Meetup Komunitas Scrum Jakarta — Nov 2018

Tips dari Agile Coach Bukalapak & Perjalanan Transformasi Ketangkasan iPrice — hingga saat ini.

Ricky Saif
Organisasi Agile
7 min readNov 28, 2018

--

Saya masih ingat Joshua berkali-kali bilang di grup Telegram Scrum Chapter Jakarta, “ini akan jadi meetup terakbar tahun ini”.

Cukup bombastis. Setelah acara selesai, saya cukup paham kenapa.

Jumlah peserta yang membludak. Sungguh menyesal Anda jika tidak datang.

Rosalia Adisti sendiri adalah salah satu dari empat Agile Coach penuh-waktu di Bukalapak (BL). Salut untuk BL yang sudah punya Agile Coach / Scrum Master penuh waktu. Keren!

Langsung saja. Berikut poin-poin menarik yang saya dapat. Enjoy!

Rosalia Adisti — Walking the Talk

  • Agile Coach harus menjadi contoh. Bukan sekedar contoh untuk Dev Team (DT), tapi juga untuk semua orang. Rosa mengutip kalimat dari Lyssa Adkin:
  • Rosa paham bahwa itu susah. Rosa sendiri pernah merasa tidak enak, sudah meminta DT untuk datang tepat waktud di standup, tapi dirinya sendiri sering telat jika ada rapat pagi hari.
  • Agar bisa mudah menjiwai nilai-nilai Agile, Rosa punya beberapa tips:
  • #1) Pahami Konsep-Konsep di Agile
    Bagaimana bisa dijiwai kalau belum paham?
  • Rosa lalu menunjukan gambar berikut:
  • Menurut Rosa, seorang Agile Coach harus paham seluruh kata-kata di atas.
  • Rosa memberi contoh: “misalkan bos kamu datang dan bertanya kenapa menghitung Velocity sprint, kenapa tidak Throughput saja? Kamu harus bisa menjawabnya. Untuk bisa menjawab, harus paham dulu velocity dan throughput itu apa.”
  • Rosa mengadakan survei menarik menggunakan mentimeter.com. Survei tentang konsep-konsep apa yang belum paham-paham banget — tapi merasa perlu diajarkan ke tim. Berikut hasil survei peserta:
Testimoni dari salah satu pembeli.
  • #2) Berkomitmen Untuk Menjalankan Agile
    Setelah dipahami, ya dipraktikkan.
  • Rosa menjelaskan: “Sadar bahwa nilai2 agile itu penting, kemudian secara pribadi berkeinginan untuk melaksanakan”
  • #3) Hubungkan Nilai-Nilai Agile ke Kehidupan Sehari-hari
    Supaya lebih nyangkut di otak.
  • Ada cerita menarik Rosa saat dia belanja sepatu dengan temannya — yang juga Agile Coach BL. Mereka baru mulai jalan jam 9, mall tutup jam 10, jadi sadar bahwa cuma punya timebox satu jam. Di tengah-tengah mereka malah cari-cari tas. Untung mereka cepat sadar akan Sprint Goal mereka, dan kembali ke tempat sepatu.
  • #4) Refleksikan dan Lakukan Aksi Perbaikannya
    Tanyakan ke diri sendiri, apakah masih ada yang kurang.
  • Yang saya suka dari Rosa adalah keterbukaan & kerendahhatiannya. Dia sendiri bilang, belum mengadakan retrospektif pribadi secara berkala. Baru ad-hoc, alias saat merasa diperlukan saja.
  • #5) Minta Tolong Teman Mengingatkan Jika Belum Agile
    Khususnya jika punya teman sesama Agile Coach atau Scrum Master.

Lalu kita masuk sesi tanya jawab.

Mas Anas dari Agit bertanya: “Ada tips kah terkait penulisan dan pemecahan user story? ”.

Rosa menjawab: “Kami di BL biasa menggunakan teknik user story mapping & SPIDR-nya Mike Cohn.”

Pernyataan kedua: “ada tips agar para programmer bisa lebih terbuka?”

