Cerita Magang sebagai UX Researcher di Qlue Jakarta

Oh Jakarta, Jakarta…

Steven Amadeus
9 min readDec 2, 2018

Kilas Balik

Dalam perkuliahan di Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (alias DTETI FT UGM 😅 tempat saya menempuh gelar sarjana), mata kuliah ‘Kerja Praktik’ adalah salah satu kewajiban yang harus dipenuhi. Mata kuliah ini mewajibkan setiap mahasiswa untuk menjalani masa magang (a.k.a. internship) di suatu perusahaan agar mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman bekerja yang tentunya tidak di dapat dari hanya sekedar duduk manis, mendengarkan orang di depan berbicara non-stop dan menunggu-nunggu kapan absensi akan bergulir jatuh ke hadapan kita, mahasiswa.

Saya melaksanakan kegiatan Kerja Praktik (KP untuk seterusnya) pada semester 7. Saya berpikir muluk-muluk ketika menentukan perusahaan tujuan KP; Google-lah, Microsoft-lah, dan sejenisnya. Namun ternyata Google Indonesia dan Microsoft Indonesia tidak memiliki divisi product & development, padahal saya menginginkan bekerja dalam divisi itu sehingga saya harus mencari tempat lain. Perusahaan-perusahaan startup lain yang sudah memiliki nama besar langsung terlintas dalam benak saya: Topodekia, Bulakapak, Gejok dan seragamnya (nama disamarkan biar aman). Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki divisi product & development yang saya inginkan, maka langsung saja saya apply ke perusahaan-perusahaan itu, namun sampai detik saya menulis tulisan ini belum ada respon sama sekali dari mereka (kalau ada yang baca ini dan bekerja di salah satu tempat itu sangat boleh untuk kontak saya, siapa tau lagi butuh 😌).

Akhirnya satu perusahaan memberi respon, namun mereka malah menawarkan posisi sebagai Business Analyst kepada saya, dimana jika saya menerimanya maksimal seminggu bekerja disana saya akan langsung dipecat karena saya tidak tahu sama sekali apa yang saya kerjakan. Namun pada akhirnya, satu perusahaan pun memberi respon dan itu adalah Qlue.

Qlue?

PT. Qlue Performa Indonesia adalah perusahaan startup teknologi yang mengedepankan konsep Smart City untuk diterapkan di kota-kota Indonesia. Salah satu produk utamanya adalah Qlue yang bisa diunduh di Google Play Store lalu digunakan untuk melaporkan beragam hal kepada pemerintah.

Kalau tertarik lebih lanjutnya bisa dicek di qlue.co.id dan Google Play Store.

User Experience Researcher

Selama satu bulan lebih, saya bekerja disana sebagai User Experience (UX) Researcher. Kalau kata Interaction Design Foundation:

UX research is the systematic investigation of users and their requirements, in order to add context and insight into the process of designing the user experience.

UX research aims to gather information from users by way of a variety of qualitative and quantitative methods, including interviews, contextual inquiries, diary studies, personas, card sorting, and usability testing.

Dan kedua kalimat di atas cukup menggambarkan (secara teoritis) apa yang saya lakukan selama menjalani magang di Qlue. Kini, pekerjaan sebagai UX Designer dan UX Researcher sedang ngetren alias lagi naik. Bisa dibilang juga jenis pekerjaan ini masih baru tetapi perlahan-lahan demand-nya meningkat. UX Researcher khususnya, tidak mewajibkan orang dengan latar belakang IT, bisa juga dengan latar belakang psikologi, antropologi dan lain-lain.

Listing Modules

Hal pertama yang saya lakukan adalah membuat sebuah list berisikan modul-modul pada aplikasi Qlue beserta fungsinya kemudian diurutkan berdasarkan prioritas permasalahan yang ada di setiap modul. Jadi output dari proses ini adalah kita bisa melihat modul-modul apa saja yang memiliki prioritas utama untuk segera diperbaiki atau dikembangkan lagi.

