Memulai Praktek Modifikasi Perilaku dengan Prinsip Operant Conditioning

Janice Alberta
xPersona Labs
Published in
7 min readMay 20, 2020
Photo by William Iven on Unsplash

Di artikel sebelumnya, kita membahas terkait penggunaan prinsip operant conditioning dalam tempat kerja. Secara singkat, operant conditioning menjelaskan bahwa konsekuensi dari suatu perilaku akan mempengaruhi terjadinya perilaku tersebut di waktu yang akan datang. Dua jenis konsekuensi tersebut adalah konsekuensi reinforcement yang meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut terjadi lagi, sebaliknya konsekuensi punishment akan menurunkan kemungkinan perilaku tersebut terjadi lagi.

Seperti yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, sebenarnya penggunaan prinsip operant conditioning ini bisa sangat luas. Di tempat kerja pun prinsip ini dapat diterapkan oleh siapa saja dalam organisasi, baik kepada diri sendiri, antar rekan kerja atau antara pimpinan dengan karyawan dalam keseharian. Selain itu, prinsip ini juga dapat menjadi masukan untuk tim Human Resources dalam merancang program-programnya, seperti performance management system, program rewards dan recognition, program pelatihan, dan program lainnya yang berkaitan dengan perilaku karyawan.

Berbagai program dan praktek yang berkaitan dengan perilaku tersebut sebetulnya dapat menjadi bentuk dari modifikasi perilaku, yaitu sebuah cabang psikologi yang menganalisis dan memodifikasi perilaku manusia dengan tujuan untuk meningkatkan beberapa aspek dari kehidupan seseorang. Prosedur modifikasi perilaku sendiri sudah banyak dipraktekkan dalam berbagai area untuk mengajarkan perilaku atau kemampuan baru, mengubah perilaku atau untuk mengurangi perilaku destruktif atau bermasalah dimulai dari pendidikan, klinis, olahraga, hingga dalam dunia kerja. Modifikasi perilaku dalam area bisnis dan industri dapat dilakukan untuk meningkatkan performa kerja, keamanan kerja, dan untuk menurunkan keterlambatan, absen, dan kecelakaan dalam pekerjaan. Berbagai praktek modifikasi tersebut pun kemudian dapat meningkatkan produktivitas organisasi dan juga kepuasan kerja bagi karyawan- sesuatu yang menjadi harapan bagi banyak organisasi.

Mendengar manfaat-manfaat dari modifikasi perilaku tersebut tentunya sangat menarik dan menguntungkan, terutama apabila ada perilaku karyawan yang perlu diubah. Saya sendiri pertama kali mencoba merancang dan melakukan prosedur modifikasi perilaku pada saat berkuliah. Saat itu saya melakukannya pada satu individu saja, namun kenyataannya mengubah perilaku seseorang sangatlah tidak mudah. Dari proses merancang program hingga menjalankannya, ada begitu banyak hal yang perlu dilakukan.

“Jadi apa yang perlu kita lakukan kalau kita ingin menjalankan prosedur modifikasi perilaku di tempat kerja?” — Jawabannya bisa sangat luas, namun dalam artikel ini saya akan berusaha untuk membagikan beberapa hal yang perlu diketahui untuk memulai praktek modifikasi perilaku dengan prinsip operant conditioning.

  1. Why? — Apa tujuannya?

Sebelum merancang program modifikasi perilaku dalam organisasi perlu adanya pertimbangan yang matang dalam hal tujuan program, seperti apakah memang ada kebutuhan untuk melakukan modifikasi perilaku. Selain itu, perlu juga untuk mempertimbangkan apakah program modifikasi yang dilakukan etis, dalam arti tidak melanggar hak karyawan atau melakukan manipulasi. Kembali lagi, tujuan utama dari modifikasi perilaku adalah untuk meningkatkan aspek kehidupan seseorang sehingga bukan hanya mengubah seseorang menjadi yang keinginan perusahaan saja namun juga dapat bermanfaat bagi karyawan itu sendiri.

2. Who? — Siapa yang dapat merancang dan menjalankan program?

Program modifikasi perilaku merupakan proses yang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak singkat karena terkadang modifikasi perilaku akan memerlukan evaluasi terus-menerus dan belum tentu langsung berhasil sebaik apapun rancangan kita. Untuk itu, perlu untuk mempertimbangkan siapa yang dapat merancang dan menjalankan program tersebut, serta apakah orang tersebut kompeten untuk melakukan program tersebut.