Rosa menjawab, “Kalau ada anggota yang belum terbuka, biasanya itu karena belum dekat. Solusi yang pernah dicoba adalah saling bercerita, lima nilai hidup apa yang paling penting di diri masing-masing.”

Saya juga sempat bertanya: “Seperti apa problem-problem yang dihadapi di Bukalapak?”.

Jawaban Rosa: “Ada beberapa. Pertama, Agile Coach baru ada di BL sejak bulan Juli 2018. Saat ini baru empat orang. Kedua, terkait keselerasan (alignment) di internal orang-orang produk. Mungkin karena jumlah developer sendiri yang sudah melebihi angka 1.000.”

Joshua Partogi — Agility Enabler iPrice

  • Sedikit konteks: Grup iPrice (bermarkas di Kuala Lumpur) adalah klien training Scrum Joshua Partogi. Selanjutnya, Joshua membantu iPrice secara lebih intens sebagai Agility Enabler.
  • Joshua membuka dengan berkata, “slide sengaja tidak dibagikan karena kami — iPrice—bergerak & belajar cepat. Apa yang Anda dengar sekarang, bisa jadi tidak relevan lagi tiga bulan yang akan datang.”
  • Sekali lagi: jangan mengasumsikan informasi tentang iPrice di artikel ini adalah kondisi iPrice di masa depan. iPrice agility is a moving target..
  • Joshua cerita, dia diajak bergabung dengan satu kalimat dari David (CEO iPrice): “We want to scale our agility”.
  • Bagi Joshua, Scrum — dan bingkai kerja lain — memberikan optimalisasi pada subsistem, belum keseluruhan sistem.
Bingkai kerja Agile Software Development, umumnya hanya bermain di kotak di tengah tersebut. Kalau bisnisnya mau agile harus lebih. Percuma kalau hanya sebagaian yang cepat, gesit, dan tangkas. Saya jadi ingat pepatah “kekuatan rantai adalah sama dengan kekuatan bagian rantai yang terlemah”.
  • Solusi untuk scaling agility, bukan mengadopsi bingkai kerja baru yang lebih luas jangkauannya. Atau bukan menambah orang. Melainkan, scaling values.
  • Ada lima values:
  • #1) Simplicity over Complexity
  • Joshua berbagi tentang Conway’s Law, yang berkata bahwa desain arsitektur software, produk, dan struktur organisasi itu saling terkait.
  • Jika software-nya monolitik, kemungkinan besar struktur organisasinya juga monolitik.
  • Artinya, kalau mau lebih agile, cobalah buat arsitektur software yang lousily-coupled alias modular, Product Backlog Item yang lebih kecil, & struktur organisasi yang orang-orangnya banyak yang T-shaped — menurut saya, hasilnya adalah makin minim miskom antar divisi.
Contoh matriks kemampuan seorang T-Shaped. Karena punya dasar pengetahuan bidang lain, miskom jadi terminimalisir.
  • Untuk meningkatkan kesimpelan (simplicity), coba untuk bereksperimen mengurangi fitur-fitur. Jika tidak ada yang komplain saat fitur X diam-diam dihilangkan, berarti fitur tersebut bagus terus dihilangkan. Makin sedikit fitur makin bagus.
  • Cara lain untuk membuat hal jadi lebih simple adalah dengan mengotomasi pekerjaan monyet. Huh? Serius.. Ya. Itu yang Joshua bilang: “automate monkey’s work”. Contohnya seperti software testing. Kenapa ya? Menurut saya karena itu mengurangi alur komunikasi manusia. Biasanya yang membuat kompleks kan manusia. Hehehehe..
  • #2) People first, over Process
  • iPrice punya mantra: “Fix the System, not The People
  • Kalau ada masalah muncul, pegawai tidak dimarahi, tapi disuruh mengakuinya di depan publik, lalu diselamati, & dibelikan bir.
  • Secara umum, pandangan ‘human’ ‘resource’ harus dihilangkan. Pandangan bahwa manusia adalah sumber daya — yang mana adalah benda mati yang dimiliki.
  • #3) Transparency with Trust
  • Di iPrice, Joshua mempratikkan value stream mapping. Mengingatkan saya pada penjelasan serupa di SAFe .
Kalau dibaca, berikut adalah aliran value — jika value-nya dalam bentuk fitur software. Berkali-kali Joshua menegaskan kalau value != software.
  • Saya jadi ingat pernah menggambarkan hal serupa saat menjelaskan Design Sprint. Semoga lebih jelas.
Baca lebih lanjut di https://www.agilecampus.org/crashcourse/design-sprint
  • Peserta training iPrice pernah Joshua minta menggambarkan aliran value apa-apa saja yang ada di iPrice. Lalu Joshua berkata, “Coba tanya pada diri sendiri, ada di mana saya?”. Kalau kesulitan menjawab, biasanya orang akan sadar kalau dia tidak berkontribusi ke perusahaan.
  • Saat aliran value terlihat, status pekerjaan dibuat transparan (sebagaimana prinsip Kanban pada umumnya). Menurut Joshua ini namanya Team Transparency.
  • Terlebih dari Team Transparency, iPrice sudah di level Product Transparency. Meski belum sampai Whole Organization Transparency.
  • iPrice saat ini sedang mencoba sesuatu yang cukup revolusioner di dunia manajemen: pebagian tim berdasarkan Value Creation. Joshua dan bos-bos di iPrice merasa model Spotify memiliki kekurangan, karena pembagian tim masih berdasarkan produk (baca: modul-modul produk). Padahal, yang pengguna inginkan adalah value (baca: manfaat) bukan fitur tambahan — ingat simplicity over complexity?
Tiap tim tetap cross-funtional, bahkan sampai ke orang-orang bisnis seperti finance. Value Creation Team bisa saja bukan tim produk. Contoh: tim branding.
  • Hal ini terkait ke value selanjutnya…
  • #4) Autonomy with Alignment
  • Value Creation Team dibentuk secara fluid.
Aneh? Cara ini sudah terbukti manjur lho, di perusahaan pembuat game Valve.
  • Buat Joshua, ini adalah cara untuk sampai ke agility ke level tertinggi: self-designing team.
Di sana saya mau tanya: “ini piramida konsep Joshua sendiri atau orang lain”, “bedanya yang tiga teratas itu apa saja”, sayang tidak dikasih kesempatan bertanya oleh MC. Sedih :(
  • #) 5 Empiricism & Experimentation
  • Diingatkan kembali bahwa, ketangkasan iPrice terus berubah. Dan itu bagus.
  • Untuk menjaga perubahan, perlu terus mengukur metrik-metrik ketangkasan. Berikut yang diukur di iPrice:

