ini kurang lebih menggambarkan bahwa netizen FT kecil Indonesia mulai membaur dan berinteraksi walau dari akun “utama” yang berbeda.

Lantas, apakah gambaran interaksi di atas bisa konsisten hingga dapat mengurangi sentiemen di masa lalu? (melihat tulisan sebelumnya) Pertanyaan ini dapat dicek kembali jika kita dapat mengumpulkan data dengan rentang waktu yang lebih lama.

Mengutip tulisan pembuka pada seri tulisan sebelumnya, bahwa betapa masih panjang perjalanan kita untuk menjadi netizen yang baik sebab influencer sepak bola saat itu masih belum bisa disebut influencer. Namun, dalam waktu yang relatif panjang (meski singkat, satu tahun), kita ternyata bisa belajar untuk menjadi netizen yang baik sebab influencernya adalah orang yang baik dalam mengembangkan interaksi juga. Proses.

--

--