3. What? — Apa perilaku yang perlu diubah?

Apabila berdasarkan pertimbangan ditemukan keperluan untuk melakukan program modifikasi perilaku dan memungkinkan untuk menjalankan program tersebut, langkah selanjutnya adalah mendefinisikan secara spesifik perilaku yang perlu diubah. Perilaku diartikan sebagai apa yang orang lakukan dan katakan. Perilaku bersifat dapat diobservasi, dideskripsikan, dan dicatat dalam satu atau lebih dimensi perilaku, yaitu frekuensi (berapa kali perilaku tersebut dilakukan), durasi (berapa lama perilaku tersebut dilakukan), intensitas (seberapa kuat perilaku tersebut dilakukan), kecepatan atau latensi (seberapa cepat perilaku tersebut dilakukan dari suatu kejadian). Perilaku dapat dibedakan menjadi behavioral excess, perilaku yang tidak diinginkan dan ingin dikurangi atau behavioral deficit, perilaku yang terlalu sedikit dan ingin ditingkatkan.

  • Tentukan perilaku sespesifik mungkin

Kita dapat memulai dengan perilaku yang umum, seperti menjadi lebih ramah, kemudian mengidentifikasi perilaku spesifiknya, seperti tersenyum. Perilaku yang spesifik dan memiliki definisi yang jelas dapat mengurangi ambiguitas yang kemudian dapat membantu dalam pengukuran untuk mengidentifikasi perubahan perilaku serta meningkatkan konsistensi dalam melaksanakan program.

  • Tentukan perilaku yang sejalan dengan tujuan perusahaan

Dalam menentukan target perilaku, perlu diingat bahwa perilaku yang diinginkan seharusnya sesuai dengan tujuan, strategi bisnis, dan core values perusahaan. Perhatikan juga apakah perilaku-perilaku tertentu hanya membantu dalam jangka pendek, namun justru merugikan untuk jangka panjang. Dengan semakin banyak orang dalam organisasi yang melakukan perilaku yang seharusnya, organisasi pun dapat lebih capat mencapai tujuannya.

  • Lakukan pengukuran perilaku

Setelah itu, pengukuran perilaku juga dapat dilakukan untuk melihat bagaimana frekuensi, durasi, intensitas, atau latensi perilaku tersebut. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah target perilaku sudah tepat, yaitu perilaku tersebut benar-benar perlu dimodifikasi atau tidak. Selain itu, pengukuran yang dilakukan di awal juga dapat membantu dalam penilaian efektivitas program dengan cara membandingkan perilaku sebelum dan sesudah program.

4. How? — Bagaimana rancangan programnya?

Setelah menemukan perilaku yang butuh dimodifikasi, kita dapat mulai merancang program yang sesuai dengan kebutuhan dan memilih cara yang tepat untuk menjalankan program. Merancang program sendiri merupakan proses yang kreatif dan ada beragam cara yang dapat dicoba, baik terinspirasi dari program modifikasi perilaku lainnya yang sudah pernah dilakukan atau mencari ide sendiri dari awal. Tidak ada cara yang benar dan yang salah, namun ada beberapa hal yang yang dapat mempengaruhi efektivitas dari reinforcement dan punishment:

  • Immediacy

Waktu antara suatu perilaku dengan konsekuensinya merupakan hal yang penting. Faktor ini menjelaskan bahwa reinforcement atau punishment akan lebih efektif apabila diberikan langsung setelah perilaku dilakukan karena jarak waktu yang semakin jauh antara perilaku dengan konsekuensi akan membuat koneksi antara keduanya semakin lemah. Sebagai contoh dalam perilaku sosial, saat kita berbicara pada seseorang, respon langsung dari pendengar seperti senyuman, menganggukan kepala, kontak mata, dan tawa akan menjadi reinforcement atas apa yang kita katakan dan kita dapat belajar apa hal yang pantas atau tidak pantas dilakukan berdasarkan respon pendengar. Dalam konteks tempat kerja, feedback atau pujian yang diberikan setelah suatu perilaku merupakan cara untuk membuat karyawan tahu bahwa ia melakukan sesuatu yang benar. Dengan mendapatkan reinforcement secara langsung, kemungkinan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut di waktu yang akan datang akan semakin tinggi.

  • Contingency

Contingency memiliki arti bahwa suatu reinforcement atau punishment diberikan hanya apabila suatu perilaku dilakukan dan tidak diberikan pada perilaku yang berbeda. Oleh karena itu, pemberian konsekuensi perlu dilakukan secara konsisten dan jelas perilaku apa yang akan diberikan reinforcement dan perilaku apa yang akan diberikan punishment.

Contingency dapat didukung dengan adanya instruksi dan peraturan yang menjelaskan konsekuensi dari suatu perilaku. Instruksi yang spesifik dapat mempercepat proses belajar bagi individu yang memahaminya dan juga dapat mendorong seseorang untuk bekerja meskipun reinforcement tidak langsung diberikan. Salah satu hal yang sudah banyak dilakukan adalah memberitahukan upah pada karyawan di awal pekerjaan. Untuk memberikan rewards dan recognition yang bermakna, rewards dan insentif dapat diberitahukan kepada karyawan agar mereka memiliki kesadaran dan pemahaman yang cukup, seperti melalui email, poster, atau media komunikasi lainnya.

