Product Management 101: Lean Product Process

Setelah mengetahui tentang Product Management dan peran dari seorang Product Owner, kini saatnya mengetahui proses tahapan apa saja yang perlu dilakukan untuk bisa mengembangkan sebuah produk yang sukses.

Ria Khairunnisa
Life at Mekari
8 min readFeb 11, 2020

--

Image source: Photo by Jo Szczepanska on Unsplash

Dalam mengembangkan sebuah produk, dibutuhkan sebuah framework untuk memperjelas tahapan apa yang perlu dilewati untuk mengembangkan produk yang tepat dan sukses. Framework yang biasanya digunakan dalam product management adalah Product Market Fit Pyramid.

Product Market Fit Pyramid.

Di dalam Product Management, Product Market Fit merupakan the only thing that matters. Penggunaan framework ini akan membantu untuk menciptakan produk yang memberi nilai-nilai signifikan bagi pelanggan yang dituju. Jika tidak menemukan Product Market Fit yang sesuai, produk yang dibuat tidak akan memenuhi kebutuhan pelanggan. Akhirnya, waktu, tenaga, dan sumber daya yang dilakukan oleh Product Manager dan tim menjadi sia-sia jika membuat produk yang tidak memiliki nilai signifikan bagi pelanggan. Sehingga, penting bagi Product Manager untuk dapat menemukan Product Market Fit tersebut.

Untuk membantu dalam melakukan Product Market Fit, Product Manager biasanya akan menggunakan Lean Product Process. Lean Product Process merupakan proses yang diperuntukan Product Manager untuk mempermudah, memperjelas, menguji coba, dan merevisi hipotesis-hipotesis di tiap lapis piramid Product Market Fit.

Lean Product Process terdiri dari 6 tahapan:

  1. Menentukan target pelanggan
  2. Mengidentifikasi underserved customer needs
  3. Mendefinisikan value proposition
  4. Menentukan set fitur Minimum Viable Product (MVP)
  5. Membuat prototipe MVP
  6. Menguji coba dan memvalidiasi MVP ke pelanggan

1. Tentukan Target Pelanggan

Salah satu alasan berdirinya sebuah perusahaan adalah masalah siapa yang akan diselesaikan oleh perusahaan tersebut. Dengan kata lain, siapa pelanggan dari produk perusahaan tersebut dan mengapa mereka harus membeli produk yang ditawarkan. Salah satu bagian penting saat menentukan target pelanggan adalah menentukan masalah utama dari pelanggan. Mendefinisikan masalah utama penting dilakukan untuk menghindari pembuatan produk yang sia-sia dan ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Mengapa mendefinisikan masalah penting dilakukan?

Pada tahun 1960-an, NASA menyadari bahwa astronaut tidak bisa menggunakan pulpen untuk menulis di luar angkasa. Fisher Pen Company (sebuah perusahaan pulpen) merasa bahwa hal tersebut merupakan sebuah masalah. Mereka lalu mulai melakukan penelitian dan pembuatan pulpen yang bisa digunakan meski tidak ada gravitasi. Mereka menghabiskan waktu yang lama serta berjuta-juta dolar untuk dapat membuat pulpen tersebut. Di saat bersamaan, Rusia memberikan solusi yang sederhana untuk menyelesaikan hal tersebut: mereka memberikan pensil kepada astonaut untuk digunakan di luar angkasa.

Dari cerita diatas, pengorbanan Fisher untuk menciptakan pulpen tersebut menjadi sia-sia. Padahal, solusi dari masalah tersebut lebih sederhana dari apa yang dibayangkan. Hal tersebut nampaknya terjadi karena Fisher mendefinisikan masalah yang kurang tepat. Ia memikirkan bahwa masalah itu adalah masalah utama dari astronaut dan mereka pun langsung lompat ke bagian solusinya. Kasus ini menggambarkan dua kecenderungan yang dilakukan kebanyakan orang saat membuat sebuah produk: mendefinisikan masalah yang tidak tepat dan langsung terjun ke bagian pembuatan produk tanpa mempertimbangkan kembali apakah produk tersebut sebenarnya memang dibutuhkan dan menyelesaikan masalah tertentu.

Jika merujuk kembali pada Piramid Product Market Fit, terlihat bahwa piramid terbagi menjadi dua bagian: “Market” atau disebut juga dengan Problem Space dan juga “Product” atau disebut sebagai Solution Space.

Kebanyakan orang akan fokus langsung ke Solution Space dan menghiraukan bagian Problem Space. Padahal, urutan yang tepat dilakukan adalah dimulai dari bawah (Problem Space) lalu secara bertahap sampai ke lapisan atas (Solution Space) dari piramid Product Market Fit. Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa pikirkan terlebih dahulu masalah utama yang tepat dari target pelanggannya sebelum memikirkan solusinya.

