Saya sudah tahu soal Elsevier. Lantas?

Rizqy Amelia Zein
Good Science Indonesia
4 min readAug 5, 2019

Saat menulis ini, saya sedang menunggu balasan email dari mahasiswa. Sembari menunggu, saya jadi kepikiran beberapa hal dan memutuskan menuliskannya.

Kemarin saya menulis tentang Elsevier dan mendapatkan respon yang positif karena rupanya tidak banyak orang tahu soal ‘dalaman’ bisnis penerbitan komersial.

Saya awalnya juga tidak tahu sama sekali. Baru ketika saya ditugaskan untuk mengelola jurnal, saya mendapatkan lebih banyak informasi bagaimana industri publikasi ilmiah bekerja. Saya semakin gusar setelah menonton film Paywall: The Business of Scholarship, film dokumenter yang disutradarai oleh Jason Schmitt, yang kemudian membuka mata saya soal bisnis penerbitan komersial. Semakin saya mencari tahu, semakin saya gusar dan marah.

Tonton Filmnya disini: https://amara.org/en/videos/nTk5qVME6PP7/id/2345816/

“Oke, saya sekarang tahu kalo Elsevier kurang ajar. Lalu sekarang apa alternatifnya? Harusnya tersedia alternatif yang sama baiknya dengan jasa yang mereka tawarkan.”

Seorang kawan bertanya kepada saya soal ini. Jawaban saya satu: alternatif sudah tersedia banyak sekali, kalau kita mau berusaha mencari. Sebagai ilmuwan yang menghabiskan sebagian besar hidup kita untuk berinovasi, masak mereformasi cara kita berkomunikasi, kita ga bisa? Dan masak sih, researching the best way to disseminate/communicate our research, kita ga mampu?

Flipped dan open access journal yang peer-reviewnya cermat dan biayanya masuk akal sudah sangat banyak. You have everything on your hand, get yourself down on your chair, ask Google, and do your research. Silahkan dicari sendiri.

Menerbitkan tulisan di jurnal open access, tidak berarti kualitasnya lebih buruk daripada diterbitkan di jurnal paywalled. Ini mitos yang sudah lama disanggah banyak orang. Saya heran begitu tahu masih banyak yang percaya.

“Saya tahu Elsevier dan teman-temannya berbisnis pengetahuan. Lalu apa dan dimana salahnya berbisnis? Kenapa cuma Elsevier yang disasar?”

Tidak ada yang melarang orang untuk berbisnis. Yang jadi masalah, model bisnis yang diterapkan Elsevier (termasuk Springer Nature, Wiley, SAGE, dan yang lainnya) sangat korup, eksploitatif, dan serakah.

Elsevier adalah pemain dengan market share yang terbesar. Mereka punya dosa paling banyak, diantara penerbit yang lain. Yang paling bikin saya kesal, mereka rajin mengancam peneliti karena mereka membagikan karyanya sendiri.

Tenaga kerja gratis, checked. Biaya langganan yang mahalnya ngawur, checked. Bikin rusak ekosistem riset dengan mengkapitalisasi kerjaan ilmuwan dan menciptakan prestise palsu, checked. Nguras dana publik, checked. Mengembalikan keuntungan mereka kepada komunitas akademik untuk kepentingan kemajuan sains, TIDAK sama sekali.

Anda tahu kalau Elsevier menerapkan kebijakan non-disclosure agreement? Karena kebijakan ini, perpustakaan Unair tidak boleh ngomong ke perpustakaan UGM kena charge berapa dari Elsevier. Tujuannya? Bikin konsumen jadi tidak sensitif terhadap harga, mencegah konsumen untuk bareng-bareng menegosiasikan harga, dan terakhir, bisa seenaknya ngasih harga.

Kalau anda sudah mengetahui ini dan belum merasa ada yang salah, mungkin moral compass anda berbeda dengan 17 ribu peneliti yang sudah menandatangani The Cost of Knowledge.

Status Facebook saya soal ‘dosa-dosa’ Elsevier

“Jurnal-jurnal top di disiplin ilmu saya semuanya diterbitkan oleh Elsevier. Saya benar-benar tidak punya pilihan lagi. Mesti gimana nih?”

Kalau terpaksa banget, buat karya anda menjadi terbuka dengan mengikuti jalur green open access. Unggah saja preprint dan postprintnya, sehingga pembaca tidak perlu sulit-sulit bayar USD29.99 hanya untuk baca tulisan anda, yang belum tentu relevan dengan kebutuhan mereka. Anda juga bisa pilih jurnal dengan masa embargo yang pendek, sehingga tidak perlu menunggu lama-lama agar karya tersebut bisa dibaca banyak orang secara terbuka.

Jadi silahkan tetap disubmit, sampai ada inisiatif dari komunitas anda untuk membuat open access atau flipped journal. Atau anda bisa memulai insiatif tersebut di disiplin ilmu anda masing-masing. Sebagai informasi, komunitas global sudah lama kesel bin gerah dengan kelakukan penerbit komersial. Di Psikologi, sudah ada beberapa jurnal yang diramut oleh grassroot, dan dikelola dengan idealisme, nilai-nilai (termasuk scientific rigour), dan semangat dari komunitas akademik itu sendiri. Beberapa diantaranya adalah Collabra: Psychology dan Meta-Psychology. Mungkin saja di disiplin ilmu anda sudah ada, tinggal dipastikan saja.

“Saya tidak terlalu tertarik memikirkan apakah karya saya bisa diakses terbuka atau tidak. Lalu kenapa sih saya harus peduli dengan bisnis Elsevier?”

Tidak apa-apa apabila anda tidak tertarik membuat karya anda diakses terbuka. Tapi apakah anda mau begitu saja meluangkan waktu menjadi tenaga kerja gratisan untuk bisnis penerbitan ilmiah? Tidak juga kan?

Seharusnya, komunitas akademik bisa bersatu dengan bareng-bareng menekan penerbit agar ga terlalu kemaruk. Mestinya penerbit mengembalikan sebagian keuntungan mereka untuk kepentingan sains. Tetapi selama ini tidak begitu.

Apakah anda mendengar kasus ribut-ribut Elsevier dengan University of California? Perpustakaan University of California bersedia memperpanjang kontrak langganan dengan Elsevier, dengan syarat mereka membuat semua karya dosen University of California yang diterbitkan di jurnal mereka menjadi open access tanpa bayar article processing charge (APC) lagi. Terakhir, mereka minta agar Elsevier memberikan diskon APC.

Tidak masuk akal apabila perpustakaan bayar berjuta-juta dolar untuk biaya langganan, sedangkan University of California yang menyumbang 10% research output di Amerika Serikat, harus bayar ribuan dolar untuk APC, agar artikel ilmiah karya dosen dan peneliti mereka dapat diakses terbuka. Sebagian dosen University of California juga menyunting dan meninjau untuk banyak sekali jurnal terbitan Elsevier. Semuanya gratisan, tidak dibayar.

Setelah delapan bulan bernegosiasi, tahu jawaban Elsevier?

Tidak.

Jadi masih menganggap mereka “sekadar berbisnis”?

--

--