Baru saja harimau tergelepar dan terkapar, kemudian menghilang. Tak lagi meninggalkan belang terhampar di tengah rerumputan.
“Ibu guruuu~” teriak salah seorang murid ketika kami bertemu di warung pinggir sekolah. Ada plester kompres demam menempel di dahinya.
“Eh, Fian. Kenapa tadi gak sekolah, Nak?” tanyaku. Ia mengulurkan tangan hendak mencium tanganku. Aku pun menyambutnya.
Aku senang mengoleksi pena. Pena unik yang kukumpulkan dengan susah payah. Kadang juga sampai dimarahi ibuku karena membuat anak tetangga menangis.
Kali ini, ibuku menarik tanganku lagi dengan kasar setelah teman-teman berteriak-teriak kepada ibuku.
Everytime I go to shower, I bear my eyes to stay open for minutes and blink for a milisecond. I'm always afraid if once I close my eyes, it will be standing in front of me and put its hands shutting my mouth.
Ku buka jendela
Ku hirup udara tanpa jeda
Kupu-kupu masuk ke dalam perutku
Memenuhi rongga
Aku terpana,
Ayahku selalu membangunkanku sebelum ia berangkat ke mesjid. Mengajakku salat subuh berjamaah. Ia sudah lengkap dengan jubah putih, kopiah, dan surban. Aku kadang mengiyakan sambil kembali meringkuk nyaman di balik selimut. Seringnya kuabaikan saja…
Dia tidak ingin tidur berselimut. Tidak sejak kejadian mengerikan itu. Bagaimana dia bisa lupa saat tiba-tiba selimutnya basah. Merembes ke bawah seprai dan juga baju tidurnya. Dia penasaran dan menyibak selimut. Cairan merah segar dengan bau anyir yang menusuk menyambut mata dan hidungnya. Di…
“Bu, aku akan segera menjadi pengantin! Doakan aku, Bu.”
Ia memotret sana sini. Sudut sana, sudut sini. Ke kanan, ke kiri. hingga ada sosok yang tertangkap kameranya.
Aku berjalan,
Melihat bunga tumbuh di bahunya.
Iya, yang ku maksud bahu jalan.
Bukan bahu mu.
Aku memetiknya satu.