A. Siapa target pelangganmu?

Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan saat menentukan target customer:

  • Market Sizing

Cari tahulah market size dari target pasar tersebut sebesar apa. Jika setelah ternyata market sizing dari pasar itu terlalu kecil atau spesifik, akan memunculkan pertanyaan apakah produk yang dibuat akan bisa berkembang dan sukses. Untuk melihat market sizing dari sebuah pasar dapat dilihat dengan dua cara:

Top-Down Market Sizing

Top Down Market Sizing dimulai dengan mencari data statistik yang high level untuk melihat sebuah populasi besar, lalu persempit ukurannya semakin spesifik untuk menemukan Total Addressable Market (pasar yang bisa kita layani dengan produk kita), lalu Servicable Available Market (pasar yang bisa ditawari dan akan membayar produk kita), hingga menemukan Servicable Obtainable Market (pasar yang jadi target utama kita).

Contoh Top-Down Market Sizing. Source: Invest Some Money

Bottom-Up Market Sizing

Kebalikan dari Top-Down Market Sizing, pada Bottom-Up dimulai dengan individu atau segmentasi dari sebuah populasi. Lalu, menambahkan kemungkinan orang-orang hingga menemukan bahwa kita telah memasukkan semua orang yang bisa kita jadikan pelanggan dari produk kita.

Contoh Bottom-Up Market Sizing. Source: Invest Some Money
  • Segmentasi Target Pasar

Saat membuat sebuah produk, kebanyakan orang memiliki pemikiran bahwa produk tersebut ditujukan untuk semua orang. Hal tersebut kurang tepat dilakukan karena sulit untuk sebuah produk bisa memuaskan semua orang dari pasar-pasar yang berbeda. Melakukan segmentasi secara spesifik terhadap pasar yang dituju penting dilakukan agar produk yang dibuat benar-benar tepat menyelesaikan masalah yang tepat di pasar yang tepat. Identifikasi target pelanggan dengan menangkap semua atribut pelanggan yang relevan untuk menentukan siapa sebenarnya target pasar yang dituju.

Segmentasi pasar dapat dilakukan secara demografi (umur, jenis kelamin, jumlah pemasukan, dll), psikografi (attitude, gaya hidup, pendapat, nilai, ketertarikan), perilaku (seberapa sering ia melakukan sesuatu), atau dari kebutuhan (kebutuhan yang berbeda untuk orang yang berbeda.

B. Mendefinisikan masalah dan membuat persona

Untuk mendefinisikan masalah dari target pelanggan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Fokuslah terhadap kebutuhan dibandingkan manfaat fungsional atau solusi.
  • Mendefinisikan masalah sedikit tricky, karena kita harus menemukan permasalahan yang cukup luas, sehingga masih ada ruang bagi kita menemukan area lain dengan nilai yang berbeda. Di sisi lain, permasalahan tersebut juga cukup sempit, sehingga topik bisa lebih manageable.
  • Setelah menemukan permasalahan yang pas, dari situ kita bisa menarik sebuah tujuan.

Berikut adalah contoh untuk mengetahui apakah permasalahan tersebut terlalu luas atau terlalu sempit:

Pada gambar dibawah, dapat terlihat proses dalam menemukan permasalahan yang tepat:

Pada pertanyaan pertama, terlihat bahwa permasalahan yang diajukan terlalu luas karena turnover dapat disebabkan oleh banyak faktor yang beragam. Sedangkan pada pertanyaan kedua, pertanyaan menjadi terlalu sempit. Memunculkan pertimbangan kembali apakah masalah tersebut sebenarnya bukanlah sebuah masalah. Lalu, pertanyaan ketiga merupakan contoh pertanyaan yang pas. Tidak terlalu luas, namun tidak terlalu sempit untuk kita selesaikan.

Persona

Selanjutnya, perlu ditentukan juga persona dari target pelanggan kita. Beberapa hal ini yang perlu diperhatikan dalam membuat persona dari target pelanggan:

Buyer vs User

Perlu diketahui dahulu siapa buyer dan user dari produk kita. Buyer adalah orang yang akan membeli, membayar, atau investasi atas solusi yang kita tawarkan. Sedangkan user adalah orang yang kita identifikasi mengalami masalah tersebut dan berpotensi untuk menggunakan solusi yang ditawarkan.

Namun, ada kalanya di sebuah bisnis atau produk memiliki sosok buyer dan user adalah orang yang sama. Di sisi lain, terdapat kondisi dimana buyer dan user dari bisnis itu merupakan orang yang berbeda. Contohnya menggunakan apa yang dialami oleh Mekari:

Perusahaan B2B seperti Mekari memiliki buyer dan user yang berbeda. Mekari menawarkan SaaS (Software-as-a-Service) dimana produk yang dibuat ditujukan untuk membantu di bidang HR dan Accounting. Di Mekari, buyer adalah orang yang memiliki peran decision-makers untuk membeli produk kita, seperti CEO atau HR Management dari sebuah perusahaan. Sedangkan user merupakan orang yang tidak terlibat dalam proses decision-making, namun pekerjaan kesehariannya akan menggunakan produk Mekari, seperti staf dari perusahaan tersebut.

