Setahun 10 bulan

Bukannya dua belas?

Ekky Wicaksana
Komunitas Blogger M
3 min readJul 28, 2024

--

Photo by Rohan on Unsplash

Bukan, Setahun 10 bulan adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh saya untuk akhirnya memberanikan diri untuk menulis lagi.

Bahkan saya lupa kenapa saya meninggalkan “menulis” khususnya di Medium. Beberapa waktu lalu, saya kembali melihat konten yang pernah saya unggah di Instagram, dan hal pertama yang muncul di benak saya adalah

Kok dulu seniat ini ya?

Seakan-akan penuh emosi dan tulisannya timbul dari lubuk hati.

Kemudian saya kembali me-recall sensasi yang dulu pernah saya rasakan pada saat menulis, dan membandingkannya dengan karya saya setahun 10 bulan (22 bulan) kemudian, sampah” “valuenya mana?” “kayak gini ngarep dapet interaksi” “konten gak niat” adalah beberapa komentar yang keluar dari ujung bibir pikiran.

Pernah saya menulis tentang “The only limit is your imagination” dan tentu dengan pikiran yang seperti itu, saya resmi menjadi musuh dari diri sendiri.

Kembali menulis

22 Bulan ini tentu saya habiskan dengan fokus mengejar duniawi, “aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini, ingin itu…” yak betul, banyak sekali.

dan perbedaan yang saya rasakan ketika mengejar duniawi ketika masih menulis dan tidak terletak pada “kekosongan jiwa”. Kaki seakan tidak menapak bumi. Berlari, tapi tak ada traksi.

Karena menulis, adalah cara saya menyalurkan emosi sejak pertama kali memegang pensil.

Saya menulis, karena ingin pembuktian.
Saya menulis, karena ingin memengaruhi.
Saya menulis, karena ingin meninggalkan jejak.

Setidaknya itu mantra untuk saya melepas setahun 10 bulan tidak menulis, untuk diri sendiri.

Ikut kelas

Layaknya bayi yang baru lahir, saya perlu kembali menyegarkan dan mengeluarkan semua pengetahuan yang saya miliki sebelumnya.

Kembali belajar bicara, mengucap kata pertama
Kembali belajar makan, mengunyah makanan lembek yang mirip muntah
Hingga akhirnya kembali belajar merangkak, berjalan, untuk mencoba melihat dunia.

Ikut kelas adalah salah satu caranya.

Kelas menulis dari seorang lulusan S2 ITB, Firu Designer. Yap, namanya memang “Designer” tapi isi kelasnya membahas bagaimana cara menulis konten di Instagram yang padat akan value dalam waktu kurang dari 2 menit.

Tapi yang namanya bayi, pertanyaan saya pada saat sesi tanya jawab adalah;

Kenapa kamu memulai?

Semua orang pasti akan menjawab dengan lagu opening Doraemon, sebuah pola sederhana yang sering saya lihat.

Tapi saya menolak jawaban itu.

Saya ingin tahu lebih dalam, dan akhirnya Bang Firu, begitu sapaannya di kelas itu, memberikan apa yang Ekky versi bayi ini butuhkan.

Konsistensi

Saya selalu bilang kalau motivasi itu omong kosong dan bahkan overrated. Karena bergantung pada mood dan motivasi akan berujung pada prokrastinasi, menunda menulis hingga setahun 10 bulan.

Takut gagal, dan rasa tidak percaya diri, itu hadir karena ekspektasi yang terlalu tinggi.

Dan Bang Firu menjawab dengan “Gue mulai dengan ekspektasi serendah mungkin” “Aim for the low hanging fruits”.

That’s what keeps the momentum going

Karena dengan kita mengatur ekspektasi yang rendah, kita gak cepat mudah puas akan apapun yang kita hasilkan.

Somehow itu menjawab keresahan saya akan kaki yang seakan tidak menapak bumi.

Mungkin itu adalah jawaban dari kenapa seorang bayi, meski berkali-kali jatuh, ia tetap berani untuk berdiri, dan melangkahkan kaki lagi.

--

--

Ekky Wicaksana
Komunitas Blogger M

Welcome, to my thoughts during a journey of constantly rediscovering myself.