Perlu diketahui, aplikasi Qlue memiliki sangat banyak modul dengan masalahnya sendiri-sendiri, namun pada akhirnya modul yang menjadi nomor satu prioritas ‘harus segera diperbaiki’ adalah modul Search.

Tampilan Search saat ini.

Mengapa modul Search? Berikut beberapa pemaparan masalah yang ada:

  • Searching pelaporan berdasarkan lokasi masih sulit
    Pengguna hanya bisa melakukan pencarian dengan kata kunci spesifik yang ada dalam deskripsi saja. Sebagai contoh, dalam sebuah pelaporan jika tidak mengandung kata ‘rusak’ pada deskripsinya maka pengguna tidak akan menemukan pelaporan itu meskipun sudah memasukkan kata kunci ‘rusak’ dalam search box.
  • Searching dengan memasukkan kata kunci masih tidak efektif
    Sama halnya dengan poin pertama, modul Search pada aplikasi Qlue bisa dibilang masih sangat sederhana karena pengguna hanya bisa mencari pelaporan dengan memasukkan kata yang terkandung dalam deskripsi pelaporan (sedikit membingungkan ya bahasanya).
  • Searching melalui Tab Maps dirasa kurang bermanfaat
    Proses mencari pelaporan dengan memilih lokasi merupakan sebuah fitur yang bisa dibilang keren, karena kita bisa melihat secara langsung apa yang terjadi pada lokasi tertentu. Tapi dalam kasus sehari-hari, apakah kita sebagai pengguna akan menggunakan fitur ini? Apakah mencari dengan memilih lokasi efektif memenuhi kebutuhan?
  • Tab Citizen di Search dirasa kurang bermanfaat
    Tab Citizen dalam modul Search menampilkan daftar nama-nama pengguna aplikasi Qlue dan semua nama-nama itu adalah username yang bukan nama asli. Apakah adanya hal ini bermanfaat dan efektif bagi pengguna?
  • Logo Search seharusnya lebih sederhana dan familiar
    Kalau menurut anda untuk Search lebih baik yang mana:
Pilih yang mana?
  • Search berdasarkan label belum bisa dilakukan
    Dalam melakukan pelaporan, pengguna harus memilih salah satu label yang disediakan: traffic jam, public facilities, road damage, illegal charges dan lain-lain. Pengguna aplikasi Qlue belum memiliki kemampuan untuk melakukan pencarian berdasarkan label-label tersebut.

Data Kuantitatif

Seperti yang tertera pada teori pengertian UX Research menurut Interaction Design Foundation, salah satu hal yang dilakukan oleh seorang UX Researcher adalah mengumpulkan data kuantitatif alias data yang bernilai atau memiliki statistik. Metode yang saya gunakan ketika menjalani magang di Qlue adalah metode kuantitatif yang sangat umum digunakan dan hampir seluruh umat manusia pernah menggunakannya: Survei.

Dalam melaksanakan survei ini saya menggunakan:

  1. Google Form sebagai alat membuat form dan merekam hasil survei.
  2. User Research Guide by Sarah Doody sebagai panduan membuat pertanyaan-pertanyaan survei.
  3. Media Sosial Line, WhatsApp, Facebook dan LinkedIn sebagai alat untuk menyebarkan survei kepada responden.

Target survei ini adalah 50 netizen atau pengguna internet dan smartphone, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dan pandangan masyarakat secara umum mengenai aplikasi Qlue dan terkhusus pada modul Search yang ada dalam aplikasi Qlue.

Berikut adalah garis besar dari hasil survei yang dilaksanakan:

Secara umum:

  • Seberapa cepat tindak lanjut adalah kunci keberhasilan aplikasi ini. Segala aspek dan tindakan terkait tindak lanjut pelaporan harus terus ditingkatkan.
  • Location Smartphone harus menyala setiap menggunakan aplikasi sehingga dinilai mengganggu ketika pengguna hanya ingin melihat pelaporan-pelaporan lainnya.
  • Terdapat usul untuk dapat melihat statistik performa pemerintah daerah atau instansi terkait laporan yang ada.
  • Terdapat usul untuk menjadikan Qlue sebagai salah satu APK yg muncul ketika search “lapor” atau sejenisnya.