Sesi Tanya Jawab

  • “Misal impediment-nya orang, harus bagaimana ya?”. Joshua menjawab bahwa amat disayangkan jika orang dipandang penghambat. Karena kata penghambat itu biasanya benda mati. Solusinya adalah memberikan otonomi ke tim, agar bisa mengambil keputusan tentang orang yang dimaksud. Saya jadi ingat dengan self-designing team di atas.
  • “Ada pendapat tentang SM yang tidak fokus?”. Joshua menjawab SM yang juga punya tanggung jawab delivery, akan fokus ke delivery. Tugas-tugas SM-nya kemungkinan besar akan terbengkalai.
  • “Apa kesulitan di transformasi Agile iPrice saat ini?”. Joshua menjawab: bad recruitment. Khususnya karena tidak sedikit orang-orang yang masuk, saat sebelum iPrice implementasi praktik-praktik Agile.

Beruntungnya Joshua. Dia bertemu dengan CEO iPrice yang paham Agile dan mendukung 100%. Seperti yang CEO Agile Campus, Ramot Stephanus, pernah bilang:

“Karyawan tidak akan agile selama pimpinannya belum agile.”

Baca tulisan berikut untuk lebih jelasnya: https://medium.com/organisasi-agile/penyebab-utama-kegagalan-agile-dan-solusinya-bag-1-b54a089243d0

Sekian ilmu-ilmu yang saya dapat dari meetup kali ini. Semoga bermanfaat.

Image result for hand clap medium
Kalau suka, tepuk tangan yang panjang. Dan sebarkan ke teman-teman yang juga akan terbantu.

--

--