Wanita Beruntung Itu Bernama Rumana

(Oleh: Nurdin Hamzah Hidayat)

Tanpa Nama
Tanpa Nama
3 min readNov 30, 2018

--

[Cerita pendek ini sekuel ketiga dari seri “Pacarku Seorang Aktivis”. Sekuel pertama dan kedua silakan baca dengan mengeklik tautan ini]

Rumana, penulis surat itu, perempuan 23 tahun — berwajah oriental — dengan lesung pipit di pipi. Dia menulis surat untuk pacarnya: kala itu terbit dengan judul “Pacarku Seorang Aktivis, kisah surat-menyurat yang lama hilang dari perbincangan di kalangan aktivis. Barangkali penulisnya sedang galau atau hanya punya sedikit waktu bercengkerama di hadapan layar komputer jinjingnya.

Kembali cerita itu diterbitkan lagi. Kali ini penulis menyebutkan nama tokoh perempuan yang amat teramat bodoh — yang memutuskan memacari aktivis mahasiswa bernasib tak tentu itu, yang tiap waktunya habis hanya untuk belajar menjadi manusia.

Rumana mungkin tak berpikir panjang, sebab cinta Rumana hanyalah hari-hari penuh ilusi akan hidup bahagia, berbeda dengan pacarnya itu… (sengaja penulis tak sebutkan nama).

Bagi penulis, tokoh lelaki akan dituangkan di tulisan berikutnya, karena pacar Rumana itu semakin hari, semakin hilang kendali. Kemarin ia menulis seperti mendapati semangat baru, semangat menyegarkan untuk dirinya:

“ Akhir-akhir ini adalah hari yang menyenangkan, aku berada dalam perjumpaan dengan orang-orang baik, mereka yang bergetar hatinya karena cinta akan kemanusiaan, kecintaan mereka melebihi kepentingan diri mereka sendiri.”

Begitu tertera di Instastory pacar Rumana.

Apakah Rumana tak mempertimbangkan bahwa pacarnya lebih bahagia dan mendapati kesenangan moral ketika bertemu orang-orang baru?

Berbanding terbalik dengan Rumana yang sibuk berkuliah dan sesekali menghabiskan waktu di rumah belajar. Rumana tidaklah bernasib sama dengan pacarnya. Rumana adalah anak bos tambang emas non-legal yang kalah di pengadilan karena tambang-tambangnya mencemari sungai hingga memicu konflik besar.

Ayah Rumana tidak dapat mengelak dari jerat peradilan, bagaimana mau bebas, ia terbukti bersalah, dan harus menginap di hotel prodeo 5 tahun lamanya. Itu akibat ulah aktivis lingkungan yang tak pilih bulu.

Sedang pacarnya, anak petani sawit yang hingga hari ini masih berpikir makan apa esok hari? Bagaimana uang kuliah semester depan terbayar bila harga sawit mencapai titik klimaks 500 rupiah per kilo?

Kampung pacarnya kini berubah menjadi perkebunan sawit, dahulu sawit ladang emas petani, berbondong-bondong warga kampung menanam sawi — setelah puluhan tahun ambisi itu berubah menjadi petaka.

Rumana tidak memandang perbedaan itu.

Bagi Rumana bukankah hidup harus dipaksakan sama? Sama tidak berarti baik. Ketidaksamaan di antara kita adalah warna, tanda kita saling menerima dan memberi tanpa kalkulasi. Itu sebab kenapa Rumana begitu dicintai kekasihnya. Rumana menjadi alasannya untuk tetap berjuang. Bagi kekasih Rumana, “Kebodohan terbodoh adalah dengan tidak mencintai Rumana.”

Rumana ditinggalkan lagi, kali ini — tidak ditinggal karena sibuk konsolidasi, tapi ditinggal karena sibuk membangun ekonomi untuk hidup bersama Rumana ke depan.

Mereka semakin jarang bertemu. Sesekali Video Call melalui telepon Genggam yang dual kamera itu, lalu menggunakan WhatsApp yang saat ini menjadi alat komunikasi wajib kalangan aktivis, selain berisi kontak pacar dan keluarga, di dalam aplikasi itu banyak grup-grup organisasi atawa jaringan komunitas yang bisa ia dapatkan.

Bagi Rumana letak kebahagiaan dalam pertemuan adalah kerahasiaan, sedang sebaliknya, bagi kekasih Rumana cinta tak boleh sering dibicarakan, sebab cinta mestinya lebih sering dirasakan, dirasakan dalam setiap tempat, memiliki keberadaan di dalam tiap-tiap hembusan nafas, pada tiap-tiap alasan perjuangannya.

Lelaki yang dulu sibuk melawan kampus itu, kini telah berubah menjadi seorang yang berpikir besar. Ia semakin sadar bahwa hidup bukan sekadar hari ini, bukan pula hanya untuk diri sendiri. Sebab itu ia lebih sering ke luar kota, mengais modal-modal sumber daya manusia agar menjadi manusia yang tangguh dan lahir sebagai pembaharu yang baru.

Rumana mestinya berbahagia mendapati lelaki nan penuh gelora, hingga ia berpikir, “Apa yang paling indah dari keinginan sederhana kita: yakni hidup bahagia”. Hidup dalam kebahagiaan orang lain, atas apa yang telah kita perbuat, atas tawa lepas yang mereka lihat, atas sebuah keyakinan untuk menantang aral melintang dalam hidup.

Rumana adalah wanita beruntung, wanita dengan penuh keyakinan akan hidup, wanita yang tidak sekadar mengekor pada lelaki, meski Rumana membutuhkan lelakinya.

--

--

Tanpa Nama
Tanpa Nama

Tempat pengepulan abal2an. Kami mencintai karya tulis kamerad2 kami, sebab itu kami mengarsip seluruh kiriman dari alm tanpanama.id, karya ya harus diapresiasi.