Mengetahui siapa buyer dan user dari produk kita akan mempermudah kita dalam yang menawarkan produk kita sesuai dengan persona yang dituju.

Tabel diatas merupakan contoh beberapa persona yang diidentifikasi oleh perusahaan B2B layaknya Mekari. Terlihat bahwa 3 persona yang berbeda sesuai dengan jenis perusahaan yang dituju. Tabel tersebut juga dilengkapi dengan detail siapa buyer persona di jenis usaha itu, apa value prosition dari produk kita bagi mereka, mengapa produk kita lebih unggul, mengapa produk kita kurang unggul, dan lain-lainnya.

Melakukan identifikasi seperti diatas dapat membantu dalam pembuatan dan pemasaran prduk sesuai dengan persona yang dituju. Namun, identifikasi di atas biasanya didasarkan pada hipotesis atau dugaan saja. Tentunya akan lebih baik jika kita bisa mendapatkan data atau fakta yang sebenarnya tentang pelanggan dan kebutuhannya. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk bisa mengetahui secara benar kebutuhan dan masalah target pelanggan adalah melakukan user interview.

User Interview

User Interview akan sangat membantu dalam menggali lebih dalam mengenai masalah pelanggan dan kebutuhan mereka yang belum terpenuhi. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan user interview:

  • Membangun hubungan

Saat bertemu dengan pelanggan, tentunya wajib bagi kita untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari interview tersebut. Lakukan pertanyaan umum yang berhubungan dengan topik wawancara untuk bisa menjembatani ke tahap selanjutnya.

  • Mencari cerita

Usahakan untuk dapat menggali lebih detail tentang masalah atau kebutuhan mereka yang berhubungan dengan topiknya.

  • Berbicara tentang perasaan dan pikiraannya

Apakah orang tersebut antusias? Apakah ia terlihat kesulitan? Cobalah gali bagaimana pendapat dan perasaan mereka terkait dengan topik yang dibicarakan. Penting untuk menggali hal ini karena wawancara ini dilakukan bukan semata untuk bertanya saja, tapi juga membangun empati. Membangun empati dengan pelanggan akan sangat berguna agar kita benar-benar memahami permasalahan pelanggan dan produk yang dikembangkan bisa menyelesaikan permasalahan mereka.

Selain itu, terdapat beberapa tips & tricks yang perlu diingat juga saat melakukan user interview:

  • Pada saat memulai wawancara, membangun hubungan dengan user memang penting. Tapi, hindari menanyakan pertanyaan pribadi. Siapkan pertanyaan yang memang relevan dengan konteks atau topik wawancara tersebut.
  • Ada kalanya user akan fokus untuk menjawab di satu pertanyaan saja. Jika waktumu terbatas, pastikan bahwa kamu memberi tahu mereka secara baik-baik.
  • Tunjukkan bahwa kamu benar-benar mendengarkan mereka. Kamu bisa melakukan parafrase (mengulang kembali perkataannya dengan kata sendiri) atau respons natural untuk menunjukkan bahwa kamu tertarik dan mendengarkan dengan baik apa yang mereka bicarakan.
  • Pastikan kamu mulai dengan pertanyaan terbuka untuk menggali cerita user, lalu baru bisa fokus ke detail dari cerita tersebut. Usahakan juga tidak menggunakan leading questions.
  • Bersikap netral, bahkan ketika user memberikan negative feedback.
  • Tidak memberi judgement dengan memotong pembicaraan user dengan pendapat pribadimu.

Mengidentifikasi Extreme User

Extreme User merupakan individu-individu yang berada di kedua ujung spektrum pengguna dari sebuah produk atau jasa. Melakukan identifikasi tentang extreme user bertujuan untuk mendapatkan perpektif atau gambaran yang lebih luas mengenai target pengguna dari produk kita.

Sebagai contoh, jika kita ingin mengangkat permasalahan tentang keamanan dalam mengemudikan mobil. User umum untuk hal tersebut adalah pengemudi. Sedangkan extreme user di satu sisi merupakan pengemudi lansia (yang memiliki keterbatasan dalam mengemudikan mobil dengan lebih aman) sedangakn extreme user di sisi lain adalah pembalap (yang memiliki kemampuan dan kelihaian tinggi dalam mengemudikan mobil.

Ingin tahu tahapan selanjutnya dalam melakukan Lean Product Process? Baca kelanjutannya di artikel berikut.

--

--

Ria Khairunnisa
Life at Mekari

Putting unspoken thoughts into words. A mental health advocate.