Terkait modul Search:

  • Responden menginginkan Search yang simple, mudah dan to the point.
  • Mencari sesama user aplikasi Qlue dirasa tidak diperlukan oleh netizen.
  • Responden menginginkan Search yang hanya dengan memasukkan kata kunci yang diinginkan maka hasil yang diharapkan langsung keluar.

Untuk melihat laporan hasil survei secara detail:
bit.ly/QlueSurveyReport

Data Kualitatif

Tidak berhenti di data kuantitatif, saya juga melakukan metode kualitatif untuk mengumpulkan data yang bersifat deskriptif. Pada tahap ini saya menggunakan dua metode kualitatif yaitu: Wawancara dan Usability Testing.

Wawancara; semua orang pasti familiar dengan metode ini. Pihak interviewer menanyakan beberapa pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan pemahaman dan insight baru dari pihak responden. Sama dengan survei, tujuan dari pelaksanaan wawancara ini adalah memahami pendapat dan pandangan masyarakat secara umum mengenai aplikasi Qlue dan terkhusus pada modul Search yang ada dalam aplikasi Qlue.

Target dari wawancara ini adalah 5 netizen, berdomisili Jakarta dan Yogyakarta. Dalam pelaksanaan, saya mewawancarai 3 orang via video call dan 2 orang tatap muka langsung.

Kelima orang yang berbaik hati menyempatkan waktunya untuk di wawancara. Terima kasih :)

Hasil dari wawancara ialah seperti berikut:

Terkait aplikasi:

  • Pelaporan responden direspon atau ditindaklanjuti adalah titik satisfied responden.
  • Terdapat usulan untuk menambah fitur menghubungi medis, pelayanan kesehatan atau pertolongan pertama.
  • Terdapat usulan untuk menambah label sexual harassment, catcalling dan lost and found.

Terkait modul Search:

  • Search yang paling diinginkan ialah memasukkan kata kunci kemudian hasilnya akan langsung muncul dan tidak perlu repot memilih-milih lagi.
  • Semua responden mengatakan modul Search itu perlu, namun 4 orang berkata “tidak akan” atau “mungkin” memakai modul Search (jadi, Search itu diperlukan atau tidak sebenarnya? 😕).
  • Mayoritas mengatakan fitur search dalam Qlue digunakan jika ingin mengetahui suatu kejadian sudah pernah dilaporkan atau belum.
  • Mayoritas mengatakan fitur search digunakan ketika mereka sedang merasa ‘kepo’ 😎.
  • Responden menginginkan search yang simple dan user-friendly, paham konteks dan memunculkan suggestions.

Untuk melihat pertanyaan-pertanyaan wawancara beserta hasil mendetail:
bit.ly/QlueInterviewReport

Seusai melakukan wawancara, saya melanjutkan pengumpulan data kualitatif dengan Usability Testing.

Usability Testing adalah istilah yang sering diucapkan atau didengar dalam sebuah diskusi UX dan software development. Usability Testing (UT) adalah sebuah pengujian yang dilaksanakan ke para pengguna untuk mengetahui seberapa baik tingkat usability dari sebuah aplikasi atau produk. Saya juga pernah melakukan ini di tulisan saya sebelumnya.

Dalam UT, saya memberikan tiga skenario kepada partisipan untuk dilaksanakan. Kemudian dalam melaksanakan ketiga skenario tersebut, saya mencatat dan merekam hasil skenario tersebut dan memberi nilai apakah para partisipan lancar, ragu-ragu, atau berhenti dalam menjalankan skenario. Hasil tersebut saya catat dalam tabel seperti ini:

Tabel Keterangan Usability Testing.