  • Motivating operations

Suatu peristiwa dapat membuat suatu konsekuensi lebih efektif atau kurang efektif. Kondisi kekurangan dapat membuat suatu konsekuensi lebih efektif, sebaliknya kondisi kelebihan akan membuat suatu konsekuensi menjadi kurang efektif. Salah satunya adalah uang sebagai salah satu hal yang hampir selalu menjadi reinforcement, namun uang akan lebih efektif pada orang yang sedang tidak memiliki cukup uang dan sedang membutuhkan lebih banyak uang.

  • Individual differences

Efektivitas dari suatu konsekuensi juga dapat bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya sehingga tidak dapat diasumsikan bahwa suatu konsekuensi dapat menjadi reinforcement atau punishment bagi semua orang. Contohnya adalah pujian dan uang, dimana pujian dan uang merupakan reinforcement bagi kebanyakan orang, namun dapat menjadi tidak bermakna untuk beberapa orang lainnya. Oleh karena itu salah satu cara untuk memberikan rewards dan recognition yang bermakna di tempat kerja adalah untuk memberikan sesuatu yang bersifat personal dan unik berdasarkan budaya perusahaan. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan preference assessment untuk mengetahui apa yang menjadi preferensi dan ketertarikan karyawan, dimana karyawan boleh memilih dari beberapa pilihan reinforcement.

  • Magnitude

Suatu konsekuensi dapat lebih efektif apabila jumlahnya semakin banyak. Sebagai contoh, upah yang lebih besar akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras dibandingkan upah yang lebih sedikit.

Kelima hal di atas dapat menjadi bahan pertimbangan saat merancang program modifikasi perilaku dengan prinsip operant conditioning. Setelah merancang program, tahap selanjutnya adalah mengimplementasikan dan memonitor program sambil terus menerus mengukur perilaku tersebut, melihat apakah terdapat perubahan perilaku, dan mengevaluasi program. Meridian, salah satu serikat kredit terbesar di Kanada sendiri saat ini sudah memiliki program recognition yang baik, “iApplaudu@Meridian” dan menikmati hasilnya. Meskipun demikian, kesuksesan program tersebut pun dimulai dari menetapkan tujuan, merancang program, dan terus menerus menganalisis metrik dari program tersebut. Mereka pun terus menerus meninjau penggunaan program dan mengembangkannya dengan menetapkan patokan yang baru serta mengevaluasi pengukurannya.

Kesuksesan perusahaan lain dalam menjalankan program modifikasi perilaku dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk juga menerapkan program ini, namun perlu diingat bahwa prosesnya panjang dan kompleks. Terkadang perilaku yang ditentukan bisa jadi tidak tepat atau ternyata reinforcement dan punishment yang digunakan kurang sesuai. Meskipun demikian, teruslah bereksperimen mulai dari skala kecil. Apabila pemberian reinforcement atau punishment terbukti dapat meningkatkan atau menurunkan perilaku secara signifikan, maka program dapat dibawa kepada skala yang lebih besar sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Rangkuman Artikel “Memulai Praktek Modifikasi Perilaku dengan Prinsip Operant Conditioning”

Sebenarnya prinsip operant conditioning yang dijelaskan dalam artikel ini hanyalah salah satu prinsip yang sederhana dan umum dipraktekkan dalam organisasi. Penjelasan dari prinsip operant conditioning ini sendiri masih begitu luas dan dapat ditelusuri lebih lanjut untuk memperdalam pemahaman akan prinsip ini. Selain itu, saya juga menyarankan untuk mengkaji lebih lanjut prinsip behavioral lainnya dan prinsip modifikasi perilaku karena dengan semakin dalamnya pemahaman akan berbagai prinsip yang ada, kita dapat lebih baik dalam menentukan mana prinsip yang paling sesuai untuk dipraktekkan. Selamat mencoba!

Ditulis oleh Janice Alberta | www.linkedin.com/in/janicealberta

Referensi

Garr, S. S. (2012). The Bersin & Associates employee recognition framework: A guide to designing strategic recognition programs.

Kurgat, A., Chebet, W. T., & Rotich, J. K. (2015). Behaviour modification and organizational development: Revisiting the theories of learning. European Journal of Psychological Research, 2(1), 34–42.

Martin, G., & Pear, J. (2015). Behavior modification: What it is and how to do it (10th ed.). New Jersey: Pearson.

Miltenberger, R. G. (2011). Behavior modification: Principles and procedures (5th ed.). Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning.

--

--

Janice Alberta
xPersona Labs

A lifelong learner and sharer with passion towards the psyche of people and community.