Lebih lanjut mengenai practice Usability Testing yang saya gunakan:
Usability Testing dari Insight Design

Tiga skenario yang saya berikan kepada partisipan adalah:

  1. Mencari pelaporan mengenai sampah
  2. Mencari pengguna dengan username ‘BatmanJKT’
  3. Mencari pelaporan di Lombok

Dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Hasil UT Skenario 1
Hasil UT Skenario 2
Hasil UT Skenario 3

Dapat dilihat dari hasil pelaksanaan UT bahwa modul Search dalam aplikasi Qlue masih memiliki kekurangan. Kesimpulan yang saya peroleh selama melaksanakan UT dan berbincang-bincang bersama partisipan adalah modul Search yang ada dalam aplikasi Qlue ini sudah berjalan, namun masih dangkal karena:

  • Hanya bisa sebatas mencari keyword yang ada dalam deskripsi pelaporan.
  • Belum bisa memahami konteks pencarian dari keyword yang dimasukkan.
  • Belum bisa mencari pelaporan berdasarkan label (Sanitation, Traffic Jam, dsb).
  • Tidak bisa mencari pelaporan di lokasi lain dengan menginputkan keyword, melainkan harus keluar neighborhood terlebih dahulu. Hal ini membuat alur pencarian di lokasi lain menjadi rumit.

Selain itu, yang saya ketahui dalam melaksanaan research di atas adalah pengguna dalam melakukan suatu proses pencarian mereka selalu melakukan input keyword, maka dari itu pengembangan fitur search dikedepannnya dalam aplikasi Qlue atau lainnya harus selalu berfokus pada penginputan keyword atau kata kunci.

Untuk melihat laporan pelaksanaan Usability Testing mendetail:
bit.ly/QlueUTReport

Masuk ke Desain

Setelah menguras energi dan pikiran dalam mengumpulkan data, masuklah saya ke tahapan mendesain sebuah solusi. Saya tidak menilai diri saya sebagai seorang desainer ‘expert’ tapi saya ingin menjadi seperti itu, jadi berikut adalah hasil sebaik-baiknya dari saya dalam membuat desain tampilan baru untuk modul Search pada aplikasi Qlue:

Garis Besar

Pekerjaan yang saya lakukan di atas masih jauh dari sempurna, dan perlu dikembangkan lebih lanjut lagi. Waktu saya selama satu bulan lebih di Qlue terasa kurang untuk menyelesaikan banyak kendala User Experience yang ada dalam aplikasi. Meskipun begitu, saya mendapat banyak pengalaman bermanfaat bekerja disana, seperti bertemu orang-orang hebat seperti Mbak Ira, Mas Yosua, Mas Fajar, Mas Didit, Bern dan masih banyak lagi.

Dalam menjalani masa internship di Qlue saya mendapat pemahaman dan penerapan ilmu dan perancangan User Experience yang belum pernah saya dapatkan atau lakukan di masa perkuliahan. Saya juga mendapat pandangan bagaimana perbedaan antara keseharian mengikuti kelas dan menjadi seorang staff dalam perusahaan teknologi. Dalam kuliah, kita 90% menerima dan 10% memberi. Sedangkan dalam bekerja (dimana kita dikelilingi orang-orang hebat nan produktif) saya merasa kita 50% memberi dan 50% menerima. Selain itu soft skill seperti komunikasi dan kerja sama juga dituntut untuk dilaksanakan dan diasah disini.

At the end of the day, magang ini memberi banyak manfaat bagi saya. Saya sadar masih memiliki banyak kekurangan di sisi technical dan ini menjadi dorongan bagi saya untuk terus belajar. Setiap hari adalah waktu untuk belajar non-stop. Entah itu mengenai UX, programming, filsafat, komunikasi, sejarah, politik, fisika atau entah apapun itu topiknya. Dan semua ini dilakukan untuk terus mengasah diri menjadi seseorang yang berguna dalam masyarakat.

Singkat namun bermakna. Terima kasih dan sampai jumpa lagi!

P.S.
Cek Twitter dan Behance saya juga! 😉

--

--

Steven Amadeus

User Experience Designer. Write in English and Indonesia.